Cinta Itu Luka

Cinta Itu Luka

Kata cerai

"Pokoknya aku minta cerai!"

Napas Nayla menggebu-gebu setelah mengucapkan kalimat keramat itu di depan suaminya. Lelaki yang memakai kaus berwarna putih itu hanya mematung saat istrinya meminta untuk bercerai. Wanita yang berumur tiga puluh satu tahun itu melangkah melewati sang suami, tapi lelaki menarik lengan tangannya.

"Nay, nyebut nay! Aku ngga mau cerai, titik."

Rizky mengikuti langkah wanita yang masih di selimuti amarah. Wanita beranak satu itu pergi ke dapur untuk memasukkan dengan kasar kain kotor mereka ke mesin cuci. Dia menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menghembuskan napas panjang.

"Ngga semua masalah solusinya cerai, Nayla," ucap lelaki yang berdiri di hadapan Nayla.

Nayla menatap sang suami dengan tatapan tajam. Dia meletakkan keranjang pakaian kotor mereka, kemudian melipat kedua tangannya di dada.

"Sadar ngga mas kamu ngomong seperti itu? Ngga semua masalah solusinya pukul tembok, banting pintu kencang, pukul lemari!" tegas Nayla dengan penuh penekanan.

Mereka sudah berumah tangga lima tahun dan di karuniai putri yang menggemaskan, bernama Kiara yang kini berusia tiga tahun. Bagi Nayla, dia tidak pernah masalah jika dia bertengkar atau adu pendapat dengan suaminya, tapi pantang baginya jika bertengkar di hadapan putrinya.

Rizky memang orang yang tempramental sejak pacaran, Nayla berpikir setelah menikah lelaki itu bisa berubah, tapinya kenyataannya sama sekali tidak berubah. Suaminya memang tidak pernah memukulnya sekalipun, lelaki yang lebih tinggi darinya itu melampiaskan emosinya dengan memukul benda atau barang yang berada di sekitarnya saja.

Hingga suatu hari, dia memukul kencang pintu kamarnya di hadapan istri dan putri semata wayangnya. Nayla adalah seorang wanita tegas dan berprinsip, dia benar-benar marah malam itu saat melihat suaminya yang sedang di landa amarah.

"Aku minta maaf, Nay! Oke? case closed." Rizky mengusap wajahnya dengan kasar, dia tidak menyangka istrinya benar-benar meminta cerai darinya.

Wanita yang bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah perusahaan besar itu tidak menanggapi ucapan yang keluar dari mulut suaminya. Dia menghela napas berat dan duduk di tepi tempat tidur. Sebenarnya, Nayla tahu apa yang membuat suaminya menjadi tempramental seperti sekarang.

Dulu mereka hidup berkecukupan, sebelum menikah mereka berdua merintis sebuah jasa pemotretan untuk segala acara. Namun, sebuah virus mematikan yang menyerang tanah air kala itu membuat bisnis mereka hancur.

Nayla seorang sarjana ekonomi memutuskan untuk melamar pekerjaan sesuai bidang pendidikannya dan di terima di perusahaan, sedangkan suaminya juga merupakan sarjana ekonomi hanya saja lelaki itu lebih senang berbinis.

Malam hari yang sunyi, ibu anak satu itu ingin memejamkan matanya. Dia mendengar suara pintu terbuka, selanjutnya terdengar langkah kaki suaminya yang mendekati tempat tidur lalu merebahkan tubuhnya.

"Nay? Sayang ... Kamu sudah tidur?" bisik Rizky yang memeluk istrinya dari belakang karena wanita itu tidur membelakangi sang suami.

"Mas aku mau tidur, besok aku harus pergi bekerja," sahut wanita itu dengan tegas.

Nayla tahu jika sang suami meminta haknya, tapi wanita itu sudah mati rasa. Dia sudah tidak bergairah lagi bermesraan dengan sang suami. Wanita itu mendengar desahan kesal yang berasal dari belakang badannya.

***

Keesokan harinya, seperti biasa Nayla bangun paling pagi diantara penghuni rumah kecil ini. Dia menyiapkan makanan untuk suami dan juga anaknya. Dia juga mencuci dan menjemur baju kotor mereka. Setelah semuanya beres, wanita bermata cokelat itu bersiap untuk berangkat ke kantor.

"Mama kerja dulu, Kiara sayang. Nanti Mama bawain jajan, oke? Jangan nakal, nurut sama Papa dirumah ya, nak?"

Setelah memandikan putri semata wayangnya, Nayla berpamitan dengan malaikat kecilnya. Dia juga berpamitan dengan suaminya yang duduk di meja makan. Ibu kandung Kiara itu mengeluarkan sepeda motornya dari garasi, tidak lupa dia menggunakan sebuah helm untuk keselamatan dirinya.

Nayla bekerja seperti biasanya, dia masuk kantor jam delapan dan pulang jam lima sore. Tidak ada kegiatan yang spesial, dia menjadi tulang punggung keluarganya saat ini karena sang suami yang masih memikirkan bisnis selanjutnya.

Untung saja gaji Nayla cukup untuk keluarga kecil mereka selama satu bulan, ada sisa sedikit dia tabung untuk keperluan mendadak.

"Nay? Kau baik-baik saja? Aku memanggilmu dari tadi tapi kamu melamun saja," seru Lisa teman seperjuangan Nayla di kantor.

Nayla melepas kacamatanya lalu menatap wanita yang lebih tua darinya dua tahun itu. "Ada apa mbak Lisa? Aduh maaf ya saya ngantuk."

Lisa menatap temannya itu seolah tidak percaya dengan alasan yang di buat oleh Nayla. "Ada apa? Berantem sama suami?"

Nayla mendengus kesal karena tebakan Lisa sangat akurat. Nayla menceritakan keluh kesahnya kepada wanita yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga bersama suaminya selama tujuh tahun lamanya. Dia juga mengatakan kepada wanita yang duduk di sebelahnya itu tentang keputusannya untuk bercerai.

Lisa menatap iba teman kantornya itu, memang tidak mudah menjadi orang tua tunggal. Dia memberikan saran kepada ibu anak satu itu untuk memikirkan hal ini dengan matang tanpa adanya emosi. Lisa juga menyarankan kepada Nayla untul pergi berkonsultasi kepada seorang pengacara keluarga.

"Mungkin saja bisa membantumu menemukan solusi yang tepat, sayang sekali jika harus bercerai," ungkap Lisa mencoba untuk menghibur teman seperjuangannya itu.

Nayla mengangguk pelan, dia memikirkan saran dari wanita yang lebih tua darinya itu. Wanita itu pun mencoba mencari tahu seorang pengacara yang ada di kotanya, seperti saran dari Lisa, dia ingin berkonsultasi dengan seorang yang lebih berpengalaman.

Jam lima tepat, Nayla membereskan meja kerjanya. Wanita itu melangkah sembari mengirim pesan singkat kepada suaminya bahwa hari ini mungkin dia akan pulang terlambat dengan alasan meeting.

Nayla mendatangi sebuah alamat menggunakan sepeda motornya, dia tiba di sebuah kantor pengacara yang biasanya menangani kasus perceraian. Di sana, dia di sambut oleh karyawannya dan menyuruh Nayla untuk mengisi beberapa data pribadinya.

"Silakan masuk, Ibu Nayla."

Karyawan di kantor itu mempersilakan Nayla untuk masuk menemui pengacara. Ruangan itu begitu dingin, lebih dingin dari kantornya. Seorang lelaki mempersilakan wanita itu untuk duduk.

"Bagaiman Ibu Nayla? Ada yang bisa saya bantu?" tanya pengacara yang bernama Baskara.

Nayla tampak gugup berhadapan dengan lelaki yang wajahnya tampan, dia tidak terbiasa menceritakan permasalahannya dengan orang asing. Dia sempat menundukkan kepalanya sebelum memulai ceritanya.

Baskara mendengarkan dengan seksama, sesekali lelaki bermata cokelat itu mencatat poin-poin penting dalam masalah ibu anak satu tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, wanita itu menceritakan betapa kecewanya dirinya terhadap sang suami. Yang tadinya dia sangat yakin suaminya akan berubah tapi kenyataan selalu menamparnya dan kini ayah kandung dari Kiara tidak pernah memberikan nafkah kepadanya.

"Jadi, Ibu Nayla ada keinginan untuk menggugat cerai suami, begitu ya?"

Mulut Nayla mengunci untuk beberapa detik sebelum dia mengiyakan pertanyaan pengacara yang duduk di depannya itu.

—bersambung—

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

masih menyimak

2024-05-08

0

vivi

vivi

ff

2024-03-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!