"Sini saya yang bawa Pak," Sarah hendak ambil koper dari tangan Haris, tetapi Haris menolak. Dia berikan kunci mobil kepada Sarah, sebelum merogoh kunci rumah.
Rumah minimalis, di samping masih ada tanah kosong kira-kira cukup untuk membuat satu kamar, Sarah sudah membayangkan jika kamar rumah ini hanya ada satu.
"Masuk Salma... di rumah kecil ini kita akan tinggal, tetapi kamu jangan membandingkan rumah mewah Mama kamu. Tanpa aku beritahu, pasti kamu sudah tahu, apa pekerjaan aku," tutur Haris panjang lebar. Dia tidak akan memberikan harapan yang muluk-muluk kepada Salma yang sudah biasa hidup dalam gelimang harta.
"Bapak bicara apa sih, siapa juga yang protes," Ketus Sarah ketika sudah tiba di dalam. Ia memandangi Haris yang tengah menarik koper ke kamar paling depan. Sarah memindai ruang tamu yang masih kosong lalu ke belangkang. Di ruang makan pun belum ada meja. Bisa dikatakan semuanya masih kosong, kecuali di dapur yang sudah ada kompor, meja kecil dan lemari kecil, menyatu dengan rak piring.
Dia buka pintu dapur, di belakang rumah pun masih ada sisa tanah sedikit.
"Salma..." Panggil Haris dari kamar. Tanpa menyahut Sarah segera menuju ke arah kamar di mana suara Haris berasal.
"Apa?" Sarah hanya berdiri agak jauh dari pintu, ada rasa takut ketika hendak masuk ke kamar utama.
"Sebaiknya baju kamu, di susun di lemari," titah Haris yang sudah ganti dengan kaos dan rebahan di tempat tidur yang muat untuk berdua.
"Kamarnya hanya satu Pak?" Pertanyaan itu pun akhirnya Sarah lontarkan. Bukan bermaksud menuntut, tetapi nanti malam akan tidur di mana, itu yang mengganggu pikirkan Sarah.
"Ya begini... nanti aku akan menabung, terus buat kamar lagi." Jawab Haris santai, tidak tahu jika Sarah gelisah berpikir yang tidak-tidak.
"Bukan itu Pak, terus nanti malam saya tidur di mana?"
"Di sini," Potong Haris menepuk bantal di sebelahnya.
Sarah kesal lalu ambil koper, ketika hendak membuka resleting rupanya sulit. "Iiihh... susah amat sih... kesel-kesel... " Sarah pukul koper hingga menimbulkan suara, tetapi sesungguhnya bukan hanya resleting saja yang menjadi masalah.
Haris yang berada di atas tempat tidur memandangi Sarah menahan tawa. Karena menurutnya lucu melihat Sarah yang sedang marah-marah.
**********************
"Alhamdulillah Sarah... usaha kamu sudah mengalami kemajuan," Kata Rafi ketika tengah mengecek raport Sarah setelah ujian tengah semester. Nilai matematika sudah tujuh.
Saat ini mereka berada di apartemen, Rafi pun tengah memeriksa jawaban soal yang dia berikan. Sepuluh soal yang benar sudah setengahnya, daripada sebelumnya hanya satu atau dua soal.
"Tapi capek Mas, kapan sih... aku lulus..." kepala Salma terasa mau pecah, setiap hari dijejali hitung-hitungan dan sulit dia tangkap.
"Yaaa... makanya kamu aku suruh belajar Sarah, supaya lulus," Rafi selalu sabar menghibur.
"Kalau sudah lulus nanti rencana kamu mau apa Sarah?" Rafi menatap Salma yang sudah berkali-kali angop tetapi mulutnya tidak ditutup.
"Nggak tahu Mas, yang jelas, aku nggak mau kuliah," tegas Salma. SMK saja sudah cukup bagi Salma karena sudah tidak mau berpikir berat.
Rafi terkejut mendengarnya, padahal dulu Sarah paling semangat membahas masalah kuliah. "Terus... kamu mau apa? Nikah..." Tanya Rafi serius. Walaupun dulu sudah berkomitmen dengan Sarah akan menikah ketika Sarah, lulus s1.
"Bisa iya, bisa nggak..." Salma menjawab sambil ngantuk.
"Hoaaam..." Salma angop sampai mangap lalu tanpa sungkan merebahkan tubuhnya di sofa.
Rafi terkekeh melihat tingkah Salma yang dia kira Sarah. Seiring berjalannya waktu, Rafi sudah bisa menerima perubahan Sarah. Walaupun yang dulu lembut dan kini urakan, tetapi Rafi tidak merasa curiga. Yang ada dalam pikiran Rafi bahwa Sarah stres lantaran ulah Bianca dengan Rania.
Rafi pun membenahi buku Salma yang masih berserakan di lantai, kemudian ke kamar mandi. Lima menit kemudian, ketika kembali, Salma sudah pulas dengan satu kaki naik ke sandaran kursi, dan yang satu lagi masih di kursi.
Rafi tersenyum melihat gaya tidur Salma, tanpa berniat membetulkan posisinya. Khawatir mengganggu tidurnya. Rafi memilih ambil handphone lalu memesan makan siang untuk berdua.
Dua jam kemudian, Salma bangun dari tidurnya, rasa lelahnya sedikit hilang, lalu bangun. Pandangan matanya tertuju pada Rafi yang sedang menonton televisi tengah berlangsung pertandingan sepak bola.
"Mas... numpang kamar mandi ya..." ucap Salma serak khas bangun tidur.
"Iya... habis itu kita makan," Rafi bangkit dari kursi, lalu membuka kotak makan siang yang belum lama datang.
"Mas Rafi beli di mana?" Salma lansung saja duduk di samping Rafi, setelah keluar dari kamar mandi
"Beli online, kita makan sekarang" Rafi lantas memberikan satu kotak makan siang untuk Salma.
"Terimakasih," Jawab Salma dalam keadaan mulut penuh. Selesai makan, mereka ngobrol sebentar tentu saja bukan membicarakan masalah pelajaran. Bisa-bisa Salma ngambek, lantaran kepalanya sudah penuh.
"Aku pulang dulu, Mas," Salma akhirnya minta pamit, tetapi ketika mau diantar Rafi, ia menolak beralasan masih ada urusan.
***************
Di depan rumah mewah, seorang wanita yang masih belia baru saja turun dari ojek online. Saat pulang dari apartemen Rafi, mampir sebentar ketempatnya nongkrong. Bukannya mau berbuat yang aneh-aneh, hanya ingin menghibur diri ketawa gembira sambil memetik gitar dan Salma lah sebagai penyanyinya. Ia memang tidak mampu bersaing di bidang akademik, tetapi mempunyai bakat yang tersembunyi, yaitu suaranya tidak diragukan lagi.
Toh, selama enam bulan ini sudah berusaha belajar. Sambil menyelam minum air tentunya. Yakni belajar bersama Rafi, adalah penyemangat walaupun baru sedikit yang masuk ke dalam otak.
Tetapi hari minggu ini, Salma ingin sekali-kali bermain dengan teman-teman yang sudah tidak pernah Salma temui kurang lebih enam bulan. Bukan teman-teman dari sekolah Pertiwi tentunya.
Celana panjang jins dan kaos berwarna kuning, badanya tampak sedikit kurus, dia mendekati pintu rumah.
Seperti biasa ketika ke mana-mana selalu membawa kunci. Tetapi ketika memasukkan kunci ke dalam lubang terasa ada yang menyumbat hingga tidak bisa di buka.
Tok tok tok
Terpaksa dia mengetuk pintu, hingga berkali-kali tetapi belum dibuka. "Pasti anak sama ibunya itu ngerjain gue. Awas loe nanti," Salma kesal sambil mengokrek-ongkrek pintu.
Tidak lama kemudian pintu pun dibuka dari dalam, muncul pria paruh baya menatapnya tajam.
Plak!
Tamparan keras meluncur ke pipi Salma, hingga terhuyung ke belakang. "Darimana kamu?!" Bentak pria tersebut dengan emosi memuncak. Salma hanya meringis mengusap pipinya yang terasa sakit dan perih.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lee
haiss .bapaknya sarah main tampar aja .😤 psti ulah duo tokek
2024-03-16
1
Lee
wkwkk...salahmu sendiri sih Salma minta tukeran sma Sarah😂
2024-03-16
0
Eka elisa
waduh itu psti pak aiman slma yg udh dpt aduan yg gk bner dri keong racun itu hinggga murka dgn kmu...
2024-03-11
1