“Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku akan menolak?”
Jasmine mengangkat kedua bahunya, dan berkata, “entahlah. Sekedar asumsi saja. Dan tampaknya kalian berdua cukup dekat, ya? Han memberitahuku bahwa kau di sini, Agam.”
“Tidak juga. Kami hanya sekedar partner kerja,” kata Agam, klarifikasi. Sebab, dirinya memang tak pernah dekat atau akrab dengan siapa pun. Teman-teman yang benar-benar sangat dekat pun bisa dihitung dengan jari. Bagi Agam, tidak masalah memiliki satu atau dua teman yang bisa dipercaya, dibanding banyak teman namun berkepribadian ganda. Khusus untuk Detektif Han, dia terlalu ramah dan berisik untuk segala hal. “Tapi ngomong-ngomong, kenapa kau bisa datang ke sini bersamanya, Detektif Han?”
“Ketua Jang yang memintaku menjemputnya di bandara tadi,” jawabnya, yang seketika itu juga menimbulkan kerutan samar di kening Agam.
“Ketua Jang?” pancaran mata Agam seolah mengisyaratkan agar Detektif Han maupun Jasmine memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu, tapi keduanya sama-sama diam.
“Apapun itu, tujuan Ketua Jang pastilah baik. Yaitu agar kasus ini cepat terselesaikan,” sambung Detektif Han. “Lagipula, aku sendiri pun juga tidak mempermasalahkan kalau Profesor Jasmine ada di sini bersama kita. Selain terkenal, Profesor Jasmine juga memancarkan pesona di balik senyumannya yang cantik. Dan asal Seonbae tahu, saya sepertinya langsung jatuh cinta saat melihat Profesor Jasmine di TV.”
Mata Detektif Han nampak berbinar-binar. Ia begitu bersemangat dengan kehadiran Jasmine. Bahkan tak sungkan-sungkan mengutarakan perasaannya, yang sebenarnya membuat Agam sedikit jijik saat mendengarnya. Benar-benar tidak tahu malu. Dan betapa kasihannya, Jasmine hanya bisa memasang senyum canggungnya menghadapi segala omong kosong yang keluar dari mulut Detektif Han.
Apa dia selalu melakukan hal ini pada setiap orang yang baru dijumpainya?
Semoga saja Detektif Han juga tidak mengatakan hal-hal yang aneh tentang dirinya di hadapan Jasmine. Agam sudah cukup merasa malu akan tindakan Detektif Han.
“Ah, dan aku juga sangat merindukanmu, Seonbae!”
Gedubrak!
Anak ini memang tak bisa mengontrol ucapannya. Apapun yang terlintas di otaknya, langsung diucapkan tanpa memikirkan efek dari ucapannya terlebih dulu.
“Jangan marah hanya karena aku menyebut Profesor Jasmine di sini.” lanjut Detektif Han lagi, dengan senyuman tengilnya.
Andaikan di ruangan itu hanya ada mereka berdua saja, dan tidak ada Jasmine, mungkin Agam akan menimpuk mulut jahil Detektif Han dengan buku pedoman **‘How To Catch a Criminal**’ yang super tebal itu, agar berhenti mengucapkan hal-hal aneh yang bisa membuat orang-orang salah paham mendengarnya.
Sabar, Agam. Jangan terpancing emosi.
“Astaga! Sudah kuduga kalau kalian berdua ini memanglah teman yang sangat dekat. Aku tidak pernah loh, melihat seseorang yang bisa bicara seperti itu pada Agam. Aku bahkan tidak pernah melihatnya begitu fleksibel dengan siapa pun, terkecuali dengan orang itu, Heo Yeon Woo.” timpal Jasmine, yang sepertinya sengaja ingin ikut dalam permainan Detektif Han, untuk menggodanya.
“Ya ampun, Seonbae!” Detektif Han berpura-pura terkejut dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. “Jadi kau punya seseorang yang lebih penting dariku? Dan siapa Heo Yeon Woo ini? Apa dia cantik? Ayo, katakan!”
Agam melengos lelah. Baik Detektif Han atau pun Jasmine, keduanya benar-benar cocok satu sama lain. Sebelum keduanya semakin bicara hal-hal yang tidak jelas, Agam memutuskan untuk kembali membicarakan inti permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini.
“Apa kau sudah mendapatkan file dari kasus ini, Jasmine?” tanya Agam.
Jasmine mengangguk. “Ya, aku sudah memiliki beberapa hal yang aku butuhkan sekarang. Aku bahkan juga sudah mendengar deduksimu barusan. Jadi, Agam, apa menurutmu kasus ini memiliki tanda-tanda ke arah pembunuhan berantai?
“Aku tetap berharap bahwa kasus yang kita punya sekarang bukanlah kasus pembunuhan berantai. Tapi biar bagaimana pun aku memikirkannya, kemungkinan ke arah situ terus saja menggangguku. Tubuhnya rusak secara mengerikan, tetapi bisa dipastikan apa yang dilakukan pelaku bukanlah hal pertama baginya. Kemudian surat itu … usai membaca dan menganalisanya berulang kali, satu-satunya teori yang dapat aku simpulkan adalah ….”
“Pembunuhan berantai,” kata Jasmine, memotong penjelasan Agam. “Itu berarti kita harus menangkap pria ini sebelum dia membunuh lagi.”
“Permasalahannya adalah kita masih belum memiliki gambaran yang jelas tentang bagaimana ciri-ciri dan penampilan pria tersebut. Semuanya terlihat samar dan abu-abu.
“Sama seperti yang telah kau sadari, Agam. Jika ini adalah pembunuhan berantai, maka yang perlu kita lakukan adalah melakukan segala cara yang kita bisa selama ‘periode tenang’ pelaku.” Saran Jasmine.
“Periode tenang?” ulang Detektif Han, tidak mengerti dengan kalimat tersebut.
“Maksudnya adalah jeda waktu yang dimiliki oleh si pelaku usai melakukan pembunuhan. Biasanya rentang waktunya ada yang beberapa bulan, sebulan, seminggu, bahkan hanya berselang sehari sebelum pembunuhan selanjutnya terjadi.” Jelas Agam. “Dan itu adalah waktu yang paling riskan bagi kami maupun pihak kepolisian untuk segera mengungkap identitas pelaku dan menangkapnya.”
“Seolah kita seperti sedang berlari dalam lomba yang tak tahu kapan dan di mana semuanya akan berakhir,” kata Jasmine.
“Hmm …,” Detektif Han terdiam sebentar sembari memegang dagunya, mencoba memikirkan sesuatu. “Bagaimana kalau kita kembali bicara dengan ayah korban? Surat yang kita temukan. Kita bisa mempertanyakan hal itu.”
Giliran Agam yang terdiam, memikirkan ide Detektif Han. Meski rasanya agak sedikit sungkan, mengingat waktu itu Lim Bok Su agak tersinggung dengan pertanyaan yang Agam ajukan, tapi tak ada pilihan lain yang lebih baik dari pada ide Detektif Han. Lagi pula dirinya juga memiliki banyak pertanyaan sebagai perbandingan dari semua hasil laporan yang ia baca hari ini, sekaligus mempertanyakan perihal bekas luka bakar yang didapatkan Teddy.
“Kau benar. Ayo lakukan itu,” Agam setuju.
“Bagus. Mari kita pergi sekarang, kalau begitu.” sahut Jasmine.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, dengan Detektif Han sebagai pengemudi nya, Agam duduk di kursi penumpang yang berada di depan, dan Jasmine di belakang, mereka bertiga akhirnya tiba di gedung apartemen, tempat tinggal Lim Bok Su. Dan ini adalah kali kedua bagi Agam dan juga Detektif Han untuk berkunjung ke rumah Lim Bok Su yang berada di lantai dua. Tepatnya di kamar 403.
Ting Tong.
“Permisi! Apa ada orang di dalam?” seru Agam, seraya mengetok pelan pintu rumah dan menekan bel secara bergantian. “Permisi! Tuan Lim Bok Su! Apa Anda ada di dalam?”
Ting Tong.
Tok Tok Tok …
Tak lama berselang terdengar suara seseorang membuka kunci dari dalam dan pintu terbuka sedikit. Kepala Lim Bok Su muncul dari celah pintu, mengintip keluar.
“Ada perlu apa lagi?” tanya Lim Bok Su, yang seolah sudah malas berhadapan dengan orang-orang dari departemen kepolisian.
Jasmine memposisikan dirinya di hadapan Lim Bok Su dan memberi salam dengan membungkukkan separuh badannya.
“Anyeonghaseyo! Maaf mengganggu waktu Anda, Lim Bok Su-ssi. Nama saya Jasmine. Kami bertiga datang ke sini karena ada sesuatu yang ingin kami sampaikan.” Salam Jasmine.
Posisi pintu yang tadinya hanya terbuka sedikit saja, akhirnya dibuka lebar-lebar oleh Lim Bok Su.
“Apa yang ingin kalian sampaikan? Bukankah waktu kedatangan kalian berdua waktu itu, sudah menjelaskan semuanya pada saya?” kata Lim Bok Su, sedikit skeptis.
“Kami menemukan sesuatu dari tubuh putra Anda,” ungkap Jasmine.
“Oh ya? Apa itu?”
Jasmine kemudian menjelaskan secara terperinci mengenai penemuan sebuah surat yang ditemukan di dalam rektum korban. Lim Bok Su yang mendengar hal itu tampak sedikit goyah dan juga terkejut, namun masih bisa mengendalikan dirinya. Dia sepertinya mulai bisa menerima kematian anaknya dengan lapang.
“Jadi, itu sebabnya kalian datang ke sini karena membutuhkan sesuatu yang ditulis anakku?” duga Lim Bok Su.
“Benar. Sekaligus izinkan saya untuk mengajukan beberapa pertanyaan singkat terlebih dulu,” ucap Detektif Han.
Lim Bok Su mengangguk. “Tentu saja. Silahkan.”
“Mengenai surat yang kami temukan di tubuh putra Anda, apakah Anda mengingat sesuatu atau seseorang yang mungkin Anda kenal dan berhubungan dengan surat itu?”
Lim Bok Su berpikir sebentar. “Hmm … saat ini belum ada yang terpikirkan dibenak saya. Tapi saya pasti akan memberitahu pada Anda, segera setelah saya mengetahuinya.”
“Lalu apa Anda tahu tentang tanda bekas luka bakar di dekat tulang ekor Teddy?” tanya Agam.
Di sini Lim Bok Su kembali terkejut. “Apa? Anak saya punya bekas luka bakar?” ia kemudian menggeleng cepat, “tidak. Anak saya tidak punya luka bakar. Jika punya, saya pasti menambahkan informasi tersebut di dalam poster yang saya buat, agar memudahkan anak saya ditemukan.”
Berdasarkan hasil laporan otopsi, bekas luka bakar Teddy diperkirakan berusia lima tahun. Yang itu berarti, Teddy baru mendapatkan luka itu, tiga tahun setelah kehilangannya.
“Anda bilang bahwa Teddy di adopsi. Apakah Anda masih mengingat di panti asuhan mana dia berasal?” Agam melanjutkan pertanyaannya.
“Itu adalah sebuah tempat bernama Panti Asuhan Harapan.” Jawab Lim Bok Su, membuat Agam berpikir bahwa ada kemungkinan si pelaku menargetkan anak-anak yatim piatu. Tapi segera ia tepis pikiran itu, karena ia tak ingin buru-buru menarik kesimpulan. “Alamatnya kalau tidak salah di Jinnyangho-ro 145beon-gil, Gyeongsangnam-do.”
“Jinnyang, Gyeongsang?” ulang Agam, agak tersentak.
Jinnyang adalah kampung halaman Agam dulu sewaktu dirinya masih kecil. Begitu menginjak bangku SMP, ayahnya di pindah tugaskan ke Seoul. Otomatis Agam beserta ibu dan adiknya ikut pindah bersama sang ayah. Tapi seingat Agam, dulu di sana tak pernah ada panti asuhan. Apa mungkin baru di bangun?
“Saya dan istri saya sempat tinggal di daerah itu untuk keperluan pekerjaan,” Lim Bok Su kembali melanjutkan ceritanya. “Waktu itu istri saya adalah seorang relawan di panti asuhan itu. Istri saya kemudian bercerita bahwa dia melihat seorang anak laki-laki yang begitu menarik perhatiannya. Karena penasaran, sebelum berangkat kerja, saya ikut bersama istri untuk mengunjungi panti asuhan itu. Saya ingin melihatnya. Dan saya akui, saya pun merasa tidak bisa tidak memperhatikan anak itu. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat kami berdua langsung menyayanginya. Terlebih lagi, istri saya baru keguguran dan saya pernah menjanjikannya untuk mengadopsi anak.
Awalnya kami sempat ragu. Karena pihak pengurus panti memberitahu kalau anak itu sudah berusia sembilan tahun. Terlalu riskan untuk bisa di adopsi. Bahkan hampir mendekati tidak bisa. Lalu kami berdua pun berdiskusi dan melakukan negosiasi dengan pihak pengurus panti … dibantu oleh kerabat dari istri saya … dan akhirnya kami pun berhasil mengadopsinya.”
Agam manggut-manggut mendengar penuturan panjang dari Lim Bok Su. Dia sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Yang tertinggal hanyalah melakukan pencarian lebih lanjut mengenai Panti Asuhan Harapan, dengan mendatangi tempatnya secara langsung. Barangkali saja, Agam bisa menemukan petunjuk lain setelah memeriksanya di sana.
“Sepertinya itu saja yang ingin saya tanyakan, Lim Bok Su-ssi. Terima kasih atas kerjasamanya.” kata Agam kemudian.
“Jika Anda mengingat sesuatu lagi mengenai pertanyaan kami, tolong hubungi kami segera. Saya sudah meninggalkan nomor saya waktu itu pada Anda.” ucap Detektif Han.
Lim Bok Su mengangguk sungkan. “Baik, akan saya lakukan.”
Agam, Detektif Han dan juga Jasmine akhirnya berpamitan. Ketiganya berjalan menjauh dari kediaman Lim Bok Su, dan meninggalkan gedung apartemen.
Karena hari sudah menjelang malam, maka baik Agam, Detektif Han, maupun Jasmine, ketiganya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dan mengistirahatkan sejenak otak serta fisik mereka yang telah bekerja keras. Masih ada waktu untuk menemukan petunjuk baru lainnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Adam zaheer
lanjutkan Thor!
2024-04-03
0