BAB 1

Gista duduk di depan meja polisi. Sedari tadi ia diinterogasi oleh beberapa polisi yang berwajah garang dan menyebalkan!

Namun tak ada satupun pertanyaan yang dijawab Gista. Dia duduk dengan tenang, menyandarkan punggunnya dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

"Jawab!" Habis sudah kesabaran polisi itu sampai menggebrak meja.

Namun tak sedikit pun Gista terlihat gentar, dia tetap tenang.

"Nama kamu siapa?" Polisi itu mengatur napasnya, berusaha sabar. Bagaimana pun yang dia hadapi ini seorang gadis, dia tidak mungkin menggunakan kekerasan.

"Nama, woy nama!" Polisi lain, mengetuk meja depan Gista.

"Gabriell," jawab Gista, lalu memalingkan wajah ke samping.

"KTP atau SIM?" Polisi itu menyodorkan tangannya ke depan Gista.

Gista memutar bola matanya. "Gak ada!"

Gista memejamkan mata karena terkejut, polisi itu tiba-tiba menggebrak meja setelah mendengar jawaban Gista.

"Gak punya KTP, gak punya SIM ...." Polisi itu berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Terus kenapa kamu bisa bawa mobil. Jangan bilang ... kamu nyuri mobil itu!"

Gista mendengkus, apa-apaan mereka main tuduh sembarangan. Gista melotot ketika salah seorang polisi merebut tasnya.

"Woy!" pekik Gista.

"Diam, duduk!" Polisi itu melotot, menginteruksi Gista agar kembali duduk.

"Dan, ada paspor," kata polisi yang menggeledah tasnya.

Komandan mereka mengecek paspor Gista, dia tercengang melihat tanggal lahir Gista. "Kamu benar kelahiran 2004?"

Gista memutar bola mata. Harus banget gue jawab! "Apa saya terlihat setua Anda?" celetuk Gista.

"Yang sopan!" bentak polisi lain.

"Peduli amat," gerutu Gista.

Ucapannya berhasil memancing kemarahan para polisi, namun komandan mereka menginterupsinya agar semua tenang.

"Permisi."

Semuanya menoleh ke pintu, pria berjas hitam, dengan kaca mata dan rambut klimis—memasuki ruang interogasi.

"Selamat siang, perkenalkan saya Mr.Kim kuasa hukum saudari Gabriella Gista Andromeda," kata pria itu mengulurkan tangan, lalu disambut oleh komandan polisi.

"Mari kita bicarakan di ruangan saya," ucap komandan polisi itu, mereka berjalan ke ruangan yang ada di samping ruang interogasi.

Gista menunggu cukup lama hingga Mr.Kim kembali bersama komandan polisi.

"Saudari Gista anda dibebaskan, jangan ulangi kesalahan lagi. Kamu belum cukup umur untuk mengendarai mobil, jadi lain kali jangan diulangi," ujar komandan polisi.

Tentu saja itu membuat tanda tanya besar pada petugas polisi yang lain. Gista bangkit, menatap sinis petugas-petugas itu.

"Dari tadi kek, buang-buang waktu gue!" Ucapan Gista memancing emosi para polisi, namun komandan polisi kembali menginterupsi mereka agar mengabaikan hal itu.

Semua itu terjadi karena tim Elit yang berada di bawah naungan Meda Group.

William Andromeda. Nama papanya ternyata berpengaruh besar, pengusaha kaya raya dengan berbagai bisnis. Dari mulai kesehatan, bursa saham, tambang, pusat perbelanjaan, properti dll.

Tak heran jika semua masalah dengan mudah terselesaikan. Ketika segala sesuatu berada di genggaman tangan.

—————

Ruangan besar, dengan dekorasi modern. Di mana terdapat aquarium besar, ditambah beberapa lemari buku. Bukan hanya itu ada meja kerja, beserta sofa mewah di depannya.

Gista duduk di sofa itu, menyandarkan punggung. Dia tampak tak peduli dengan orang-orang yang tengah menatapnya, dia justru asyik memainkan permen karet di mulutnya.

"Mr. kim, apalagi yang di perbuat bocah ini?!" Suara bariton itu begitu menggelegar, memenuhi ruangan.

Gista masih tenang, dia begitu tak acuh meski pembahasan ini tentang dirinya.

"Nona Gista menabrak beberapa mobil yang sedang berhenti di lampu merah," kata Mr.Kim.

"Dasar pembuat onar!" celetuk wanita paruh baya yang duduk di depan Gista.

"Dasar ular betina, PARASIT!!" balas Gista.

"Kamu ...." Wanita itu geram, ia berdiri siap melayangkan pukulan pada Gista. Namun suara bariton itu menginterupsinya.

"Ros!"

Wanita itu langsung memberengut kesal, dia kembali duduk tapi mulutnya terus menggerutu. Gista tersenyum sinis.

"Mulai besok kamu gak boleh bawa kendaraan sendiri, dan kamu harus ikuti semua peraturan di rumah ini atau ...."

"Atau apa?" sela Gista, menatap pria paruh baya yang berwajah garang. "Atau aku akan di asingkan kembali ke tempat itu!" Gista berdecih, papanya memang tidak pernah berubah. Dia masih pria yang sama, pria yang menbuang anaknya sendiri.

"Gista!" bentak papanya.

"Gak ada lagi 'kan? Aku capek mau tidur." Tanpa menunggu jawaban Gista langsung bangkit, berjalan keluar sembari menutupi mulutnya yang menguap.

"Anak itu!" Rosalin sangat geram dengan anak tirinya itu, dia berdecih menatap sinis kepergian Gista. "Kenapa si Mas? Kenapa kamu bawa pulang lagi anak itu!" Rosalin menatap tajam suaminya.

"Jaga bicaramu! Bagaimana pun Gista adalah putriku!" Pria itu menatap punggung Gista yang tak lagi terlihat.

Gista melangkah menuju kamarnya diantar oleh salah satu pelayan. Dia terus mengedarkan mata, melihat ke sekeliling rumahnya. Tempat ini sudah banyak yang berubah, tak ada lagi peninggalan sang mama. Bahkan foto-foto mereka saat kecil pun tak ada, semua sudah berganti.

Gista berhenti melangkah, dia menatap figura besar yang terpasang di dinding. Tatapannya datar, menatap foto keluarga itu. Papa dan sang mama tiri, bersama ketiga anaknya.

"Non Gista."

Suara pelayan menyadarkan Gista dari lamunannya, dia segera menghampirinya.

"Ini kamar Non Gista, jika butuh apa-apa bisa panggil saya," kata pelayan itu.

Gista hanya mengangguk, lalu dia segera masuk setelah pelayan itu pamit undur diri. Gista berjalan memasuki kamarnya. Tempat berjuta kenangan yang tertinggal, dia bersyukur tempat ini tak berubah.

Gista berjalan ke dinding, tangannya menyentuh lukisan yang terpajang di sana.

"Mama," lirih Gista, air matanya menetes membasahi pipi. "Gista pulang Ma."

———————

Gista berjalan menuruni tangga, dia berdecak karena pelayan itu terus memanggilnya berulang kali. Bahkan mereka sampai bolak balik ke kamarnya, mengusik tidurnya.

"Jam berapa ini?"

Gista mengabaikan suara bariton papanya, dia menarik kursi lalu duduk.

Sedangkan di hadapannya, ada tiga orang yang tengah menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.

"Gista!"

Gista menoleh ketika suara sang papa kembali menginterupsinya. "Gak perlu pake towa, aku denger kok!" kata Gista, lalu ia kembali menatap ke depan matanya bertemu dengan tiga saudara tirinya.

Yang pertama, Tristan william Andromeda. Pria yang memiliki tatapan tajam sama seperti papanya. Umurnya berbeda jauh dengan dia, terpaut lima tahun.

Kedua, Valery Rosalin Andromeda. Gadis dengan wajah jutek, dan tatapan mengintimidasi tak beda jauh dari sang mama. Umurnya terpaut dua tahun dengan Gista.

Ketiga, Farel william Andromeda. Cowok itu satu tahun di bawah Gista. Tapi tunggu ... kenapa dia senyum-senyum pada Gista.

"Kenapa lo? Sawan!" celetuk Gista.

Farel menggeleng, menampilkan senyum lebarnya. Gista mengerutkan kedua alisnya, apa yang salah dengan otak adik tirinya itu.

"Gue ngefans sama lo."

Gista menaikkan alisnya. "Ngefans?" Farel langsung mengangguk, namun segera di sikut Valery. Gadis itu melototi Farel.

"Pa," panggil Valery, menatap papanya. "Harus banget aku satu sekolah dengan  dia!" Tunjuk Valery pada Gista.

Gista memutar bola mata, memangnya dia pikir Gista mau satu sekolah dengannya.

"Val, jangan membawa pembahasan itu di sini. Ini meja makan bukan meja debat!" tegur papanya.

Gadis itu merengut, bibirnya terus berkomat kamit. Gista tak begitu peduli, ia duduk dengan tenang menikmati makanannya.

Jika sebelumnya dia terbiasa mengendarai mobil sport, tidak dengan sekarang. Papanya mengutus sopir untuk mengantarkan Gista. Sedangkan Valery, dia bebas memakai mobil mana pun yang ada di garasi.

"Sudah sampai Nona," kata Mr.Kim.

Gista turun, gadis itu mengenakan seragam SMA Pelita. Sekolah elit swasta yang berada di pusat Ibukota. Banyak mata yang memperhatikannya, terlebih dia mengenakan kaca mata hitam dan sepatu boots warna hitam.

Bugh

Gista menggeram ketika tubuhnya terpelanting, karena bola yang mengenai kepalanya. Dia menoleh ke lapangan.

"Bawa sini bolanya!" teriak salah seorang cowok yang berada di tengah lapangan.

Pandangan Gista beralih pada bola di sampingnya. Dia menyeringai, mengambil bola itu dan bangkit. Matanya menatap para cowok yang menanti bola mereka.

Mata mereka seketika membulat, ketika suara nyaring itu terdengar betepatan dengan Gista yang berjalan pergi.

Mereka menganga menyaksikan apa yang baru saja Gista lakukan. Gadis itu melempar bola ke ruang BK, hingga kaca jendelanya pecah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!