Aku... terhanyut dalam mata teduhnya. Andai kata ‘cinta’ telah masuk di hatinya aku... bahagia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Gavin menatap tajam Dania, begitu juga Dania yang menatap laki-laki di depannya itu. Sehingga tatapan keduanya bertemu sejenak.
'Andai kamu tahu Dania dimana letak salahnya. Aku yang terlalu... mengkhawatirkanmu.'
“Malah pacaran lagi. Cepat kalian serahkan uang dan semuanya. Jika tidak, nyawa kalian taruhannya.” Preman itu mengancam.
Gavin kembali meminta Dania untuk masuk ke dalam mobil dan mengunci semua pintu. Tetapi kembali Dania merengek tetap berada di sana.
Sungguh dramatis.
Gavin menghela napas beratnya. Melihat Dania yang terluka membuat hatinya berdenyut nyeri. Sedangkan lima preman yang berada di depan mereka semakin dekat dan menondongkan pisau lipat.
“Gavin, kita lawan bersama.” Dania maju dan berdiri di samping Gavin.
Dania seakan menyamping kan rasa sakit di tangan kanannya yang terluka karena pisau. Dan ucapan Dania seketika membuat Gavin menoleh.
Mata Dania membola begitu tahu salah satu preman akan siap melakukan aksinya. Dania berlari dan menendang preman itu bersamaan dengan teriakannya yang menggelegar.
“Hati-hati, Gavin!” teriak Dania yang melanjutkan aksi beringasnya.
Gavin menoleh pada Dania, ia terkejut dengan penampilan Dania yang kali ini terlihat sangar. Membuat Gavin merasa semakin mengagumi Dania saja.
“Gavin awas!” pekik Dania kembali menendang orang yang ingin menyerang Gavin sampai tersungkur karena serangannya begitu tiba-tiba. Tidak sampai disitu saja Dania langsung menginjak dadanya penuh kekuatan hingga napasnya tersengal-sengal.
Gavin yang tidak fokus hampir saja terluka karena pasir tajam yang dibawa orang itu. Untung saja Dania cepat beraksi.
“Dania mundur!” geram Gavin sambil menyerang orang-orang yang menyerang mereka. “Kamu bisa celaka!” titah Gavin penuh penekanan.
Dania tidak mempedulikannya, dianggapnya ucapan Gavin hanyalah angin yang berlalu. Dania tetap saja maju menyerang orang-orang yang menyenggol nya. Gerakan Dania begitu lihai dalam berkelahi, hingga satu persatu musuh telah tumbang.
“Akhirnya.” Dania menghela napas panjang.
“Kamu hebat Dania.” Gavin berdecak kagum. “Ups sorry, maksud saya... Anda, Non Dania.”
“Ha... Ha... Ha...” Dania justru tertawa terpingkal mendengar ucapan Gavin.
Gavin mengernyitkan keningnya, menatap Dania yang saat itu menatapnya.
’Aku... terhanyut dalam mata teduhnya. Andai kata ‘cinta’ telah masuk di hatinya aku... bahagia.’ Kembali Gavin... ngarep.
“Tak apa. Bukankah sudah ku katakan padamu untuk panggil nama saja.” Dania menghentikan tawanya. “Sekarang kamu hubungi polisi setempat untuk menangkap dan membawa mereka.”
Gavin mengangguk. Setelah menunggu kurang lebih dua puluh menit akhirnya polisi datang membawa kelima preman itu. Jika tidak ditindak lanjuti oleh pihak polisi maka preman itu akan melakukan aksi mereka lagi.
Gavin menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia pun terperanjat setelah melihat jika jam menunjukkan pukul 10.30 WIB.
“Kita harus ke kantor sekarang! Den Aryan pasti sudah menunggu kita.” Gavin membuka pintu mobil jok belakang.
Dania masuk dan setelahnya Gavin menuju kursi sopir. Tidak lama setelah mesin menyala mobil Lamborghini milik Aryan telah melaju.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aryan yang berada di dalam ruangan kerjanya kembali disibukkan dengan beberapa laporan yang tertunda. Sesekali Aryan menatap layar laptopnya untuk matikan data yang sudah tercatat akan kebenarannya.
Sebagai pemimpin perusahaan Aryan memang harus teliti dalam segala hal. Aryan tidak boleh lengan sedikitpun jika saja ada yang koruptor di bagian keuangan.
Bawahan Aryan merasa senang melihat Aryan masuk kembali ke kantor. Mereka semua juga tidak ada yang menyinggung kaki Aryan yang lumpuh. Justru mereka merasa iba mendengar kisah pahit yang dialami Aryan.
Tingg...
Panggilan masuk ke ponsel Aryan.
“Halo, Pak Aryan. Selamat siang!” sapa dari ujung seberang.
“Iya, Dokter Ardi. Selamat siang juga.” Aryan menyambut ramah. “Ada apa ya Dokter Ardi menghubungi saya?”
“Tidak, Pak Aryan. Saya hanya mengingatkan saja kepada Anda jika siang ini kita memiliki janji temu. Saya harap pak Aryan tidak lupa akan hal itu.”
Aryan menepuk jidatnya. Ia benar-benar lupa dengan janji temu yang sudah ditetapkan.
“Iya, Dokter Ardi. Saya akan segera kesana. Terima kasih sudah mengingatkan saya.”
Panggilan ditutup.
Aryan menghubungi sekertaris nya lalu meminta sekertaris nya itu masuk.
“Iya, Pak. Ada apa?” tanya sekertaris Aryan dengan sopan.
“Saya mau laporan yang terbengkalai kamu kumpulkan sekarang! Saya akan membawanya pulang untuk saya teliti kembali.” Sekertaris Aryan mengangguk.
Setelah semua dikumpulkan dan dimasukkan ke alamat tas Aryan, sekertaris Aryan tersebut mengantarkan Aryan hingga ke lobi.
Di sana Aryan menunggu kedatangan Gavin dan Dania. Sesekali Aryan menatap jam yang melingkar di tangannya.
“Lama sekali mereka. Masa iya di salon sampai berjam-jam, palingan juga penampilan Dania sama saja.” Aryan sudah merasa bosan menunggu.
Setelah betada di titik jenuh akhirnya Gavin pun sampai. Laki-laki bertubuh atletis itu menghampiri Aryan.
“Sorry lama.” Gavin berusaha bersikap tenang dengan muka datarnya.
“Mana Dania?” pertanyaan yang keluar dari bibir Aryan.
“Ada di mobil. Dia... terluka.” Gavin menjawab dengan seadanya.
Aryan yang tadinya kesal seketika berubah. Aryan menatap Gavin, seakan mempertanyakan apa yang dimaksud.
“Tadi kami diserang preman. Karena itu kami terlambat menjemputmu.”
Aryan meminta Gavin untuk segera ke mobil. Aryan ingin tahu seberapa parah luka yang di alami Dania.
Sesampainya di dalam mobil Aryan nampak terkejut dengan darah segar yang masih mengalir di lengan Dania.
“Natapnya biasa saja. Toh lukanya juga tidak akan sembuh jika dipelototin seperti itu.” Dania meringis menahan perih di lengannya.
Hik's!
“Dasar gila!” umpat Aryan seketika. “Merasa khawatir malah di salahkan.”
“Mas Aryan itu bukannya khawatir tapi... hanya kasihan saja.” Sengaja Dania memancing Aryan.
“Terserah! Gavin cepat ke rumah sakit.” Perintah yang tidak bisa di bantah.
Gavin mengangguk.
Hening...
‘Aku tahu kamu merasakan kesakitan karena luka itu. Bilang jujur saja napa. Lagipula aku juga masih punya... hati.’
‘Bilangnya khawatir tapi nyentuh dan tiupin saja tak. Penuh drama banget.’
Dania dan Aryan masih bergelut dengan pikiran masing-masing. Rasa ego masih mereka tekankan. Tetapi Dania tidak mau kalah begitu saja, ia akan terus pepet untuk melakukan aksinya... meluluhkan hati Aryan.
Gavin yang tidak terlalu fokus dengan medan jalan di depan tiba-tiba menekan rem secara tiba-tiba. Sehingga Aryan dan Dania terlonjat kaget dan kepala mereka membentur kursi yang ada di depan.
“Gavin hati-hati dong!” pekik Aryan.
‘Aduh, kenapa sakitnya double begini.‘
Setengah jam kemudian...
Aryan di dorong Gavin menuju ke ruangan dokter Ardi. Dokter ortopedi, dokter yang khusus menangani masalah pada sistem muskuloskeletal, meliputi tulang, otot, sendi, saraf, ligamen, serta jaringan yang menghubungkan tulang dan tendon (sendi).
“Tolong berbaring di brankar dulu ya, Pak Aryan!” titah Dokter Ardi.
Dengan dibantu Gavin Aryan merebahkan diri di atas brankar.
“Saya akan memeriksanya kembali agar lebih akurat untuk menjalankan tindakan selanjutnya ya Pak Aryan.” Dokter Ardi tersenyum sebelum memeriksa tulang kaki Aryan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments