"Assalamualaikum..." Ucap Sarah sopan, berdiri di depan meja Haris yang tengah berjibaku dengan tumpukan kertas. Merinding, itu yang dirasakan Sarah. Di ruang guru masih sepi, wajar masih jam 6 pagi. Hanya ada cleaning servis yang tengah mengelap meja.
"Waalaikumsallam..." jawab Haris mengangkat kepala cepat. Mata tajam yang seperti kucing garong menatap Sarah datar, kemudian berpaling. Dia ambil kertas ulangan yang tertera nama Salma.
"Saya memberi tugas supaya kamu belajar Salma, bukan suruh menyontek. Tetapi apa yang kamu lakukan?" Ucap Haris ketus.
"Sudah saya katakan, saya tidak pernah menyontek pak Haris yang terhormat," Sarah kesal juga lama-lama. Tetapi kata-katanya masih enak di dengar.
"Saya ini mengajar kamu sudah dua tahun Salma. Apa kamu lupa? Jika setiap jam pelajaran matematika yang saya ajarkan, kamu kena hukuman karena tidak bisa mengerjakan soal," Haris berjalan berputar mengelilingi tubuh Sarah yang duduk diam mendengarkan apa yang dikatakan pak Haris.
Sarah menunduk, dalam hati membenarkan kata Haris. Sebab, Sarah sudah mengecek hasil raport Salma sungguh menyedihkan. Tidak ada nilai tujuh sama sekali.
Sebenarnya percuma Sarah membela diri, karena yang Haris tahu dia adalah Salma. Sarah gelisah, ini salahnya telah menukar dokumen. Jika Salma tidak mau memperbaiki nilai, bisa-bisa Sarah yang akan rugi. Karena tidak akan lulus ujian. "Nanti pulang sekolah, aku harus bicarakan dengan Salma..." Batin Sarah.
"Kenapa kamu diam Salma?" Haris geleng-geleng kepala. Sudah jelas menyontek, tetapi Salma tidak mau mengakui.
"Terus... menurut Bapak, saya tidak bisa berubah lebih baik gitu? Apa saya salah jika saya memperbaiki? Nilai saya bagus, Bapak marah. Di tuduh menyontek pula. Nilai saya jelek apa lagi," Sarah orang yang tidak pernah melawan siapapun, kini terpaksa menjawab panjang lebar. Timbul prasangka di kepala Sarah. Bahwa Haris memanggilnya bukan karena hasil kerja kerasnya. Tetapi ada dendam pribadi tentang perjodohan itu. Kesimpulannya bukan hanya Salma yang menolak tetapi Haris pun sama.
Haris tercengang. Salma Haira bisa bicara seperti itu, dan membuatnya tidak mampu berkata-kata.
"Sekarang begini saja, daripada Bapak selalu menuduh saya menyontek. Mana soalnya, akan saya kerjakan di depan Bapak saat ini juga," tantang Sarah.
Haris tetap tidak bicara, tanganya ambil kertas dan pulpen. Membuat 10 soal dengan cepat. "Kerjakan, kamu saya beri waktu 15 menit. Karena 20 menit lagi pasti semua guru datang," Haris memberikan kertas tersebut.
Sarah menerima kertas tanpa berkata-kata, lalu duduk di salah satu kursi guru yang kosong. Hening. Sarah fokus mengerjakan tugas. Sementara Haris mengoreksi, sesekali mencuri pandang tanpa Sarah tahu.
Detik berganti menit, belum genap seperempat jam. Sarah pun berdiri. "Sudah selesai Pak, sebaiknya Bapak koreksi lebih dulu. Kalau Bapak masih menuduh saya menyontek, perlu dipertanyakan" Setelah kertas sudah di pegang Haris, Sarah lalu permisi.
"Mau ke mana kamu?" Cegah Haris.
"Saya mau ke kelas Pak... kalau guru lain datang. Dan kita di ruangan ini hanya berdua, bisa-bisa kita dituduuuhh..." Sarah tidak melanjutkan ucapanya, lalu ke luar ruangan.
Sambil berjalan Saras merogoh saku, ambil handphone lalu mengetik pesan kepada Salma.
"SAL... PULANG SEKOLAH KITA BISA KETEMUAN NGGAK?"
"Dimana Sar?"
"KAMU YANG TENTUKAN,"
"Loe yang ajak ketemuan. Masa... gue yang atur tempat,"
"GEMANA KALAU DI MALL, PERTAMA KITA BERTEMU?"
"Okay" balas Salma pendek dan ditutup emote jempol.
Setelah menyimpan handphone, Sarah masuk kelas. Suasana sudah mulai ramai. Sudah tidak aneh bagi Sarah, mendengar siulan dari teman-teman khususnya pria mencari perhatian darinya. Ia hanya membalas dengan senyuman, justru membuat para pria gemas.
"Ada apa loe dipanggil Pak Haris, Sal?" Todong Hani dengan beberapa pertanyaan padahal Sarah belum duduk.
"Aku kesel sama Pak Haris, sudah mati-matian mengerjakan soal dengan baik. Tetapi aku malah dituduh nyontek. Kesel nggak tuh," Sewot Sarah, lalu menenggelamkan wajahnya di atas meja berbantalkan tangan.
"Kalau gue jadi Pak Haris, akan berpikiran sama Sal. Semua juga tahu, kalau loe itu siswi paling bodoh yang pernah gue temui," Jawab Hani, panjang lebar.
"Cek! Loe kenapa bukan belain aku sih Han," Sarah kesal mendengar kata-kata Hani. Sarah terus uring-uringan, hingga tiba waktu jam pelajaran pertama, baru kemudian diam.
Delapan jam kemudian, ketika bubar sekolah. Sarah melajukan motornya dengan cepat, hendak menemui Salma di restoran Mall yang agak jauh dari sekolah Sarah, maupun Salma. Tiba di sana, dia menunggu di parkiran sesuai janji.
"Sarah..." Panggil wanita yang mirip dengannya segera berlari ketika turun dari angkutan. Jelas Salma datang belakangan karena numpang angkutan. Bukan hanya karena macet, tetapi kadang-kadang ngetem.
"Hai..." Sarah yang menunggu di atas motor melambaikan tangan. Jarak kira kira satu meter bau keringat Salma sudah terendus.
"Bagaimana kabar loe?" Tanya Salma.
"Kita langsung ke dalam saja Sal," Banyak yang akan Sarah bicarakan, tetapi tidak di tempat itu tentunya. Mereka bergandengan tidak sedikit orang yang melihat wajah kembar mereka ketika berpapasan.
"Kamu mau memesan apa?" Kali ini gantian Sarah yang memesan makanan dan minuman.
"Terserah loe," Jawab Salma.
Dua gelas King Mango, dengan Sushi Tei, sudah Sarah pesan. Sambil menunggu pesanan mereka ngobrol.
"Bagaimana kabar Mas Rafi Sal?" Itulah yang pertama kali Sarah tanyakan. Ada rindu berat di hati Sarah. Bagaimana tidak? Ketika masih sekolah di SMK negeri Kartini, hampir setiap hari mereka bertemu. Rindu senyum khas dari pria Bandung yang mampu mengobrak abrik hatinya. Pria sederhana dan membuat banyak wanita yang jatuh hati dalam pandangan pertama.
"Baik Sar" Jawab Salma pendek. Ada rasa tidak rela di hati Salma ketika Sarah menanyakan Rafi. Entah mengapa, Salma tidak mengerti.
"Oh iya, bagaimana juga dengan Pak Haris?" Salma melempar pertanyaan lain, sebelum Sarah bertanya tentang Rafi lebih banyak.
"Haris itu tidak lebih dari pria menyebalkan dan bikin kepala aku pusing Sar," Jujur Sarah.
"Lalu bagaimana rencana pernikahan loe dengannya Sar?" Salma memang otaknya bebal, tidak menyadari bahwa Sarah melakukan itu untuk dirinya.
"Rencananya bulan depan Sal. Nanti sore aku disuruh mengukur baju di butik Mama kamu," Sarah menuturkan banyak hal.
"Tetapi harus kamu ingat Sal, ini bukan pernikahan aku, tetapi pernikahan kamu. Jika aku melakukan ini hanya untuk kamu. Karena saat ijab kabul nanti, nama kamu yang akan Haris sebut. Aku akan menunggu kamu siap tukar tempat kembali. Tetapi jangan lama-lama, karena cinta aku hanya untuk Rafi," tegas Sarah.
Deg.
Dada Salma seperti di sambar petir. Telinganya terasa panas tidak mau mendengar soal itu. Seketika Salma mengalihkan pertanyaan tentang sang mama yang sesungguhnya dia rindukan.
"Mama loe baik, terimakasih Sal, karena kamu sudah memberi kesempatan aku untuk mempunyai Mama, walaupun tidak akan lama," Sarah ingat kehangatan setiap mendapat sentuhan dari Asyima.
...Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lee
Aku rasa suatu saat Salma akan egois, kasihan Sarah ya
2024-03-13
1
Eka elisa
aduh slma kmu pke deo dong ksian pk rafi py pcr cntik tpi bau bawang /Facepalm//Facepalm//Joyful//Joyful/tiru dong sarah... wangi meskipun sdrhana
2024-03-11
2
Nur Hidayah
Mau tukeran lagi nggak tuh
2024-03-09
1