“Ya! Nona Shin! Tunggu!”
Shin Hye Ra telah berhasil kabur sebelum Agam berhasil mengejarnya. Sebab dirinya pun sebenarnya masih dalam kondisi kaget, sekaligus tak menyangka bahwa orang yang di curigai sebagai Cat Killer adalah Shin Hye Ra.
“Ya ampun ….” Agam menghela napas panjang. Ia pikir Shin Hye Ra sengaja menggunakan pakaian seperti itu, khususnya topi, untuk menutupi wajahnya yang tampak pucat tadi. Rupanya …, “dia pasti ketakutan karena aku mengetahui identitasnya sebagai Cat Killer.”
Jadi, untuk sekarang sudah jelas bahwa yang menjadi Cat Killer selama ini adalah Shin Hye Ra.
Agam kemudian memutuskan untuk menghubungi nomor Shin Hye Ra. Ada banyak hal yang harus ia tanyakan.
“Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.”
“Nomornya tidak aktif,” gumam Agam. “Aku coba kirim pesan saja. Siapa tahu saja nanti begitu nomornya sudah aktif kembali, dia akan membaca pesan dariku.”
[Nona Shin, jika kau melihat pesan ini, tolong datang ke Kafe Sinclaire, yang ada di dekat kampus.]
Sinclaire adalah nama kafe yang dikelola oleh Heo Yeon Woo. Tempat itu cukup dekat dari lokasi perkuliahan. Namun karena Yeon Woo baru saja memulai usahanya beberapa bulan yang lalu, jadi belum banyak yang tahu mengenai kafe tersebut. Dan Agam merasa bahwa itu adalah tempat yang cocok untuk bicara secara pribadi dengan Shin Hye Ra.
Agam menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana, lalu beranjak menuju Kafe Sinclaire.
***
“Selamat datang!”
Heo Yeon Woo yang saat itu tengah membersihkan meja kasirnya, langsung memberikan salam saat mendengar gemerincing lonceng yang berbunyi ketika pintu terbuka.
Ia mengangkat wajahnya dan mendapati Agam tengah berjalan masuk ke dalam kafenya.
“Oh, hai, Oppa!” Sapa Yeon Woo, dengan mata berbinar. Tidak biasanya Agam mendatanginya di tempat kerja.
“Hai,” balas Agam, tersenyum hangat sembari terus melangkah mendekat ke arah meja kasir, tempat Yeon Woo berdiri.
“Tumben sekali Oppa datang ke sini,” Yeon Woo melepaskan apronnya, membuatnya terlihat seperti pemilik kafe sungguhan. “Ayo, duduk. Akan kubawakan minuman dan juga makanan ringan untukmu.”
“Mmm. Itu aku ….” Agam sebenarnya ingin memesan sesuatu, tapi Yeon Woo yang sepertinya sudah sangat mengenali Agam, jadi tersenyum lebar.
“Javachip frappucinno dengan dua shot espresso, ‘kan?” duga Yeon Woo, yang disambut dengan cengiran kikuk di wajah Agam.
“Terima kasih ….”
Yeon Woo tertawa. “Tidak masalah.”
Yeon Woo berbalik ke tempat mesin pembuat minuman. Tangan mungilnya terlihat cukup lihai dalam meracik minuman pesanan Agam. Bahkan tak memakan waktu yang lama, Yeon Woo telah kembali ke arah Agam dengan membawa minuman dan sepotong kue tiramisu di tangannya. Hanya saja, untuk sampai kembali ke tempat Agam berada, Yeon Woo tampak harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menggerakkan salah satu kakinya yang membuatnya berjalan pincang.
“Biar aku yang membawanya,” kata Agam, mengambil minuman dan makanan yang dibawa Yeon Woo.
“Terima kasih, Oppa.”
“Apa kakimu sakit lagi?” tanya Agam.
Yeon Woo meringis sembari mengangguk. “Salah satu pegawaiku izin tidak masuk sejak kemarin karena sakit. Jadi itu membuatku harus berdiri lebih lama dari biasanya, karena banyaknya pekerjaan yang harus aku lakukan sendiri setelah membuka kafe. Dan, yah … rasa sakitnya kembali lagi.”
Agam tahu sedikit tentang cerita di balik kaki Yeon Woo. Ketika dirinya kembali bertemu dengan Yeon Woo, beberapa tahun setelah Fahmi menghilang, saat itu Yeon Woo rupanya pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang di kakinya, dan kerusakan di area tulang rawan yang ada di lututnya. Efeknya membuat Yeon Woo kesulitan untuk berjalan.
“Tidak perlu mencemaskanku seperti itu. Perhatikan saja dirimu sendiri, Oppa. Kau terlihat kurus sekali. Ada apa? Apa pekerjaanmu itu begitu banyak sampai kau tidak bisa makan?”
Agam tertawa kecil mendengar Yeon Woo berbalik mengomeli dirinya. “Yah, kau tahu sendiri ‘kan, kalau ….”
Belum selesai Agam bicara, dari arah pintu masuk terdengar bunyi gemerincing lonceng yang menandakan ada seseorang yang masuk ke dalam kafe. Agam menoleh dan yang datang itu ternyata adalah Shin Hye Ra.
Dia tak lagi mengenakan jaket hoodie kebesarannya. Cara berpakaiannya sudah kembali seperti semula. Ciri khas seorang asisten dosen. Namun lebih casual dan santai.
Shin Hye Ra berjalan kikuk ke arah Agam sembari meremas gagang tasnya. “Profesor Agam ….”
“Ah, Nona Shin. Ayo, silahkan duduk dulu,” Agam mempersilahkan Shin Hye Ra untuk duduk, lalu beralih ke Yeon Woo, “Yeon Woo-ya, bisakah kau mengambilkan dia segelas teh herbal panas?”
Yeon Woo mengangguk. “Jadi dia ini temanmu? Oke. Hanya butuh sedetik, aku akan segera membawakannya.”
Selagi Yeon Woo berbalik ke tempat pembuat minumannya, Agam menghampiri Shin Hye Ra yang telah memilih duduk di bagian sudut kafe.
“P … Pro … Profesor … Anda sudah tahu kalau … aku … aku … seorang Cat Killer, ‘kan?” Shin Hye Ra bicara dengan terbata-bata karena saking gugup dan takutnya.
Agam menatap lurus ke arah Shin Hye Ra. Setelah menghela napas yang cukup panjang, ia berkata, “Iya, aku sudah tahu.”
“Kalau begitu, tolong bantu saya, Profesor Agam!” Shin Hye Ra tiba-tiba meraih tangan Agam. Ia begitu ketakutan. “Seseorang … mungkin ada seseorang yang ingin membunuhku!”
Agam menepuk lembut punggung tangan Shin Hye Ra. “Tenanglah dulu, Nona Shin.” Ucap Agam menenangkan. “Tarik napas dulu, dan buang perlahan-lahan. Itu bisa membuat pikiranmu jadi lebih santai.”
Shin Hye Ra melepaskan genggaman tangannya dari Agam dan mengikuti sarannya untuk menarik napas hingga paru-parunya terasa penuh, lalu mengeluarkannya secara pelan-pelan. Hal itu ia lakukan berulang kali sampai dirinya merasa jauh lebih tenang.
“Bagaimana sekarang?” Tanya Agam.
“Jauh lebih baik dibandingkan yang tadi.” Jawab Shin Hye Ra, dan Agam tersenyum lega mendengarnya.
“Karena kau sudah merasa tenang, maka kita bisa membahasnya sekarang.” Kata Agam. “Tadi kau bilang ada seseorang yang mungkin akan membunuhmu. Apa ada alasannya sampai kau mengatakan itu?”
“Orang-orang itu … mereka berkata kalau aku telah membunuh manusia. I … itu bukan aku! Tapi Killer yang melakukannya. Aku tidak pernah membunuh siapa pun!” Jelas Shin Hye Ra, melakukan pembelaan pada dirinya sendiri. “A … Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Yang kulakukan hanyalah … membunuh seekor kucing. Dan itu hanya sebuah kecelakaan!”
Shin Hye Ra masih terus saja mengoceh perihal dirinya dan alasannya melakukan tindakan kejam pada kucing. Terlihat sekali dari ceritanya kalau dia begitu menganggap remeh mengenai alasannya itu. Tapi Agam memilih untuk tetap diam dan mendengarkannya dengan tenang.
“Nona Shin, kau pasti juga tahu dengan sadar, bahwa melakukan penganiayaan terhadap hewan juga merupakan kejahatan,” tegas Agam, membuat Shin Hye Ra yang tadinya nampak begitu menggebu-gebu saat berbicara, nyalinya kembali ciut dan terdiam. Dan perubahan itu disadari oleh Agam. Jika ia bicara dengan nada dan gaya bicara seperti yang barusan ia lakukan, maka sudah pasti Shin Hye Ra akan membuat benteng pertahanan. Akan sulit bagi Agam untuk mendapatkan informasi atau kesaksian apapun, kalau sampai itu terjadi.
Kondisi Shin Hye Ra saat ini sedang sangat rentan untuk membuat keputusan yang impulsif. Jadi Agam memutuskan untuk mempengaruhi perubahan perilaku Shin Hye Ra melalui taktik blokade psikologis.
“Nona Shin, seperti yang mungkin pernah kau dengar dari mata kuliah yang kubawakan. Tidak ada jaminan bahwa kekerasan terhadap hewan, tidak akan terjadi pada manusia juga.” Kata Agam dengan lugas. Membuat Shin Hye Ra lagi-lagi terdiam. Tapi sudut bibirnya berkedut. Agam tahu bahwa Shin Hye Ra sepertinya ingin membantah ucapannya barusan, tapi karena tahu bahwa perkataannya adalah benar, jadi Shin Hye Ra hanya bisa menundukkan kepalanya.
“Jika kau membunuh seseorang, bukan hanya binatang, kau akan menjadi seorang pembunuh yang sangat di sengaja. Seorang pembunuh yang disengaja mempertahankan kendalinya atas tempat kejadian perkara. Sama seperti dirimu, Nona Shin.”
Shin Hye Ra kembali dibuat tersentak atas ucapan Agam. Selama Shin Hye Ra menjadi asisten pengajarnya di kampus, sedikit banyak Agam sudah cukup bisa menilai karakter Shin Hye Ra seperti apa. Dia memiliki harga diri yang rendah ketika berurusan dengan orang lain yang memiliki kedudukan di atasnya. Dan karena itulah ia mencari pelampiasan dari perasaan rendah dirinya pada seekor kucing yang lemah dan membunuhnya dengan cara yang sangat aneh.
Agam mengingat kembali unggahan Shin Hye Ra di masa lalu. Dan itu cukup membuatnya memutuskan untuk memberikan sedikit shock treatment pada Shin Hye Ra.
“Itu artinya, kau, Nona Shin, juga berpotensi untuk melakukan pembunuhan. Kau akan menjadi pembunuh yang berkuasa. Jenis pembunuh yang menunjukkan kenikmatan dalam memegang kendali atas hidup dan mati korban. Itu sebabnya kamu memilih binatang, ‘kan? Karena mereka mudah di bunuh, dan kau dapat dengan mudah mengalahkan mereka.”
Kepala Shin Hye Ra semakin tertunduk.
“Tapi ngomong-ngomong, Nona Shin, jika kamu memang membunuh manusia dan bukannya hewan, maka kau harus menjadi seorang pembunuh berantai yang menakutkan lebih dulu.”
Kali ini Shin Hye Ra tercengang dengan penjelasan Agam.
“Apakah kau mengerti sekarang? Kenapa aku tidak bisa mengabaikan apa yang telah kau lakukan?”
“Anda benar. Mungkin pada dasarnya aku adalah seorang pembunuh berantai,” Shin Hye Ra terdengar putus asa. Dia juga merasa malu atas tindakan yang telah dibuatnya.
“Namun …,” Agam masih belum selesai, dan itu kembali menarik fokus Shin Hye Ra, “jika kau menjawab pertanyaanku dengan benar, kau mungkin bisa membantuku dalam menangkap pembunuh yang sebenarnya.”
Kedua mata Shin Hye Ra membulat lebar. Tak dipungkiri bahwa meski dengan ucapan yang remeh seperti itu, ternyata cukup membuat Shin Hye Ra merasa lega dan bebannya yang tadinya begitu terasa berat, berubah jadi lebih ringan.
“Ja-jadi menurut Anda aku tidak melakukannya, ‘kan?” Shin Hye Ra kembali bersemangat. “Aku … aku akan melakukan segalanya. Aku akan membantu Anda, Prof!”
Got you!
“Itu bagus. Sekarang kalau begitu, apakah kau melihat postingan Killer yang lain, yang mana bukan kau yang mengunggahnya?”
Shin Hye Ra mengangguk cepat. “Y-ya … aku melihatnya. Itu bukan aku yang mengunggahnya. Tapi orang-orang terus mengatakan kalau aku yang membunuh mereka. Astaga, aku benar-benar tidak ….”
“Tenanglah,” kata Agam dengan suara pelan. “Lalu, apa kau kenal dengan Cha Hyun Sik? Orang yang ada di foto itu.”
“Yang aku tahu, dia adalah anggota yang lumayan dikenal di sebuah grup chat bernama Cat Abusers Unite. Aku belum pernah mengatakan sepatah kata pun di grup obrolan itu, tapi … dia selalu marah tiap kali orang-orang mulai membicarakanku.” Papar Shin Hye Ra, yang secara tidak sadar tertawa kecil saat menceritakan tentang Cha Hyun Sik. “T-tapi bukan aku yang membunuhnya!”
Dari ceritanya, sepertinya Shin Hye Ra tidak mengenal pria itu secara pribadi.
“Selain itu, apa kau baru-baru ini merasa bahwa kau sedang dalam kondisi terancam? Atau pernah di ancam oleh seseorang?” Tanya Agam lagi.
Raut wajah Shin Hye Ra berubah panik. “Jadi, dia benar-benar mengejarku, bukan?”
“Aku belum bisa mengatakan itu dengan pasti. Ini hanya sebuah pertanyaan biasa saja. Katakan saja apa yang kau ketahui.”
Shin Hye Ra menghela napas panjang. Ia menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi. Lalu dengan pandangan sedih, Shin Hye Ra berkata, “Semua orang … di seluruh dunia … menulis komentar bahwa mereka akan membunuhku. Tapi sejujurnya, aku tidak peduli dengan hal semacam itu.” Shin menggigit kukunya, menunjukkan bahwa saat ini ia sedang gelisah. “Ada hal lain yang lebih penting. Aku merasa akhir-akhir ini seperti ada seseorang yang mengikutiku. Aku … aku bisa mendengar langkah kaki di belakangku saat aku berjalan.”
Agam mendengarkan dengan seksama. Selagi otaknya berpikir, apakah Shin Hye Ra mendengar hal tersebut karena rasa takutnya yang berlebihan? Atau memang ada seseoran yang benar-benar membuntutinya?
“Aku mengatakan yang sebenarnya!” Seru Shin Hye Ra seolah menganggap Agam tidak begitu mempercayai ceritanya. “Itu pasti pembunuhnya. Dia akan membunuhku!”
Agam manggut-manggut paham, dan kembali berusaha menenangkan Shin Hye Ra. “Baiklah, aku mengerti….”
“P … Profesor … aku takut setengah mati!” Mata Shin Hye Ra berkaca-kaca. “D-dia akan membunuhku. Aku yakin itu ….”
Shin Hye Ra yang tadinya sedang duduk bersandar dengan sangat gelisah sembari menggigiti kuku-kuku tangannya, tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke arah Agam.
“Aku … aku tahu, Anda memiliki program perlindungan. Aku akan menyerahkan diri. Dengan begitu polisi akan melindungiku.” Lanjut Shin Hye Ra benar-benar putus asa.
“Nona Shin,” Agam menggenggam tangan Shin Hye Ra. “Aku … mengerti dengan yang kau rasakan saat ini. Sayangnya, berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini, perlindungan hanya dapat diberikan jika terdapat bukti kejahatan yang tidak dapat disangkal.”
Tubuh Shin Hye Ra merosot lemah di kursinya. “I … itu berarti … aku tidak bisa ….”
Kedua mata Shin Hye Ra tak bisa lagi membendung air matanya yang tumpah ke pipi. Ia begitu menyesali perbuatannya sekaligus ketakutan bahwa hidupnya sekarang sedang dalam bahaya. Dan ia tak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan hidupnya.
Agam kembali larut dalam pikirannya. Jika Shin Hye Ra dalam kondisi tidak terlindungi, maka berisiko Shin Hye Ra menjadi target pembunuhan berikutnya.
Agam kemudian melepaskan jam tangannya dan diberikannya kepada Shin Hye Ra. “Ini masih dalam proses, jadi … mungkin tidak akan sepenuhnya efektif.”
“Apa ini, Prof?” Tanya Shin Hye Ra, kebingungan.
“Smart Watch. Masih dalam tahap uji coba dengan menggunakan model jam tangan biasa pada umumnya. Salah seorang kenalanku yang ada di kepolisian yang memberikannya. Dan aku tidak menyangka bahwa benda ini akan berguna di situasi seperti ini. Yang jelasnya, mereka sedang mengembangkan sebuah alat yang bisa digunakan oleh manusia saat dalam keadaan darurat atau terdesak. Kau cukup menekan tombol yang ada di samping, jika suatu waktu kau dalam bahaya dan sedang sendirian. Polisi akan segera datang dan menolongmu.”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments