Agam tidak menggubris pertanyaan Shin Hye Ra. Matanya masih terpaku pada layar ponselnya. Di sana ada postingan baru dari ‘Killer’ dengan judul yang mengerikan.
A New Post!
[ Bagaimana Caranya Membunuh Manusia ]
Baik Agam maupun Shin Hye Ra, keduanya terdiam di tempat. Tak mampu berkata apa-apa untuk menanggapi judul dari postingan tersebut. Yang kemarin saja sudah sangat menghebohkan dan memancing kemarahan dari beberapa komunitas. Sekarang orang ini memang nampak sengaja ingin memancing huru-hara di tengah-tengah masyarakat.
Agam meneguk salivanya. Ia dilanda dilema. Otaknya sedang berpikir keras, antara segera membuka postingan tersebut dan melihat isi dari kontennya, ataukah dia abaikan saja? Tangannya bahkan sedikit gemetar tadi saat memperlihatkannya pada Shin Hye Ra, yang juga sama terkejutnya.
Tapi karena Agam adalah seorang profiler kriminal, rasa ingin tahunya terhadap motif yang sebenarnya dibalik pembuatan konten dark semacam ini, jauh lebih besar. Jadi meski berat, ia akhirnya dengan cepat membuka postingan tersebut.
Rupanya ada beberapa video dan juga foto yang diunggah. Agam memilih untuk melihat foto-foto tersebut lebih dulu. Awalnya terlihat biasa saja. Hanya tangkapan gambar dari pemandangan gunung dan pepohonan yang di ambil dari berbagai angle. Hingga saat jemari Agam menggulir jemarinya ke slide foto yang terakhir, betapa syoknya dia ketika mendapati ada tubuh seorang pria dalam kondisi telanjang di foto itu, penuh luka lebam dan tusukan--terbaring kaku di atas tanah yang penuh dengan bebatuan kecil seperti kerikil.
“Aarrghh!” Shin Hye Ra spontan memekik, kaget. Ia menjauh dari Agam sembari menutup kedua matanya, tak sanggup melihat pemandangan mengerikan itu.
Rahang Agam mengeras. “Gaesaekkiya…,” geramnya, mengumpat. Siapapun yang menggunggah postingan tersebut, bukanlah manusia. Tapi monster. Tahap kejiwaannya sepertinya sudah berada di tingkat yang sangat parah dan juga membahayakan. Orang bernama ‘Killer’ ini harus segera di tangkap.
Kedua netra Agam masih belum lepas dari foto tersebut. Ia sedang mempelajarinya diam-diam.
‘Tunggu ….’
Agam memperbesar layar ponselnya agar bisa melihat dengan jelas wajah dari laki-laki yang ada di foto tersebut. Entah mengapa Agam merasa begitu familiar dengan wajah itu.
Apa jangan-jangan …
Buru-buru Agam meraih dompet dari dalam sakunya dan mengeluarkan selembar foto polaroid ukuran 2R yang sudah sangat usang.
Dalam foto itu, ada dua anak laki-laki sedang tersenyum bahagia dengan latar belakang pemandangan yang sangat cerah. Dan salah satu dari kedua laki-laki itu adalah Agam. Sementara yang satunya lagi, adalah Fahmi. Adik kandung Agam, yang hilang di musim panas sepuluh tahun yang lalu.
“Tidak …,” Agam menggumam pada dirinya sendiri. “Ini tidak mungkin ….”
Almarhumah ibunya, Yoon Mi Ra, mewariskan warna rambut coklat dan mata yang terang pada Fahmi dan juga Adam. Yang membedakan hanyalah senyumannya. Jika Agam nampak seperti hasil fotokopian dari ibunya--hingga banyak yang tidak percaya bahwa dirinya memiliki darah Indonesia--maka Fahmi adalah hasil perpaduan dari gen orang tuanya. Ia memiliki senyuman dan tawa yang sama seperti ayahnya, Ahmad Al Faqih. Begitu cerah hingga mampu memenangkan hati siapa pun yang melihatnya.
Agam menggeleng pelan. Menolak keras bahwa wajah adiknya memiliki kesamaan dengan wajah korban yang ada dalam postingan tersebut. “Dia pasti bukan Fahmi ….”
“Profesor Agam?” Shin Hye Ra yang sepertinya menyadari kelinglungan serta kecemasan yang tergambar jelas di wajah Agam, menepuk pelan bahunya.
“Ah? Ya?” Agam tersentak, saat namanya dipanggil.
“Anda tidak apa-apa? Wajah Anda terlihat sangat pucat. Anda juga berkeringat.”
“Eh, benarkah?” Agam menyeka dahinya. Ia memang benar-benar berkeringat sangat banyak. “Maaf, tadi aku hanya melamun. Aku ….”
Belum sempat Agam menyelesaikan kalimatnya, ponsel yang ada di tangannya berdering nyaring. Tertera nama ‘Detektif Han’ di layar ponselnya.
“Ya, Detektif Han?” sahut Agam, usai menggeser tombol jawab pada panggilan teleponnya.
“Profesor Agam! Maaf, karena aku harus mengganggu waktumu sebentar. Tapi kita memiliki kasus yang sangat serius kali ini. Dan ini sangat mendesak. Aku akan mengirimkan alamatnya melalui pesan. Jadi, aku harap kau bisa datang ke sini secepat yang kau bisa! Ini adalah kasus pembunuhan, dan kita tidak punya banyak waktu!”
Tut.
Astaga. Seperti biasa, laki-laki bernama Han Tae Su itu sama sekali tidak punya sopan santun. Selalu saja seenaknya bicara dan kemudian mengakhiri panggilan teleponnya, tanpa pernah memberikan kesempatan pada Agam untuk bicara. Dan karena kebiasaannya itu jugalah, yang membuat Agam secara terpaksa menyanggupi panggilannya tiap kali ada masalah.
Akan tetapi, bukankah ini sebuah kebetulan yang luar biasa? Agam baru saja melihat postingan seorang mayat di ponselnya, lalu tak lama berselang Detektif Han menelepon dan memberitahu bahwa mereka sedang terlibat kasus pembunuhan. Apa mungkin keduanya saling terkait?
‘Aku harus memastikannya.’ pikir Agam, yang secara tidak sadar dan sudah jadi kebiasaannya menggigit bibir bawahnya ketika sedang memikirkan sesuatu. Hingga kemudian ia menangkap wajah kekhawatiran Shin Hye Ra yang sedang menatapnya.
“Ah, maaf Nona Shin. Sepertinya aku harus pergi. Ada sesuatu yang mendesak sedang terjadi. Berhati-hatilah saat di perjalanan pulang.”
“Tentu, Profesor. Tapi, kalau boleh tahu, apa sedang terjadi sesuatu yang sangat buruk?”
“Mmm …,” Agam mengaruk pelipisnya sejenak, ragu untuk memberitahu pada Shin Hye Ra. Tapi karena dia sudah lama jadi asisten pengajar di mata kuliahnya, dia pasti akan menganggap hal seperti ini adalah hal lumrah yang bisa saja terjadi kapan pun dan di mana pun. “Aku tidak tahu apa ini masuk dalam kategori buruk atau sangat buruk. Tapi yang jelas, aku mendapatkan laporan dari Detektif Han bahwa mereka sedang terlibat dengan kasus pembunuhan. Jadi, aku benar-benar minta maaf, karena aku harus segera pergi.”
“Ya ampun, jadi itu memang benar,” Shin Hye Ra menutup mulutnya dengan jemarinya. “Kalau begitu pergilah, Prof. Saya yang harusnya minta maaf karena sudah menyita banyak waktu Anda. Hati-hati di jalan, Prof.”
Agam mengangguk. Dan ia pun beranjak dari hadapan Shin Hye Ra menuju mobilnya yang berada di parkiran. Lalu dengan gerakan cepat, Agam membawa laju mobilnya menuju alamat yang telah dikirimkan oleh Detektif Han.
***
Mobil Agam berhenti di sebuah area kaki gunung yang memiliki medan terjal nan berkerikil untuk dilalui. Di depan sudah ada beberapa mobil polisi dan juga ambulans yang sepertinya telah tiba lebih dulu beberapa jam yang lalu.
Agam yang sudah keluar dari mobilnya, memilih untuk tak langsung menghampiri tempat kejadian. Ia berdiri diam sejenak sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tempatnya memang lumayan bagus untuk melakukan tindak kriminal.
“Profesor Adam? Kau sudah di sini?”
Seorang laki-laki muda berusia di atas tiga puluhan, bertubuh jangkung dengan sedikit otot dan bahu yang lebar, melangkah lebar ke arah Agam yang masih setia dengan posisinya sejak ia datang. Dialah yang menelpon Agam tadi. Detektif Han Tae Su.
“Aku sudah menunggu dari tadi.”
“Ada sedikit kemacetan di jalan tadi. Maaf.” Ucap Agam, yang diam-diam melangkah sedikit menjauh dari Detektif Han. Ia agak sedikit risih sekaligus kesal sebenarnya, jika dirinya harus berdiri berdampingan dengan laki-laki jangkung itu. Tinggi badan Detektif Han adalah 190 cm. Sedangkan dirinya hanya 178 cm. Belum lagi dengan otot-otot besar di bahu dan lengannya itu. Agam merasa jadi seperti anak kecil jika berada di dekatnya. Padahal dirinya lebih tua lima tahun dari Detektif Han.
‘Pertumbuhan anak muda jaman sekarang seperti monster.’ Yah, setidaknya itulah yang selalu terlintas di benak Agam tiap kali melihat Detektif Han.
“Jadi, di mana mayatnya?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments