"Eh, eh. Sarah... loe mau ke mana? Tempat duduk kita di sana," Seru Mela, kala Salma bingung mencari tempat duduknya. Mela menatap fokus ke arah sahabatnya. Ada sesuatu yang berbeda tetapi entah apa.
"Oh iya, kenapa gue pikun? Hahaha..." Salma pun segera bergabung dengan Mela yang masih bingung melihat tingkahnya.
Pura-pura akrab dengan Mela itulah salah satu cara Salma untuk menyempurnakan penyamaran. Ia memukul pundak Mela dengan ransel yang baru dia lepaskan dari gendongan.
Mela meringis mengusap pundaknya, bola matanya berputar ke mana Salma bergerak. "Loe sono woi..." Seru Mela, gantian menepuk bokong Salma yang tengah nungging memasukkan tas ke dalam laci.
"Sama saja, elah..." Salma mengangkat kepala.
"Jangan gitu dong Sar, nanti gue nggak bisa nyontek loe, keles..." jujur Mela, terkikik.
"Jadi loe nggak bisa matematika?" Mata Salma mengecil ke arah Mela. Jika sahabat barunya bodoh seperti dirinya sama saja bunuh diri. Ingatannya kembali kepada Hani teman sebangku di sekolah Negri Pertiwi yang saat ini mungkin sudah duduk dengan Sarah. Walaupun tidak pintar-pintar amat, tetapi Hani tidak bodoh sepertinya, tidak jarang Salma tanya-tanya sama dia.
"Loe ini bagaimana Sar? Masa lupa sama gue," Mela semakin bingung.
"Dahlah, kita cari minuman yuk," Salma menarik tangan Mela ke luar kelas. Makan omled tadi rasanya masih di tenggorokan karena belum minum.
****************
Motor Matic belok kanan dari arah jalan raya masuk melalui pintu gerbang. Motor tersebut melambat, kala satpam yang berjaga di pintu sekolah mengarahkan ke tempat parkir yang masih kosong.
"Terimakasih Pak," Uang 10 ribu dia tarik dari dompet memberikan kepada satpam.
"Sama-sama" Satpam meneliti uang 10 ribu di tangan. Lalu memalingkan mata ke arah siswi yang tengah parkir motor.
"Kamu Salma bukan?" Satpam tidak percaya, jika Salma memberi uang kepadanya.
"Iya Pak, permisi," Sarah mengangguk sopan sebelum pergi meninggalkan satpam yang masih tercengang melihat perubahan Salma yang tiba-tiba alim.
"Salma, pulang sekolah kita nongkrong ya"
"Nanti malam kita nonton bareng ya..."
"Enak saja, nanti malam Salma harus main game di mall sama gue! Iya kan Salma?"
Tiga pria tengil menyejajari langkah Sarah yang hanya membisu. "Jadi begini kegiatan Salma setiap hari?" Batin Sarah. Lalu mencari alasan yang tepat untuk menolak ajakan teman-teman sekolahnya.
"Maaf ya, aku mau ke toilet dulu," tolak Sarah halus. Dia berjalan mundur, memandangi tiga pria yang hanya saling pandang. Mungkin saja mereka bingung dengan sikap Salma. Kesempatan itu Sarah gunakan untuk mempercepat langkahnya.
"Ya Allah... akhirnya bebas," Ia bergumam. Lalu berjalan anggun melalui koridor. Sepanjang lorong yang dia lelwati siswa siswi masih duduk di kursi kayu sambil ngobrol dengan bahasa konyol khas anak-anak sekolah.
"Itu Salma bukan sih?" Beberapa siswa tidak yakin jika yang dia lihat adalah Salma. Untuk menghilangkan penasaran pria wanit yang memang satu kelas dengan Sarah menghentikan langkah Sarah.
"Hai..." Sarah tersenyum ke arah 6 pria dan wanita yang menatapnya intens. Rata-rata mulut mereka sedikit terbuka. Kagum melihat wajah cantik yang dia kira Salma.
"Permisi... saya ke kelas dulu ya" Ucapnya lembut. Mereka pun berdecak kagum memandangi Sarah dari belakang.
"Kok Salma beda banget, sih?"
"Wajar lah, dia kan anak orang kaya, ke salon dong. Jika ada uang... wajah kita juga bisa kita sulap menjadi kinclong,"
"Kalau masalah itu gue percaya, tapi tutur katanya itu loh. Kita tahu, bahkan satu kelas juga tahu kalau Salma itu cewek tengil. Masa... dalam hitungan jam berubah,"
Begitulah Sarah yang masih mendengar obrolan teman-teman di belakang. Tetapi pura-pura tidak tahu. Memilih nengok kanan kiri mencari kelasnya.
Tidak sulit bagi Sarah untuk menemukan ruangan tersebut karena sudah ditunjukkan oleh Salma. "Bismillah... lancarkan ya Allah..." Doa Sarah.
Di dalam kelas masih sepi, ia duduk di kursi seorang diri, kemudian mengeluarkan buku tebal dari tas. Membaca lembar demi lembar sambil menunggu bel berdering. Begitulah Sarah, memang selalu belajar setiap kali ada kesempatan.
Sarah tidak tahu jika di luar sana sepasang mata memperhatikan dirinya. Dia adalah Haris, ketika baru tiba melewati depan kelas. Begitu melihat calon istrinya duduk dengan tenang sambil membaca, menyita perhatiannya. "Salma belajar? Apa aku tidak salah lihat," Batin Haris.
Haris pun mundur menyembulkan kepala sedikit di pintu. Wangi parfum wanita masuk ke lubang hidung Haris.
"Selamat pagi Pak,"
Brak!
Tas yang Haris pegang mendadak jatuh ke lantai, rupanya Haris kaget lantaran salah satu siswi mengejutkan. Haris tidak menjawab lalu membungkuk hendak ambil tas yang isinya buku-buku. Tetapi tangan siswi yang bernama Hani, lebih cepat mengambilnya.
"Ini tas nya Pak,"
"Terimakasih" Jawabnya lalu berjalan ke arah kantor. Haris tidak tahu jika Sarah yang serius belajar mendengar barang jatuh menoleh ke arah pintu.
"Suara apa itu? Itu kan Haris" monolog Sarah.
"Salma..." Seru Hani segera masuk kelas bersamaan dengan hilangnya Haris dari pandangan mata.
"Hai..." Jawab Sarah, tersenyum menatap wanita yang berjalan ke arahnya. Dari ciri-ciri yang ditunjukkan Salma, Sarah tahu jika dia Hani teman sebangku.
"Waw... loe baca buku Sal? Sejak kapan," Dahi Hani berkerut, kala tanganya memegang buku tebal. Lalu berpaling ke wajah Sarah, menatapnya lekat.
"Salma... muka loe?" Belum hilang rasa terkejutnya dengan buku, Hani dibuat penasaran dengan wajah Sarah.
"Kenapa?" Sarah sudah bisa menebak, jika Hani kaget dengan sedikit perbedaan wajahnya dengan Salma. Namun, belum sampai menjawab, bel berdering. Bersamaan dengan suara gaduh siswa siswi berlarian mencari tempat duduknya masing-masing.
Lima menit kemudian.
"Selamat pagi anak-anak..." Guru pria datang mengempit buku di lengan kiri. Rahang tegas berwiba meletakkan buku di atas meja.
"Selamat pagi Pak,"
Pak guru tampan berdiri di depan papan tulis. Lirikan matanya langsung tertuju ke calon istri, begitu juga dengan Sarah. Seberapa detik kemudian guru yang tak lain adalah Haris minta salah satu siswi membaca doa.
Tidak ada yang berani berisik jika dengan guru matematika yang satu itu.
"Sekarang kumpulkan tugas yang saya berikan seminggu yang lalu," titah pak Haris.
Suara riuh siswa yang mengeluarkan pr dari tas, tetapi tidak berlangsung lama. Kertas lembar jawaban mereka letakkan di pinggir meja masing-masing
Netra Haris menatap Sarah yang tampak kebingungan di tempat duduknya. Seperti biasa dia sudah bisa menebak bahwa tunangan sekaligus siswi nya itu tidak mengerjakan pr.
Haris letakkan pulpen yang dia pegang ke dalam saku, kemudian dengan wajah kesal menghapiri Sarah.
"Kenapa kamu? Mana pr yang sudah saya tugaskan seminggu yang lalu?" Cecar Haris. Dia berdiri di samping Sarah agak ke belangkang, melipat tangan di depan dada.
"Ya Allah... kenapa... Salma tidak bilang kalau sekarang ada pr sih," Batin Sarah. Menunduk sedih mendengar Haris memarahinya tidak lebih dari Bianca.
"Kamu tidak mendengar perintah saya?! Keluarkan pr kamu?!"
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Eka elisa
aduh slma kmu ini udh bikin sarah kna omel haris tau gara"....gk krjain PR...
2024-03-11
1
Eka elisa
emang dia bukn slma tpi sarah tau...
2024-03-11
1
Nur Hidayah
Sabar ya Sarah😁
2024-03-06
0