BAB 17

Gista terbaring di atas ranjang, matanya fokus menatap layar ponsel yang menyala.

"Situs kencan berbayar," gumam Gista.

Dia berdecak, lalu tanpa pikir panjang mengklik tautan link itu. Gista mengerutkan keningnya, karena hasilnya tidak ditemukan.

"Server tidak ditemukan?" Gista bangun, memijit pelipisnya. "Gak mungkin kan situsnya udah di blokir kominfo?"

Gista kembali merebahkan diri, sejak tadi ia tak menemukan petunjuk apa pun. Kenapa begitu sulit memecahkan masalah ini.

"Aaarrghh!" Gista mengacak-ngacak rambutnya. Bahkan rasanya percuma dia menyita ponsel Zee, kalo ternyata sama sekali tak membuahkan hasil.

"Kyaa!!!" Mata Gista melotot, saat tiba-tiba ia terdepak dari grup. "Apa-apaan ini?" Gista kembali mencoba masuk, namun aplikasi itu tidak menanggapi.

"Aiisshh, sial!!" Gista melempar ponselnya sembarangan. Ia berdiri menuju papan skema yang sudah ia rancang.

Gista menatap foto Valery dan Qween yang baru ia tambahkan. Apa hubungan mereka dengan Alisya? Tengah asyik mengamati, tiba-tiba  Gista dikejutkan dengan suara knop pintu yang akan dibuka. Dia segera menyembunyikan papan itu ke belakang rak buku.

"Ngapain lo?" tanya Gista yang tengah bersender di rak buku. Matanya menatap seseorang yang sedang mengendap-endap masuk ke kamarnya.

"Gi ... Gista!" Orang itu ternyata Farel. Dia tampak terkejut, ketika melihat Gista. "Anu ...." Farel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Gista mendengkus, berjalan menuju tempat tidurnya. "Kalo gak ada kepentingan keluar, gue mau tidur." Gista merebahkan diri, menarik selimutnya bersiap untuk tidur.

"Gis, to—longin gue," lirih Farel.

"Apa?" Gista sudah memejamkan mata, meski telinganya masih mendengarkan suara Farel.

"Ajarin gue berkelahi."

Gista membuka sebelah matanya, melirik Farel yang masih berdiri di tempatnya.

"Ogah!" balas Gista, kembali terpejam.

"Please, Gis." Farel berlutut di dekat ranjang Gista. "Gue capek di kejar-kejar mereka terus." Farel menunduk lesu.

"Mereka?" beo Gista, ia bangun dan menatap Farel dengan penuh tanya.

"Iya, mereka. Anak-anak berandalan kemarin. Mereka yang selalu malakin gue di warnet," ujar Farel.

"Lo kan ada bodyguard. Suruh aja mereka yang urus. Lagi pula ngapain lo ke warnet?" Gista berdecak, tak habis pikir dengan bocah tengil ini.

"Yaa!! Gue capek diikuti mereka, dibilang anak mami lah, ini lah. Pokoknya gue pengen bisa berkelahi, biar gue juga bisa kabur dari bodyguar-bodyguard rese itu." Farel begitu gigih, semangatnya berkobar-kobar.

Gista terdiam, memandang Farel dengan tatapan serius. Dia tampak berpikir sejenak, sepertinya dia bisa menggunakan Farel untuk melancarkan aksinya.

"Oke, tapi ada syaratnya." Farel mendongak, menatap Gista.

"Apa syaratnya?" Dia sudah tidak sabar.

"Kunci motor lo." Gista menyodorkan tangannya.

"Buat apa?"

"Berisik! Lo mau gak? Kalo mau siniin kunci motornya." Farel merogoh saku celananya, memberikan kunci motor itu pada Gista. "Sekarang lo alihin perhatian security di depan. Gue mau keluar. Inget kalo sampe ketahuan papa, kejadian kemarin juga bakal gue bocorin dan gue gak bakal ajarin lo bela diri."

Farel mengangguk patuh, setelah itu dia bergegas keluar. Gista tersenyum lebar memandangi kunci motor di tangannya. Dia akan mencari tahu soal situs itu, malam ini.

Gista mengenakan jaket hitam, dia memakai masker dan topi berwarna senada. Gista memilih turun lewat jendela kamar, karena jam segini papanya masih belum tidur. Dengan hati-hati dia mengendap-endap ke garasi.

Gista membuka ponselnya yang berbunyi, satu pesan masuk dari Farel.

Bocah tengil

Kondisi Aman.

Dengan cepat, Gista mendorong motor Honda CBR250RR warna merah. Gista langsung keluar gerbang, dia menyalakan motornya dan langsung melesat.

Gista melajukan motornya menuju gedung Meda Group. Dia memarkirkan motornya di pinggir jalan. Gista tak bisa lewat depan karena penjagaannya sangat ketat. Jadi, dia memilih lewat belakang.

Gista memanjat dinding tinggi, dia meringis ketika kakinya menyentuh tanah. Pergelangan kakinya belum sembuh total.

"Kamu ke kanan, saya ke kiri."

Gista bersembunyi di balik pohon, ketika melihat cahaya senter. Sepertinya sedang ada yang berpatroli. Gista harus extra hati-hati, mengingat papanya sangat ketat soal penjagaan di kantornya.

Akhirnya Gista bisa lolos, dia masuk lewat pintu belakang yang berhasil ia bobol. Di dalam, semua ruangan gelap. Hanya loby depan yang ada pencahayaan.

Gista mendongak, memperhatikan sekitarnya. Banyak kamera CCTV yang dipasang di setiap sudut ruangan. Gista mengambil rute yang tak terlihat oleh CCTV.

"Fiuh, aman." Gista mengatur napasnya, kini ia sudah berada di lantai paling atas. Tempat di mana ruangan Elite berada.

Gista yakin, jika ia bisa mendapatkan semua informasi secara detail dari komputer yang biasa digunakan anak buah Pak Kim.

"Shit!" Gista berdecak, dia tidak bisa masuk ke ruangan server karena harus memiliki kartu akses untuk masuk.

"Semua aman?"

Gista panik, saat mendengar langkah kaki yang mendekat. Ia langsung bersembunyi di balik tembok. Membekap mulutnya sendiri agar tidak ketahuan.

"Toni ke mana?" Gista memperhatikan dua orang yang tengah berbincang.

"Biasa ada di toilet." Dua orang itu keluar dari ruang server.

Gista memperhatikan seksama, jadi jika dia ingin masuk harus menggunakan kartu akses dan sepertinya hanya para karyawan yang memilikinya.

Gista tersenyum miring, dia menemukan ide brilian. Gista bergegas menuju toilet pria. Sesampainya di sana ia justru dikejutkan dengan suara erangan yang lebih mirip desahan.

Gista mengendap-endap masuk, matanya melotot ketika melihat adegan dewasa di depan mata. Tak menyia-nyiakan hal itu, Gista langsung mengambil ponselnya. Dia merekam adegan itu.

"Oh yeah, baby. Faster!!"

Gista rasanya mual mendengar racauan pria itu. Sementara wanita di bawahnya tampak mencengkram wastafel, wajahnya meringis menatap ke cermin.

"Dasar mesum." Gista mendesis. Lalu ia keluar, menunggu sambil menyenderkan tubuhnya.

Tak lama pria itu keluar lebih dulu, dia tampak membenahi pakaiannya. Sepertinya pria itu tak menyadari keberadaan Gista.

"Ehem!"

Pria itu berhenti melangkah saat mendengar deheman Gista. Dia berbalik, matanya melotot mendapati ada Gista di depan toilet.

"Siapa kamu?!" Pria itu tampak panik.

"Gak penting. Tapi yang lebih penting gue punya rekaman video lo." Gista menunjukkan ponselnya.

"Lo pasti penyusup, gue panggil security———"

"Panggil aja, gue penasaran. Kira-kira gimana reaksi Pak Kim, kalo tahu ternyata anak buahnya berbuat mesum di kantor? Wahh, DAEBAK!!"

"Mau lo apa? Uang, gue bakal kasih tapi jangan kasih tau ke Pak Kim. Gue gak mau dipecat." Pria bernama Toni itu berlutut di depan Gista.

"Gue gak butuh uang."

"Lalu?"

"Gue butuh informasi."

Awalnya Toni enggan membantu Gista, tapi karena terus diancam akhirnya dia membawa Gista masuk ke ruangan informasi.

Gista berdecak kagum, memperhatikan sekeliling ruangan yang dipenuhi layar monitor. Di depannya banyak komputer yang biasa diakses para karyawan. Pantas saja Pak Kim selalu tahu banyak hal. Ternyata secanggih ini sistem kerja mereka.

"Lo mau nyari informasi soal apa?" tanya Toni yang sudah duduk di depan komputer.

"Cari tahu soal situs ini?" Gista menyodorkan secarik kertas.

Toni pun langsung beraksi, dia mengetikkan kata kunci di pencarian dan semua informasi soal situs itu langsung terpampang di depan layar monitor.

"Situs itu udah dihapus seminggu yang lalu," ucap Toni.

"Seminggu yang lalu?" Itu artinya tepat setelah kejadian jatuhnya Alisya. Pasti orang itu tidak mau dicurigai, sehingga menghapus situsnya.

"Cari tahu siapa pemilik situsnya." Toni kembali melakukan apa yang diperintahkan Gista dan hasilnya langsung ketemu.

"Siapa dia?" tanya Gista. Karena dia sama sekali tak mengenali wanita itu.

"Germo di club malem," jawab Toni.

"Ge ... germo?" Gista tak menyangka, tapi kenapa Alisya harus mempromosikan diri di situs seperti itu.

"Lo bisa bobol aplikasi ini?" Gista menyodorkan ponselnya.

"Gue coba." Toni menyambungkan ponsel Gista ke CPU. "Ini grup?" Gista mengangguk. "Keren juga, keamaanannya benar-benar ketat. Siapa yang buat? Pasti anak IT?"

"Mana gue tahu." Gista tampak tak peduli, dia hanya fokus pada hasilnya.

"Yess!" seru Toni saat berhasil masuk. "Lo mau gue apaan ini?"

"Cari tahu siapa pengirim postingan link tadi." Mata Gista terus memperhatikan layar, sama sekali tak berkedip. Dia tak ingin melewatkan apa pun.

"Ketemu!"

Gista langsung maju, matanya melotot saat melihat biodata yang terpampang di layar monitor.

"Leon!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!