BAB 4

Menyebalkan!

Gista terus mencak-mencak di kamarnya. Dia tidak habis pikir dengan sikap ketua osis, sungguh menyebalkan!

Gista duduk di tepi ranjang, mencengkram erat rambutnya. Dia berpikir sejenak, bagaimana cara membalas ketua osis super menyebalkan itu.

Gista masih tidak terima saat Saga sang ketua osis mempermalukan dirinya, di depan semua anak Pelita.

"Arghhhh ...." Gista mengerang frustasi.

Gista melempar bantal, selimut, mengacak-ngacak kamarnya. "Pokoknya gue harus buat perhitungan sama cowok itu!"

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya. Dia menoleh, terdengar suara pelayan memintanya turun untuk makan malam. Gista mendengkus, dia malas sekali harus bersitatap dengan keluarga aneh di bawah.

Dengan ogah-ogahan, Gista melangkahkan kakinya menuruni tangga. Matanya menatap ke bawah, tertuju pada anggota keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan.

Gista berdecih, menarik kursi lalu duduk. Dia muak melihat wajah Valery yang menatapnya dengan sinis. Sedangkan Tristan ... pria kaku itu hanya melirik sekilas, mengacuhkan kehadiran Gista.

Berbeda sengan Farel yang menatapnya dengan wajah tersenyum lebar. Gista mendesis. Kenapa dengan cowok satu ini? Gila!

"Gista!" Suara bariton itu menginterupsi Gista. Dia menoleh, meski tak bersuara.

"Papa dengar tadi kamu buat ulah di sekolah?" Refleks Gista menoleh pada Valery yang tengah menahan senyum.

"Tukang ngadu!" Gista mendesis, matanya menatap sinis Valery.

Gadis itu melotot, dan langsung menggebrak meja. Dia tak terima dengan ucapan Gista. "Ngomong apa lo barusan?!" bentak Valery.

"Menurut lo?" Gista mengedikkan bahu, tak ingin menggubris Valery yang mengamuk.

"Lo ...." Valery menggeram tertahan, ketika suara papa kembali menginterupsi. Dia duduk saat papa melemparkan tatapan tajam padanya.

"Jangan buat keributan di ruang makan!" perintah papanya.

Gista berdecih. "Padahal dia sendiri yang memancing semuanya," gerutunya.

"Gista!" Suara bariton itu kembali terdengar.

Gista memutar bola matanya, dia memilih fokus pada makannanya ketimbang menggubris papanya. Mood-nya sedang tidak baik.

———————

Matahari mulai menampakkan diri, sinarnya menembus kaca mengenai wajah Gista yang masih terlelap. Dia mulai terusik, ketika terdengar suara berisik dari jam weker yang terus berbunyi.

Tangannya terulur meraba nakas, dia meraih jam weker itu. Lalu dalam hitungan detik melemparkannya keluar jendela.

Terdengar teriakan pelayan setelah suara pecahan kaca jendela. Jam weker itu melayang ke taman, mengenai salah satu pelayan.

Dan berakhir disinilah Gista, melebarkan mata di meja makan sembari mendengarkan ocehan papanya yang sepanjang jalan tol.

Gista mendengkus, kenapa juga  harus di perbesar-besarkan. Toh pelayan itu juga gak gagar otak 'kan. Dia beranjak dari dudunya.

"Mau ke mana?" tanya papanya, suaranya sudah tak selantang tadi.

"Ke kamar, lupa belum ambil tas," ucap Gista.

Papanya hanya manggut-manggut. Gista segera pergi dari sana, dia malas berlama-lama dengan keluarga fake.

Senyum Gista tercetak lebar, menatap kunci motor di tangannya. Dia langsung berjalan ke jendela ruang kerja papanya. Gista terdiam menatap ke bawah, cukup tinggi. Karena ruang kerja papanya berada di lantai dua. Sedangkan di bawah langsung garasi.

Gista memejamkan mata, lalu berancang-ancang menjatuhkan diri. Terdengar suara dentuman keras sampai ke ruang makan.

"Apaan itu?" celetuk Farel.

"Paling kucing tetangga, loncat lagi," sahut Valery tampak tak peduli.

Mereka kembali makan dengan tenang, namun baru beberapa menit mereka kembali dikejutkan dengan suara deru motor yang meraung-raung.

"Mr. Kim!" teriak William Andromeda. Dia menutupi kedua telinganya, akibat suara bising motor yang memekikan telinga.

"Yes, sir." Pak Kim membungkukan badan saat menghadap tuan William.

"Siapa yang menyalakan motor di garasi!" Papa Gista semakin geram karena suara deru motor yang semakin terdengar lantang, meraung-raung.

"Biar saya cek, Tuan." Pak Kim, segera pergi ke garasi.

"Dasar bedebah, kurang kerjaan!" gerutu William.

Tak lama suara deru motor itu tak lagi terdengar, bersamaan dengan pak Kim yang tergesa-gesa berlari menghadap tuan William.

"Tuan ...." William menaikkan sebelah alisnya, menatap heran  Pak Kim yang tampak ragu.

"Ada apa?"

"Nona Gista ...."

"Ada apa dengan bocah itu?!" sela William, amarahnya kembali mencuat ke ubun-ubun.

"Nona Gista sudah pergi membawa motornya, Tuan."

"GISTA!!!" Amarah papanya tak tertahan lagi. Gista benar-benar membuat papanya murka.

Tapi sepertinya Gista tak peduli. Dia terlalu senang saat bisa mengendarai kawasaki KlX 250. Motor Gista memasuki gerbang sekolah Pelita.

Gista memencet klakson, membuat gerombolan anak-anak berhamburan. Motor Gista membelah kerumunan. Banyak umpatan dan makian yang dilontarkan padanya.

"Aaaaaa ...." teriak salah seoarang cewek yang berdiri di depan gerbang.

"Sial!" umpat cowok di sebelahnya.

Keduanya mengibaskan daun-daun yang beterbangan ke baju mereka, akibat motor trail Gista.

"Gila! Siapa sih dia? Bawa motor kenceng banget!" gerutu cewek itu.

"Kalian kenapa?" tanya seorang cewek yang menghampiri mereka.

"Tuh gara-gara motor trail sialan!" sahut si cowok.

Cewek itu pun menoleh ke arah parkiran. Tatapannya tertuju pada motor trail yang baru saja terpakir.

"Biar gue aja yang tegur," ucap cewek itu.

"Tapi Qween ...." Cewek tadi hanya bisa pasrah, menatap temannya yang berjalan ke parkiran.

"Kayanya bakal ada huru hara!" celetuk cowok di sebelahnya.

Cewek bernama Qween itu berjalan menghampiri Gista. "Lo!" Suaranya terdengar angkuh.

Gista membuka helemnya, lalu menoleh. Menaikkan sebelah alisnya, ketika melihat Qween berdiri di sebelah motornya.

"Lo murid baru?" tanya Qween.

Gista tak menyahut, tapi tatapannya mengunci mata Qween. Keduanya saling beradu pandang, dengan sorot mata saling mengintimidasi.

"Lo gak tahu aturannya? Kalo anak MOS dilarang bawa motor!" Qween melotot, tapi tak membuat Gista takut.

Gista mengembuskan napasnya dengan kasar. Kenapa begitu banyak aturan di sekolah ini? Menyebalkan!

"Atribut MOS lo mana?"

Gista memutar bola matanya. Dia memang tak memakai atribut MOS saat ini. Menggelikan baginya harus berpenampilan nyeleneh.

"Lo budek!!" teriak Qween, geram karena Gista mengabaikan semua pertanyaannya.

"Menurut lo?" Gista mencebikkan bibirnya. Malas sekali meladeni gadis arogan di depannya.

"Lo ...."

"Apa?" Gista mengangkat dagunya menantang Qween.

Qween yang merasa tertantang langsung melayangkan tangannya. Namun dia terkesiap ketika tangan itu tertahan di udara.

Gista menoleh pada cowok yang baru saja datang. Cowok itu menatapnya, tangannya mencekal tangan Qween.

"Ragas!" pekik Qween.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!