BAB 18

Gista memarkirkan motornya di depan club malam, Lexus. Dia menatap bangunan megah di hadapannya.

Gista turun dari motor, melepaskan helemnya lalu berjalan ke arah kerumunan antrian masuk. Malam semakin larut, pengunjung club semakin banyak berdatangan. Antrian pun semakin panjang.

"KTP!"

Gista tersentak, suara bariton orang di depannya menginterupsi. Gista kelabakan, pasalnya dia tidak memiliki KTP.

"Gak punya KTP, dilarang masuk!"

"Ada kok, cuma ... ketinggalan!" seru Gista.

Dua orang berbadan tegap itu hanya memandang datar Gista.

"Serius ketinggalan, please izinin gue masuk." Gista berusaha menerobos, namun dengan cepat salah seorang dari penjaga itu mendorong Gista hingga terpental mundur.

Beruntung tangan kokoh itu sigap menangkap tubuh Gista, sehingga ia tidak terjerembab ke tanah. Gista yang terkesiap, lantas menoleh. Betapa terkejutnya dia saat tahu siapa yang membantunya berdiri.

"Ragas!" Mata Gista membulat lebar. "Ngapain lo ke sini? Lepas!"

Ragas sama sekali tak ada niatan melepaskan cengkeramannya dari bahu Gista.

"Ragas lepas! Gue mau ma———"

"Lo bodoh atau apa si?!" hardik Ragas, seketika Gista terdiam. Untuk pertama kalinya ia melihat wajah Ragas sangat menyeramkan.

"Gue ...." Gista menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gue ada urusan sama yang punya clummmmpb ...."

Ragas membekap Gista, menyeretnya pergi dari sana. Sebelum dua orang penjaga itu mencurigai mereka. Ragas memasukkan Gista ke mobilnya.

"Gue anter pulang."

"Gue bawa motor!"

"Biar orang gue yang ambil. Penting sekarang lo pulang!" Ragas segera melarikan mobilnya dari sana.

Sepanjang perjalanan, Ragas terus mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tak habis pikir dengan kelakuan Gista yang terlalu nekad dan membahayakan dirinya.

"Lo tahu tempat apa tadi?" Ragas melirik Gista yang menyenderkan kepalanya ke jendela.

"Tahu."

"Kalo tahu kenapa masih ke sana? Di sana itu berbahaya————"

"Apa lo tahu soal skandal Alisya?" sela Gista, menolehkan kepalanya ke Ragas.

Ragas refleks ngerem mendadak, beruntung jalanan sangat sepi. Ragas berbalik menghadap Gista.

"Maksud lo?" Ragas menaikkan sebelah alisnya. Dia cukup terkejut dengan pertanyaan Gista barusan.

"Kencan berbayar. Di sana Alisya melakukan transaksi dengan patnernya." Gista kembali menatap luar jendela yang sangat gelap. Entah di mana dia saat ini, jalanan yang sangat sepi dan gelap.

"Lo ngomong apa si?"

Gista menghela napasnya, sekeras apa pun dia. Mustahil Ragas akan mengaku. Meski dirinya tahu sekalipun.

"Dari mana lo tahu gue ada di sana?"

"Dari ponsel Zee ...." Ragas terdiam, dia merutuki mulutnya sendiri yang keceplosan.

Gista berbalik, menatap Ragas penuh selidik. "Zee?"

Ragas mulai risih ditatap setajam itu oleh Gista, membuatnya salah tingkah.

"Oke, Oke gue bakal bilang." Ragas mengembuskan napas, berat. Sebelum akhirnya mulai bercerita.

Zee terus mondar mandir gak jelas, berjalan sambil menghentakkan kakinya. Ragas yang melihat hal itu pun jengah.

"Lo bisa diam gak si, Zee?!" omel Ragas yang tengah asyik bermain game.

"Diem deh, gue lagi kesel jangan ditambahi kesel." Zee mengerucutkan bibirnya

"Kenapa? Soal cowok? Atau di sekolah ada yang gangguin lo?" Zee menggeleng. "Terus?"

"Gue bete, seharian gak main HP."

"HP lo mana?"

"Diambil Gista. Uups." Zee membekap mulutnya sendiri. Dia keceplosan.

"Gista?" Ragas langsung terlonjak saking kagetnya. "Jangan bilang dia masuk ke ...." Zee meringis, sambil mengangguk perlahan. "****** banget si lo Zee! Bisa ****** lo sama Olan nanti."

Ragas segera mengambil ponselnya, mendepak akun Zee dari grup. Dia bergegas pergi meninggalkan Zee yang terus berteriak.

"Jadi ...." Gista menjeda ucapanya sejenak, memandang lekat wajah Ragas. "Lo sama Zee ... kakak adik?"

Ragas menganguk, dia tak dapat mengelak lagi. "Maaf," ucap Ragas.

Gista mendengkus, memalingkan pandangannya keluar jendela. "Pantas wajah mamanya begitu tidak asing, mereka memang benar anak dan ibu," gumam Gista.

———————

Seperti biasa semua anggota Alastor berkumpul di kediaman Olan. Mereka semua berada di kamar Olan, di lantai tiga.

Saga menyetel musik hardcore, lagu killed milik Butterfly mulai memekakkan telinga memenuhi ruangan  kamar Olan yang luas. Saga mengencangkan volume speakernya, dia begitu menikmati.

Sementara Tara dan Alfa tengah bermain PS. Arka hanya berdiam diri di balkon, menyesap rokok di tangannya dan Leon memilih merebahkan diri di sofa sambil membaca komik.

Sedangkan sang tuan rumah tengah berkutat di depan layar monitor, ruangan yang terpisah dari kamarnya. Dia tengah memantau CCTV di ruang rawat Riko.

Suara ringtone membuyarkan konsentrasi Leon, dia merogoh ponselnya yang bergetar di saku celana.

"Siapa si?" gerutunya. Dia mengernyitkan dahi ketika mendapat pesan dari nomor  tak dikenal.

Unknown

Lebah ganteng pelanggan VIP Lexus. Situs kencan berbayar, gue tahu siapa lo? 😏

Leon menggeram, mencengkram erat ponselnya. Dengan cepat Leon mengirimkan balasan.

Leon

Bulshit! Gue gak peduli!

Leon hendak memasukkan kembali ponselnya ke saku celana, namun bunyi notifikasi mengurungkannya. Dia segera membuka pesan masuk itu.

Unknown

Penyebar issue skandal Alisya. Dasar pembunuh!!

"****!!" umpat Leon. Emosinya menggebu-gebu, semakin geram dengan pengirim pesan misterius itu.

"Lo kenapa?" tanya Tara, matanya masih terfokus ke permainan. "Bidik!" teriak Tara saat ada musuh yang mendekat.

"Gak papa," jawab Leon. Dia segera bangkit dan keluar kamar.

"Kenapa dia?" tanya Saga menghampiri Tara dan Alfa. Keduanya hanya mengedikkan bahu dan kembali fokus ke permainan.

"Alfa noob!!" teriak Tara ketika milik Alfa tertembak musuh.

Leon menutup pintu, dia celingukan memastikan tak ada siapa pun di lorong itu. Kamar Olan memang berada di paling ujung dan rumah besar ini hanya di huni oleh Olan beserta para pelayan dan bodyguard saja.

Leon segera mendial nomor tadi, telepon pertama tak kunjung diangkat.

"Angkat ****!" teriak Leon di layar ponselnya. Namun tak diangkat juga, dia kembali menghubungi nomor itu lagi.

Lama menunggu membuat Leon cemas dan gugup. Dia penasaran siapa sebenarnya orang itu. Dari mana dia tahu jika lebah ganteng akun miliknya.

"Arggg!!" Leon mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sudah jengah, bahkan bersiap mematikan teleponnya. Namun tak jadi saat orang itu mengangkatnya.

"Halo! Lo siapa bangke!!" bisik Leon penuh penekanan. "Gue gak kenal lo, kenapa lo teror gue? Mau lo apa nyet?!"

Leon terdiam, mendengar ucapan dari orang di seberang telepon. Bahkan suaranya saja samar-samar, dia tak bisa menebak siapa orang itu.

"Oke, besok jam istirahat pertama di belakang gudang sekolah. Awas lo sampe gak dateng!" Leon menutup sambungan teleponnya.

Dia tampak kesal, mengacak-ngacak rambutnya seperti orang frustasi. Setelah itu kembali masuk ke kamar Olan.

Ragas terdiam di ujung tangga, dia mendengar semua percakapan Leon barusan. Rasa curiga mulai menggelayuti hatinya. Mungkinkah ucapan Gista benar? Jika salah satu dari mereka pembunuh Alisya.

Dan, mungkinkah itu Leon?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!