Enam | Dark Alley

“Aku akan menangkap pembunuh itu. Apapun yang terjadi, Seonbae! Aku merasa sangat marah sekarang.”

Detektif Han membanting buku catatan kecilnya yang sering ia bawa kemana-mana, di atas meja kerjanya. Ia juga melepaskan jaket parasutnya secara serampangan dan dilempar begitu saja ke arah Kang Young Chul yang saat itu tengah tertidur di kursinya dengan mulut terbuka. Agam hanya bisa meringis kasihan melihat ekspresi terkejut bercampur linglung di wajah Kang Young Chul. Pasti dalam hati ia tengah memaki-maki Detektif Han karena mengganggu tidurnya, tapi tak berani untuk di ungkapkan. Sedangkan si pelaku utama, Detektif Han Tae Soo, malah bersikap masa bodoh seolah tak melakukan kesalahan apa pun.

Detektif Han kembali mengeluarkan perasaan marahnya dengan berteriak. “Arrgghhh, emosi terus jadinya kalau memikirkan si Killer sialan itu.”

“Sudah. Kenapa kau jadi semarah itu?” Agam menghampiri Detektif Han dengan dua gelas air di tangannya. Yang satu ia berikan pada Detektif Han, satunya lagi untuk dirinya sendiri. Akibat terlalu fokus pada kasus, ia sampai lupa untuk minum. “Kita pasti akan menangkap pelakunya.”

Detektif Han tak merespon apa pun. Ia hanya diam dan menghabisi minuman yang ada di tangannya dengan sekali tenggak. Sepertinya api kemarahan dalam dirinya lagi sedang membara-baranya.

Agam mengakui sih, bahwa kasus ini memang agak sedikit berbeda dengan yang lain. Kasus Killer kali ini, membawa dampak yang cukup besar bagi mental dan juga pikirannya. Untuk hari ini saja, begitu banyak hal-hal aneh yang secara tidak langsung mengingatkannya pada sosok Fahmi, adiknya. Mulai dari kondisi sebelum hilangnya Teddy, karakternya yang ceria dan menyenangkan, postur tubuh dan garis wajah, kesukaan pada hewan--semuanya begitu mirip dengan Fahmi. Bedanya hanyalah Fahmi mampu memperlakukan hewan-hewan yang dipegangnya dengan sangat baik.

Apa semua ini memang saling terkait?

Ah, entahlah. Kepalaku jadi pusing memikirkan semuanya.

“Oh ya, Detektif Han … bagaimana kalau rangkum semua bukti yang kita miliki sekarang? Ku pikir masih ada waktu untuk itu sebelum kita kembali ke rumah masing-masing.” Kata Agam menyarankan.

“Setuju, Seonbae!” jawab Detektif Han. Jiwa semangatnya sepertinya telah kembali.

Agam menaruh gelas minumannya di atas meja. Dia kemudian menggulung kedua lengan baju hingga siku, lalu berjalan ke arah whiteboard, dan menempelkan foto-foto korban di sana.

Agam juga menuliskan beberapa poin hasil temuan mereka di samping foto-foto tersebut, dan segala hal yang berkaitan dengan korban. Termasuk hasil investigasi mereka terhadap Lim Bok Su.

“Lim Bok Su ini sepertinya adalah sosok ayah yang tak pernah menyerah untuk mencari keberadaan anaknya. Meski pun Teddy Lim hanya anak adopsi mereka, tapi aku rasa usaha mereka selama ini patut diacungi jempol. Kau pasti memperhatikan betapa banyak poster-poster anak yang hilang di apartemen Lim Bok Su.” Agam memulai pembahasan kasus Teddy.

“Ya, kau benar, Seonbae. Dia bahkan sampai memasang spanduk.” Setuju Detektif Han.

“Loh? Bukannya Teddy Lim ini anak kandung mereka? Kenapa malah tiba-tiba berubah jadi anak adopsi?” Kang Young Chul rupanya sudah terjaga dari tidurnya, dan ikut memperhatikan penjelasan Agam. Dia agak sedikit terkejut ketika mendengar bahwa Teddy adalah anak angkat.

“Dia sudah memalsukan semuanya.” Kata Detektif Han.

“Hah? Maksudnya bagaimana, Kapten? Memalsukan semuanya?” Kang Young Chul masih belum paham.

“Terdengar sedikit kasar kalau kita mau bilang itu adalah pemalsuan data dan identitas. Jadi mari kita sebut saja bahwa ini adalah bukti cinta kasih seorang ibu saat melihat seorang anak berusia sembilan tahun, dengan wajah menggemaskan dan senyum ceria, nama sang anak akhirnya di masukkan ke dalam kartu keluarga sebagai anak kandung mereka,” ucap Agam, dan Kang Young Chul akhirnya mengangguk paham.

“Jadi informasi tentang anak itu di panti asuhan, sebelum bertemu dan diangkat jadi anak oleh keluarga Lim Bok Su bagaimana?” Kang Young Chul kembali bertanya.

“Ya, apa lagi? Semua data Teddy saat masih di panti asuhan, sudah di bumi hanguskan. Alias dihilangkan jejaknya. Tentunya dengan bantuan orang dalam, yang tak lain tak bukan adalah kerabat mereka sendiri.” jelas Detektif Han.

“Daebak!”

“Dan menurut keterangan dari Lim Bok Su, sebelum Teddy menghilang, gelagatnya sudah menunjukkan hal-hal yang aneh, di mana terkadang emosinya bisa tiba-tiba berubah menjadi sedih,” lanjut Agam. “Padahal dulunya dia adalah anak yang sangat ceria. Namun jika dilihat dari sikapnya dalam memperlakukan hewan seperti yang diceritakan oleh ayahnya, saya menduga bahwa Teddy ini memiliki kecenderungan untuk bertindak agresif.”

“Ya, aku juga sepemikiran denganmu, Seonbae. Mencabut sayap capung, menjahili kucing-kucing liar--seingatku dulu waktu kecil, aku tidak pernah melakukan itu semua. Yang paling sering kulakukan hanyalah bermain bola dengan teman-teman, pergi mencari ikan di sungai, dan belajar. Young Chul-ah, kau sendiri bagaimana?”

“Aku? Aku dulu jarang bermain dengan anak-anak seusiaku. Sebab ayahku selalu menyuruh untuk terus belajar dengan giat di dalam rumah.” Jawab Kang Young Chul.

“Wah, kau pasti sangat menderita saat itu,” komentar Detektif Han, memandang iba pada bawahannya itu.

Tapi Kang Young Chul malah menggeleng, “tidak juga. Soalnya waktu itu salah satu kamar yang ada di lantai dua rumahku, disewakan ke seorang dokter hewan. Orangnya sangat baik, dan mengajariku banyak hal. Tidak jarang juga aku sering membantunya merawat binatang-binatang peliharaan kliennya atau hewan liar yang dia temukan di jalan.” Jelasnya. “Jadi, meskipun di dalam rumah, aku tetap merasa tidak begitu kesepian.”

“Itu tandanya kau telah terselamatkan,” kata Agam, ikut berkomentar. “Sebab ciri-ciri umum seseorang bisa menjadi pembunuh berantai, adalah karena dulu semasa kecil ia memiliki kenangan yang sangat buruk dan menyakitkan. Mendapat kekerasan dan pelecehan dari keluarganya, menjadi korban perundungan, disiksa secara fisik dan mental, yang akhirnya semuanya membuat dirinya tertekan, lalu melampiaskan emosinya pada sesuatu yang dianggap lebih lemah darinya. Contohnya saja dengan hewan-hewan, seperti kucing, burung, tikus, capung--semuanya itu akan menjadi target kemarahan mereka. Kenapa? Karena mereka menganggap hewan-hewan itu tidak bisa bicara seperti manusia. Tidak punya kemampuan untuk melawan. Meskipun sakit, hewan-hewan itu akan tetap diam dalam kesakitannya.”

“Wah, mendengar penjelasan Seonbae, aku jadi teringat kembali dengan postingan viral si Killer brengsek itu. Maksudku, sial, kenapa begitu banyak orang orang jahat berkeliaran di luar sana?” geram Detektif Han.

“Sebab itulah detektif polisi seperti kalian dibentuk. Untuk menangkap dan memberantas mereka,” kata Agam. “Tidak ada kejahatan yang sempurna di dunia ini. Semua pasti ada celahnya. Dan untuk bagian itu adalah tugasku sebagai profiler.”

“Jadi, menurut Anda, Seonbae, kira-kira apa yang telah terjadi pada Teddy?” tanya Kang Young Chul.

“Hmm …,” Agam melipatkan kedua tangannya, memangku dada tanpa membusungkannya, “sementara ini aku belum yakin, ini hanya pemikiran sementara yang terlintas di pikiranku. Dan aku pikir, ini terlihat seperti dia telah diculik delapan tahun yang lalu.”

“Apa?” Tubuh Detektif Han menegak di kursinya, “Seonbae serius?”

“Keluarga mereka tidak memiliki atau terlibat masalah dengan siapa pun. Tidak ada yang menaruh dendam pada mereka. Lalu tiba-tiba anak itu yang dulunya sangat ceria, tiba-tiba berubah menjadi begitu depresi dan sedih. Dia bahkan berteriak terus menerus bahwa dirinya harus pergi ke suatu tempat tanpa menyebutkan alasannya. Aku menduga ada seseorang yang menekannya. Dan ku pikir, untuk sementara hal itu cukup memberikan kita sedikit petunjuk bahwa ini adalah kasus penculikan dan juga pembunuhan.”

Detektif Han dan juga Kang Young Chul hanya bisa terdiam.

***

Setelah hari yang cukup panjang dan melelahkan, Agam memutuskan untuk pulang ke rumah. Dia memerlukan waktu untuk memulihkan otaknya yang telah bekerja cukup keras hari ini. Sayangnya, kasus yang ia hadapi kali ini lumayan sulit untuk di tangani. Dan hal itu membuatnya secara tidak sadar memikirkan bahwa masih banyak hal yang belum ia pahami dari kasus Killer.

Sesuai dugaan, unggahan postingan Killer sebelumnya telah dihapus. Namun tetap saja, apa yang sudah diperlihatkan oleh Killer telah menyebar sangat cepat seperti api di internet. Dan seluruh media massa seolah kompak memanfaatkan kabar sensasional itu sebagai bahan topik utama pemberitaan mereka.

Jika sudah begini, maka target pertama mereka untuk mendapatkan highlight dari berita tersebut adalah …

Ting. Ting. Ting.

Rentetan suara notifikasi pesan dari ponsel Agam berbunyi nyaring. Agam hanya meliriknya saja tanpa berniat untuk membukanya.

[ Jeong dari Berita Tahunan ] Profesor Agam, tentang insiden ‘Killer’ terbaru …

[ Kim dari Korean Times ] Bisakah saya bicara dengan Anda, Profesor Zein …

[ DBS, Social Affairs Division ] Profesor Zein, kami ingin mengundang Anda dalam sebuah wawancara terkait kasus ‘Killer’ …

Dan masih banyak lagi, hingga ponselnya berdering di tengah kegaduhan notifikasi pesan yang masih belum menyerah untuk memenuhi kotak pesannya.

“Yeon Woo?”

Heo Yeon Woo, gadis keturunan korea asli yang sudah seperti adik bagi Agam dan juga Fahmi sejak mereka kecil.

Saat Fahmi menghilang, Yeon Woo yang tak bisa mengatasi perasaan sedihnya, memutuskan untuk pergi entah kemana. Tak ada kabar atau pun telepon mengenai keberadaan dirinya. Agam hanya bisa berpikir bahwa mungkin saat itu Yeon Woo memang harus pergi, meninggalkannya sendirian tanpa ada siapa pun yang bisa dijadikan pundak untuk bersandar.

Hingga beberapa tahun berlalu, Heo Yeon Woo akhirnya datang kembali dengan kondisi dirinya telah menjadi perempuan yang lebih tegar dan juga berani dari sebelumnya. Ia mulai bisa menerima keadaan, bahwa faktanya sampai saat ini, Fahmi belum ditemukan.

“Oppa! Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” tanyanya tiba-tiba dari seberang telepon.

“Oh … aku hanya sedang beristirahat saja sekarang. Ada apa?” Agam balik bertanya, dengan lembut.

“Omo, apakah aku sudah mengganggumu, Oppa? Mianhe, aku pikir kau mungkin akan begadang lagi, jadi aku berpikir untuk membawakanmu kopi selagi dalam perjalanan pulang,” kata Yeon Woo, ada sedikit perasaan tak enak dari kalimatnya yang dirasa cukup perhatian.

Ya, Agam sangat menghargai bentuk perhatian yang ditunjukkan Yeon Woo padanya. Agam menduga, dia pasti menebak bahwa rasa lelah yang dirasakan Agam hari ini adalah akibat dari insiden terbaru yang melibatkan Killer.

Betapa manisnya dia.

Well, kalau dipikir-pikir kembali, Agam memang merasa sangat lelah sekarang. Seluruh otot dan persendian di tubuhnya terasa kaku dan juga kebas. Minum minuman hangat di malam hari mungkin akan sedikit membantu.

“Tidak apa-apa danTerima kasih. Datanglah ke sini, dan akan kubungkuskan beberapa kimchi untuk kau bawa pulang nanti. Han memberiku terlalu banyak sampai aku sendiri tidak tahu harus ku apakan semua kimchi-kimchi itu.”

Terdengar suara tawa yang begitu renyah dari seberang sana. “Haha, oke! Aku akan segera ke sana.”

***

Sementara itu, di dalam sebuah lorong yang sunyi dan gelap, ada seorang pria yang tengah mengejar seseorang di tengah kegelapan.

Keduanya agak sulit terlihat sebab yang menerangi lorong kecil itu hanyalah sebuah lampu jalan yang sudah usang dan berkedip. Namun yang pasti pria si pengejar itu, mengejar orang di hadapannya dengan sebuah botol soju pecah di tangannya.

Hingga tak lama kemudian, sang pengejar berhasil meraih kerah baju orang di depannya dan menariknya dengan paksa. Pria itu membalikkan tubuh orang yang ia kejar, menghimpitnya di tembok, dan mulai mengancamnya dengan menodongkan ujung lancip dari pecahan botol soju yang dipegangnya.

“Itu kau, bukan? Kau yang melakukannya. Aku tahu itu memang kau yang melakukannya!” tuduhnya.

Namun yang dituduh hanya diam saja, dengan tatapan tajam yang menusuk. Membuat kemarahan pria tersebut semakin terpancing.

“Sialan kau!”

Pria setengah mabuk itu melayangkan botol sojunya ke arah orang yang di depannya, akan tetapi malah justru dirinya sendiri yang kena serang.

Pria tersebut mengerang sakit sembari memegang perutnya. Tangannya terasa basah dan juga lengket. Saat ia memeriksa tangannya, darah kental yang masih segar membasahi seluruh tangannya.

Botol soju yang dipegangnya terlepas dari tangan, begitu pun dengan dirinya yang langsung jatuh terkapar di tanah.

Tak merasa puas sampai di situ saja, orang itu malah menyerang si pria mabuk secara membabi buta. Tak ada yang bisa mendengar rintihan kesakitannya. Sebab, tak jauh dari lorong tersebut, suara musik dari bar-bar kecil yang ada di sekitarnya, terdengar begitu keras. Dan keadaan sang pria mabuk itu pada akhirnya berakhir tak sadarkan diri.

Orang itu tertawa sebentar, lalu bersiul mengamati si pria mabuk yang sudah tak bergerak. Ia mengangkat kedua kaki dari si pria mabuk, dan menyeretnya pergi.

“Sekarang … mana dari anggota tubuhmu yang harus aku potong terlebih dulu?”

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!