“Astaga, jadi ini benar sungguhan? Aku pikir kau hanya bercanda saja, Oppa,” Yeon Woo tak menyangka bahwa Agam benar-benar menepati janjinya untuk mengajaknya makan malam. Meskipun tempatnya cukup dekat dari kafe yang dikelolanya, tapi tetap saja bagi Yeon Woo itu seperti mendapatkan kupon jackpot. Sangat langka. “Haruskah kita memesan anggur?”
Restoran yang didatangi Agam dan Yeon Woo bisa di bilang tidak begitu besar. Tapi cukup berkelas untuk ukuran mahasiswa level menengah ke atas. Bahkan tak jarang juga beberapa dosen ataupun staff kampus datang ke restoran tersebut, untuk sekedar menghilangkan penat, setelah seharian berjibaku dengan buku dan anak-anak mahasiswa mereka.
“Bagaimana kalau kita coba steaknya? Aku dengar steak di sini lumayan enak,” ucap Yeon Woo, selagi fokus menatap buku menu di hadapannya. “Oh iya, kau suka makanan laut, ya? Aku hampir lupa.”
Agam tertawa kecil. “Pesan saja semua yang kau inginkan.”
“Benarkah?” mata Yeon Woo membulat lebar, dan bersinar layaknya anak kecil yang kegirangan setelah diberikan es krim.
Agam mengangguk. Dan Yeon Woo bersorak pelan atas hal itu. Sungguh sangat lucu sekali. Melihat hal itu, membuat Agam yang tadinya masih kelelahan karena kasus yang ia tangani belakangan ini … padahal ia sudah tidur seharian sampai puas … merasa bahwa level ketegangannya secara perlahan memudar hingga ke titik nol.
“Astaga, Oppa! Ada saus di bajumu,” kata Yeon Woo, sesaat setelah semua makanan dan minuman yang dipesan datang. Agam sepertinya tidak menyadarinya saat hendak mencicipi sedikit makanan berkuah yang ada di hadapannya.
Agam hendak menyeka noda saos di bajunya dengan tisu, namun Yeon Woo sudah lebih dulu membungkukkan badannya dan membersihkan kerah baju Agam dengan tisu basah yang sering dibawanya.
“Terima kasih,” kata Agam.
Yeon Woo tersenyum. “Jadi … bagaimana dengan kasus yang kau tangani saat ini. Oppa?”
Yeon Woo sebenarnya hanya sekedar bertanya agar bisa mencairkan suasana. Namun saat menangkap gurat serius di wajah Agam, Yeon Woo menganggap bahwa Agam sepertinya merasa sedikit risih dan juga lelah untuk membahas kasus saat ini. Jadi, Yeon Woo memutuskan untuk segera mengalihkan topik pembicaraannya.
“Tidak perlu merasa seperti itu denganku. Kau bebas membicarakan apa saja.” Kata Agam, meyakinkan Yeon Woo bahwa dirinya baik-baik saja. Hanya sedikit kepikiran saja tentang apa yang diucapkan oleh Jo Yosef di ruang interogasi.
“Sesuai keinginanmu,” sahut Yeon Woo, lalu menyantap makanannya dengan perasaan gembira.
“Emmm … Yeon Woo-ya …,” panggil Agam dengan lembut.
“Ya?”
“Kalau dipikir-pikir, panti asuhan tempatmu berada ketika kau masih kecil … itu adalah Panti Asuhan Harapan, bukan? Jo Yosef … maksudku, pelakunya sepertinya mengenalmu.” Ujar Agam, menyampaikan apa yang menjadi sumber kegelisahannya sejak pagi. Ia menatap wajah Yeon Woo lekat-lekat, menantikan ekspresi seperti apa yang akan muncul. Kecewa? Marah? Atau benci?
Tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Tak ada perubahan berarti dari wajah Yeon Woo. Ia masih nampak santai dan gembira menyantap makanannya. Tak ada ekspresi kaget atau heran. “Ya, itu benar. Panti Asuhan Harapan,” jawab Yeon Woo, sembari mengiris tipis-tipis daging steaknya. “Waktu itu aku mengira sedang berhalusinasi karena merasa pernah mendengar suara pria berhelm itu. Dan ternyata itu Yosef.”
Dari nada bicaranya, Agam menduga bahwa Yeon Woo pun sebenarnya juga tak menyadari kalau pria berhelm kemarin adalah Yosef. Mungkin sebaiknya Agam ganti topik yang lain.
“Kurasa aku seharusnya tidak mengungkit hal ini. Maaf,” sesal Agam, merasa tak enak hati. “Panti asuhan bukanlah sesuatu yang bisa dibicarakan dengan mudah. Dan aku tahu, kau pun tidak ingin membahasnya. Sekali lagi maaf.”
Yeon Woo menggelengkan kepalanya dan tersenyum. “Tidak. Tidak seperti itu,” sanggahnya, menyeringai santai. “Astaga, kau ini masih saja sama seperti dulu, Oppa. Terlalu kaku. Santai saja sedikit. Oke?”
Agam otomatis menggaruk pucuk hidungnya yang tak gatal, akibat salah tingkah. “Maaf.”
“Tidak masalah. Aku mengerti bahwa kau sebenarnya masih kepikiran dengan kasus yang kemarin, meski pelakunya sudah ditangkap, ‘kan?” Tebak Yeon Woo.
Agam mengangkat bahu dan menghela napas. Ia ketahuan sekarang. Yeon Woo benar-benar bisa membaca pikirannya.
Yeon Woo meletakkan sendoknya, dan menatap lurus ke arah Agam. “Katakan padaku, apa yang membuatmu begitu sangat terganggu sampai sekarang?”
“Yah, seperti yang kau tahu, ada banyak pendapat mengenai kasus ini, dan semuanya berbeda-beda. Beberapa orang senang bahwa akhirnya pelaku pembunuhan berantai telah tertangkap. Namun di sisi lain, tak sedikit juga dari mereka yang mengatakan kalau para korban itu sangat pantas mendapatkannya.” Jelas Agam.
“Jadi itu yang kau pikirkan? Sampai membuatmu begitu galau seperti ini?” Ledek Yeon Woo. “Kalau menurutku, pelaku kekerasan terhadap hewan ini sangat sulit untuk diterima di kalangan orang normal. Jadi, tidak mengherankan jika orang-orang berpikir seperti itu.”
Sejujurnya reaksi Yeon Woo agak sedikit mengejutkan. Tapi bagi Agam, itu adalah salah satu pemikiran baru dari kacamata orang netral. Tak banyak seperti Yeon Woo yang punya pemikiran tidak berat sebelah dalam memandang suatu permasalahan. Dan sungguh, hal itu cukup menyegarkan pikiran Agam yang terasa buntu.
Merasa sudah cukup membahas kasus pembunuhan berantai di saat keduanya lagi makan malam, baik Agam ataupun Yeon Woo memutuskan untuk tidak membicarakan hal itu lagi. Mereka ingin menikmati waktu makan malam itu dengan menyantap makanan lezat, menikmati anggur, dan membicarakan hal-hal kecil nan remeh yang memancing gelak tawa dari keduanya.
Hingga tanpa terasa waktu pun berlalu begitu cepat di tengah alunan musik jazz yang lembut bercampur aroma anggur di udara.
“Sepertinya kita sudah harus pulang, Oppa,” kata Yeon Woo, menyadari bahwa hari sudah terlalu malam.
Agam mengecek jam di ponselnya. Sudah hampir jam sepuluh malam. Pantas saja suasana restorannya sudah mulai sepi akan pengunjung. Hanya tertinggal mereka berdua dengan beberapa pengunjung lain, yang tampaknya juga sedang bersiap untuk meninggalkan restoran.
“Aku akan mengantarmu pulang. Pastikan tidak ada barang yang tertinggal,” Agam mengingatkan, dibalas dengan anggukan kecil dari Yeon Woo. “Permisi!”
Agam memanggil salah satu pelayan yang saat itu tengah sibuk membereskan piring-piring dan gelas bekas dari pengunjung restoran. Agam berniat untuk meminta bill, membayar semua makanan dan minuman yang di pesan, dan bersiap untuk pulang.
Namun, saat Agam akan melangkahkan kakinya keluar dari restoran, sebuah pesan notifikasi muncul di layar ponselnya. Yang mana isinya adalah pemberitahuan mengenai sebuah postingan baru dari akun yang sama, telah di unggah malam itu juga. Agam yang melihat hal itu, seketika membeku di tempat saat membaca tajuk utama dari postingan tersebut.
New Post!
[Pembunuhan Belum Berakhir]
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Adam zaheer
Agam ma yeon woo pacaran ya?
2024-04-03
0
haku gaming
wah... ada apa nih? jgn2 salah orang
2024-03-31
0