"Kamu tidak mendengar perintah saya? Keluarkan pr kamu," Perintah Haris, seperti hari-hari sebelumnya, kesabaran Haris memang selalu diuji dengan Siswi bandel, seperti Salma.
"Maaf Pak, saya lupa," Sarah beralasan, padahal Salma tidak cerita jika hari ini mengumpulkan tugas.
"Sudah berapa kali, kamu tidak taat perintah saya Salma? Jadi tidak usah alasan. Sekarang kamu harus menerima hukuman dari saya. Sikat tujuh kamar mandi sampai bersih," Tegas Haris, sambil berlalu melewati meja demi meja ambil lembar jawaban. Siswa, Siswi yang berjumlah 38 anak tidak ada satupun yang berani berbicara.
Sementara Sarah menarik napas berat, niat hati mau terbebas dari ibu tiri, tetapi justru di tangkap monster, seperti film yang sering dia tonton.
"Salma? Kenapa kamu masih duduk?" Haris tiba-tiba sudah berada di samping meja Sarah.
"Maaf Pak, saya akan mengerjakan tugas saat ini juga, tetapi tolong jangan disuruh membersihkan toilet," Tanpa sadar, Sarah memegang telapak tangan Haris, mendongak menatapnya berkaca-kaca.
"Saya pegang janji kamu," Haris melepas tangan Sarah, kemudian ke depan meletakkan tumpukan kertas.
"Salma..." Haris memanggil Sarah ke depan. Tetapi Sarah lagi-lagi lupa jika tukar nama dengan Salma. Alih-alih menjawab, ia justru melamun merenungi nasibnya, di mana-mana mengapa selalu mendapat hukuman seputar kamar mandi.
"Salma..." Haris mengulangi panggilan. Kali ini dengan suara lebih keras.
"Salma cepat maju," Hani menepuk pundak Sarah.
Setelah tersadar, Sarah berjalan cepat ke depan dengan wajah melankolis. "Saya Pak," Ucap Sarah sopan selayaknya murid kepada guru. tidak ada jawaban dari Haris, guru yang irit tawa seperti guru matematika pada umumnya memberikan selambar kertas.
"Terimakasih, Pak," Ucap Sarah, sebelum meninggalkan Haris.
"Kok tumben ya, Salma tidak keluar kelas seperti biasa. Apa mungkin karena kami sebentar lagi mau menikah?" Batin Haris memandangi Sarah hingga kembali ke tempat duduknya. Haris kemudian berdiri, memberikan tugas yang lain kepada murid-murid.
Hening di dalam kelas, semua sibuk menghitung dengan hati-hati. Sebab, jika sampai ada jawaban yang salah, nasib mereka akan seperti Salma yang selalu berlangganan hukuman dari Haris.
Di meja guru, Haris memeriksa tugas murid yang sudah terkumpul. Ia meneliti satu persatu, hingga beberapa menit kemudian.
"Sudah selesai Pak. Mana tugas saya yang baru?" Dengan percaya diri, Sarah meletakkan selembar kertas di meja Haris. Bahkan minta tugas yang baru.
Haris yang masih mengoreksi soal, menunda sejenak. Kaget dan bingung memandangi kertas hasil kerja keras calon istrinya. Kemudian, ia ambil kertas tersebut tetapi tatapan matanya menjurus ke wajah Sarah. Haris tidak yakin, jika Salma mampu mengerjakan soal yang paling sulit untuk siswa kelas 12. Apa lagi secepat ini. Haris dan guru lain tahu, selama ini nilai matematika Salma selalu 5, paling tinggi 6. "Paling kamu mengerjakan soal yang saya berikan ngawur bukan." Tandas Haris, meletakkan kertas paling bawah, di antara kertas yang belum dia koreksi.
"Nanti lihat saja hasilnya Pak. Sekarang mana tugas saya yang baru?"
"Lihat di buku matematika halaman lima puluh," Jawab Haris tanpa menatap lawan bicara. Tanganya sudah memegang pulpen kembali.
"Terimakasih Pak, tapi jangan marah-marah terus... usia 40 tahun itu sudah mulai rawan penyakit, nanti darah tinggi loh," lirih Sarah. Padahal dia tidak tahu berapa usia Haris. Padahal masih umur 28 tahun, sama dengan usia Rafi. Sarah kembali ke tempat duduknya, tidak menoleh lagi, ketika Haris mendelik gusar.
Sarah mengerjakan soal dengan cepat dan mudah. Bahkan, meskipun mulai mengerjakan paling belakangan, dia selesai lebih awal. Setelah mengumpulkan tugas, tidak lama kemudian bel istirahat berdering.
Sarah bersama Hani berdesak-desak bersama teman-teman yang lain, ketika hendak ke luar kelas.
"Salma, loe yakin, dengan jawaban loe tadi?" Tanya Hani saat mereka berjalan ke kantin. Sama seperti Haris, Hani pun meragukan jika Salma mampu mengerjakan soal secepat itu.
Sarah diam, batinya bertanya-tanya. "Apakah Salma memang tidak pintar? Mengapa semua menilai Salma tidak bisa apa-apa?
"Hai... Salma? Kok kamu malah diam sih,"
"Aku juga nggak yakin dengan jawabanku Han, biar saja Pak Haris yang menilai," Jawab Sarah santai. Tidak mungkin Sarah jujur bahwa dia bukan Salma, karena perjalanan baru dimulai.
Hani pun akhirnya diam, ia heran dengan perubahan Salma pagi ini, tetapi penasaran juga. "Bukan begitu Han, kok tumben, loe hari ini tidak melawan Pak Haris. Biasanya kan loe keluar kelas jika dimarahi Pak Haris. Bahkan, pak Haris hari ini sikapnya sama loe sedikit melunak," Hani menuturkan.
"Sudahlah Han... memang aku nggak boleh berubah lebih baik?" Pungkas Sarah. Mereka tiba di kantin kemudian memesan jajanan.
Sarah memesan teh hangat dengan soto bening, kemudian Hani memesan ice dengan gorengan.
"Sejak kapan loe suka teh Sal, bukannya loe anti minuman teh ya," Dahi Hani mengeryit kala memandangi teh di depan Sarah.
"Sudah... jangan dibahas Han, mendingan kita makan," Pungkas Sarah. Kali ini bisa makan soto kesukaan. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, jika ada temanya makan soto, baso dan lain-lain. Hanya bisa clekukan.
Sarah ingat semua rasa pahit yang dia telan selama ini, wajahnya seketika sedih. Sebenarnya jika setiap hari minum teh pahit, itu bukan karena dia suka. Tetapi dengan minum teh, perut terasa kenyang dan kuat hingga seharian, walaupun tidak dikasih makan oleh Bianca.
Sebenarnya Rafi sering kali hendak memberikan uang jajan, tetapi Salma tidak bisa menerima. Ingat Rafi, seketika perut Sarah kenyang. Boleh dia menikmati kemewahan harta Salma untuk sementara. Tetapi Salma sadar telah membohongi dan mengkhianati Rafi. Jika Rafi tahu apa yang dia lakukan, entah akan menilai dirinya seperti apa.
Menjual diri, atau apa namanya. Yang jelas, Sarah tidak akan menyangkal jika kelak Rafi akan berpikiran seperti itu.
Sarah menahan air matanya agar tidak jatuh. "Sebentar ya Han," Ia meninggalkan Hani dan soto yang baru dia suap dua sendok. Kemudian ke toilet. Di tempat itu, dia menangis sesegukan, selama lima menit dia menumpahkan air mata. Puas menangis, kemudian mencuci wajahnya sebelum akhirnya kembali membuka pintu.
Tiba di perbatasan toilet pria dan wanita, langkahnya berhenti kala bertemu dengan Haris. Tidak sepatah katapun berbicara, Sarah pun pergi.
"Kenapa tuh bocah? Tumben, bocah bengal itu bisa menangis juga," Batin Haris.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Eka elisa
dia sarah tau pk bukn bocah tengil mcem salma....
2024-03-11
1
Eka elisa
hey... pk haris yg budiman dia bukn salma tau. tpi sarah. ..autho pinter sklip mata aj soal mu lngsung slesai dia krjain pak.. 😁😁😁
2024-03-11
2
Lee
Kasihan Sarah jdi tumbal Salma, tpi ginikan image Salma jdi baik krna Sarah
2024-03-10
0