...Entah bagaimana hubungan ini nantinya akan tercipta. Seolah hubungan ini berjarak seperti bumi dan matahari....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aryan mulai merasakan gerah setelah hampir lima jam mengenakan jas di acara akad nikahnya. Aryan mendorong kursi rodanya sendiri menuju ke nakas kecil tidak jauh dari ranjang tidurnya.
Di raih nya remot AC, lalu dipencet tombol AC tersebut untuk menciptakan hawa dingin yang menjalar ke tubuhnya. Dan setelah beberapa menit kemudian Aryan merasakan kenyamanan meskipun masih mengenakan jas pengantar masa lajangnya.
“Kenapa dihidupkan AC nya, Den? Kan jadi dingin begini.” Dania pun protes.
Aryan memincing, “Karena saya kegerahan. Kalau kamu kedinginan kamu bisa keluar dari kamar ini. Beres, kan.”
“Tidak. Saya tidak mau keluar dari kamar ini. Tadi katanya saya boleh sholat disini. Saya kan belum sholat.”
“Ya sudah, sholat sana.”
Dania merengut setelah kembali mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari Aryan. Meskipun keduanya terikat dengan kata sah tetapi, bagi Aryan pernikahan itu masih dianggapnya permainan. Sadis memang.
Dai merasa kesusahan saat melucuti riasan yang ada di rambutnya. Dan Aryan... jelas saja laki-laki itu abai.
“Aduh susah banget sih. Kenapa nggak mau lepas juga dari rambutnya?” gerutu Dania lirih.
Aryan yang fokus menatap layar ponsel nya seketika menoleh ke arah Dania. Karena Aryan merasa risih mendengar suara Dania yang terus saja mengeluh. Namun hanya sekedar menoleh saja, Aryan masih berkeras hati.
‘Bagaimana aku bisa tinggal disini jika Dia saja seperti itu. Dikatakan suami memang benar, tapi hatinya bukan untuk istrinya.’
‘Pak-Bu... Baru sebentar saja Dania sudah merindukan kalian.’
Hiks... Hiks...
Deg!
Aryan kembali menoleh ke arah Dania, lalu dilihatnya Dania berjongkok sambil menenggelamkan wajahnya dengan tangis. Hal itu sukses membuat Aryan tergerak untuk mendekat.
“Kenapa kamu menangis? Jangan banyak gaya deh,” ujar Aryan acuh.
Dania mendongak dan mengusap sisa air mata yang ada di pipi.
“Saya... Saya tidak bisa melepas riasan saya yang ada di rambut. Susah sekali untuk melepaskannya.” Dania menunjuk ke arah kepalanya.
Aryan mendengus sebal, karena mau tidak mau ia harus membantu Dania melepaskan riasan yang ada di rambut Dania tersebut.
“Jongkok Dania dan menunduklah!” pinta Aryan.
“Hah, sekarang?”
“Besok. Ya iyalah sekarang, Daniaaa!” teriak Aryan separuh kesal.
Dania terkekeh geli, ia merasa lucu sendirian melihat Aryan yang marah-marah seperti itu.
Dania melakukan hal yang diperintahkan Aryan. Tidak lama kemudian riasan itupun sudah selesai dilepas. Dan Dania juga melepas sanggul modern di kepalanya.
Allahu akbar...
Deg!
‘Kenapa jantung ku berdebar seperti ini saat menatapnya mengenakan mukena? Apa-apa_an ini Aryan. Tidak, tidak boleh ada getaran seperti ini. Sungguh, merusak jantung ku saja. Palingan... Dia hanya pencitraan saja untuk menutupi kedoknya.’
Setelah berperang dengan pikiran dan hati nya Aryan kembali fokus dengan layar ponselnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sore itu Dania membantu bik Ningsih dan dua IRT yang bekerja di rumah itu memasak di dapur. Hanya sekedar untuk menyibukkan diri saja daripada hanya duduk di dalam kamar dan mendapati perlakuan dingin Aryan.
“Bik, biasanya kalau sore yang masak segini banyaknya?” tanya Dania mulai kepo.
“Tidak, Non. Palingan masak hanya untuk makan malam Den Aryan saja. Soalnya Nyonya Sofia pasti akan pulang malam.”
“Pulang... Malam?”
“Iya, Non. Semenjak Den Aryan mengalami kecelakaan perusahaan saat ini di handle sama Nyonya Sofia, karena Den Aryan selalu mengurung diri di kamarnya tanpa mau campur tangan lagi tentang perusahaan.”
Dania manggut-manggut. Kini sedikit ia ketahui bagaimana kondisi di rumah itu.
‘Ayo Dania ini saatnya kamu menjalankan tugas. Lakukan dengan ikhlas sebagai seorang istri, walaupun... kamu dicampakkan.’
‘Lagipula... Ini semua demi Bapak, Ibu, Danu dan juga Dewi. Pokoknya kalian semua harus bahagia, biar aku yang terluka disini.’
Dania kembali fokus membantu bik Ningsih dan yang lain. Bahkan Dania cepat berbaur dengan ketiga IRT di rumah itu. Bukan hanya itu saja, Dania tidak aji mumpung di rumah itu setelah menjadi seorang menantu. Dania memperlakukan IRT itu layaknya keluarga.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di kamar itu masih terlihat jelas riasan yang terpasang dengan sangat indah. Aryan sengaja membiarkan riasan di kamarnya tetap terjaga.
Dan laki-laki itu masih sama, menatap di luar jendela yang terlihat semakin ramai saja. Sesekali kedua tangan itu mengepal kuat, mata nya pun memerah yang seakan menyiratkan kemarahan.
‘Terlalu hebat kamu bersandiwara selama itu Isabella. Cinta... hanya kamu ucapkan di bibir saja dan bukan dari hati. Kamu adalah wanita... Jahat.’
Aryan terasa begitu hancur dan hatinya telah berpotek-potek beberapa kali. Cinta yang dipertahankan sekaligus tujuan hidup untuknya justru membuatnya harus menyerah dalam sekejap.
Saat masih fokus dengan suasana di luar sana tiba-tiba saja Aryan merasakan sesuatu yang mengganjal. Hidungnya kembang kempis mencium aroma yang luar biasa.
Bahkan Aryan tertarik untuk keluar dan mencari sumber aroma tersebut saking penasarannya.
“Aryan, mau kemana kamu? Tidak biasanya kamu keluar di jam segini?”
Suara Nyonya Sofia mengejutkan Aryan yang masih berusaha mendorong kursi rodanya.
“E... I-itu... Aryan mau ke...” Aryan masih mencari alasan yang tepat.
“Mau ke dapur dan mencari tahu masakan apa yang dimasak bik Ningsih hingga aromanya begitu menggugah selera. Iya, kan, begitu?”
Deg!
‘Kok Mama bisa tahu sih. Mana tidak ada bisa yang ku jadikan alasan yang tepat lagi. Ah sial!’
“Kok diam? Kalau pun iya juga tidak apa-apa. Itu tandanya hidungmu... berfungsi.” Nyonya Sofia tersenyum begitu manis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aroma masakan semakin menguar saja. Menyengat hidung yang tidak mampet karena terserang flu. Bahkan Dania sudah menatanya di meja makan yang dibantu bik Ningsih, bik Sari dan bik Sarah.
“Sudah beres, yeay!” pekik Dania girang.
“Terima kasih atas bantuannya ya, bik.”
“Sama-sama, Non Dania. Lagipula itu seharusnya sudah menjadi tugas kami. Eh... malah Non Dania mengambil alih semuanya. Kami juga terima kasih.” Dania mengangguk.
Dania kali ke kamarnya, kamar Aryan yang kini akan menjadi kamarnya juga. Tetapi, saat melintas di taman samping rumah itu Denada melihat Aryan.
‘Ngapain coba di sana? Ih... Kok aku jadi kepo ya,’ batin Dania.
Dania menghampiri Aryan yang sedang sendirian di taman itu.
“Ponsel mulu yang digepang. Coba sekali-kali lihat ... senja sore.”
“Tuh, senja nya hampir tenggelam. Dan di waktu inilah kita bisa menikmati kehadiran senja yang benar-benar tulus.”
Dania tidak menghiraukan apa yang akan diucapkan Aryan padanya yang sok dekat. Dania benar-benar acuh, ia hanya ingin menikmati senja di taman yang cukup luas itu.
Dania merentangkan kedua tangannya dengan kedua mata yang terpejam. Dan perlahan cahaya sore yang disebut mega itu telah menembus wajah Dania. Yang membuat Dania tersenyum saat merasakannya.
‘Konyol sekali Dia.’ Aryan menggeleng-geleng saja.
Aryan hanya diam, tetapi di tangannya telah menyimpan sesuatu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Acara makan malam telah dilangsungkan. Nyonya Sofia kali ini telah memperlihatkan sosok aslinya... lemah lembut.
Sengaja acara makan malam digelar dengan sedikit ramai. Nyonya Sofia mengajak seluruh pekerja di rumahnya ikut makan malam bersama. Hal itu dikarenakan acara akad nikah Aryan dengan Dania yang tidak dirayakan dengan mewah.
“Bagaimana Aryan, masakannya enak, kan?” tanya Nyonya Sofia memancing.
“Hmm...”
Sesimpel itukah jawabannya... Aryan... Woi... Aryan.
Nyonya Sofia hanya menggeleng saja melihat Aruan yang masih belum bisa membuka hati untuk Dania.
‘Bilang saja enak napa. Jawab cuma gitu doang tapi makan lahap benar. Rakus memang.’ Dania mengumpat di dalam hati.
“Setelah ini kalian berdua langsung istirahat saja. Dan Dania, tolong besok pagi temui saya di taman samping sebelum sarapan.” Nyonya Sofia tersenyum ramah.
Dania hanya mengangguk saja, mengikuti apa yang diinginkan Nyonya Sofia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di kamar Dania kembali memikirkan apa yang diminta Nyonya Sofia untuk menemui mertuanya itu. Ada kecemasan tersendiri di dalam hatinya. Dania begitu cemas memikirkan keluarga yang saat ini ditinggalkannya.
‘Bapak-Ibu... Dan adik-adik semoga kalian baik-baik saja.’
Bugh!
Bantal dan selimut telah jatuh ke lantai. Aryan sengaja melempar bantal dan selimut itu pada Dania yang duduk di sofa kamar.
“Tidur lah di sofa dan jangan beraninya kamu pindah di ranjang. Karena saya tidak mau satu ranjang sama kamu.”
Deg!
‘Entah bagaimana hubungan ini nantinya akan tercipta. Seolah hubungan ini berjarak seperti bumi dan matahari.’ Dania menghela napas panjang.
Aryan sengaja memejamkan kedua matanya, karena ia tidak mau mendengar suara Dania jika saja Dania akan memberontak. Namun, nyatanya salah.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments