BAB 13

Valery!

Ngapain dia ke sini? Apa hubungannya dia dengan Rico? Kenapa dia terus minta maaf? Memangnya Valery salah apa?

Otak Gista rasanya mau pecah, memikirkan berbagai pertanyaan yang terlintas dalam benaknya. Masalah ini semakin rumit baginya, Gista harus mendengar lebih jauh. Baru saja dia akan merapatkan telinganya, Tiba-tiba tepukan di bahu mengejutkannya.

"Gista?"

Gista melotot, seketika berbalik dengan wajah panik. Matanya mengerjap saat bertatapan dengan orang itu.

"Kamu kenapa di sini?" Gista merutuki situasinya, kenapa juga mamanya Ragas harus datang di saat yang tidak tepat.

"Tante." Gista meringis, tampak canggung. "Anu ... nyari toilet, tapi kayanya salah deh bukan ke sini. Kalo gitu Gista permisi Tante udah kebelet." Tanpa menunggu jawaban dari mama Ragas, Gista langsung lari terbirit-birit.

Gista harap Valery tidak mendengar percakapan dirinya dan mama Ragas. Gista menghela napasnya, kini ia berjalan menuju halte. Dia duduk sembari menunggu busway datang.

Entahlah, Gista tak tau tujuannya ke mana. Mungkin dia akan pulang ke rumah.

"Kak, air mineral? Murah cuma goceng." Seorang anak kecil menawarkan dagangannya pada Gista.

Gista merogoh saku roknya, dia terdiam karena ternyata Gista tak mengantungi uangnya. Dia segera membuka tas, mencari-cari dompetnya. Hasilnya sama, Gista terdiam cukup lama, mengingat-ingat di mana dompet itu.

Laci!

Sial!

Kenapa Gista harus seteledor ini. Mengingat dirinya anak orang kaya paling miskin sedunia. Tanpa kartu kredit, tanpa m-banking maupun uang dalam bentuk non cash lainnya. Gista hanya diberi uang cash untuk satu bulan. Sungguh tidak adil memang!

Beruntung ia masih menemukan selembar uang lima ribu. Setidaknya ia masih bisa melegakan tenggorokan yang kering. Meski akhirnya dia harus berjalan kaki untuk pulang.

"Arrrrghhh!!" Gista menggerang, kesal bukan main. Dia sudah satu jam berjalan dan jarak tempuh ke rumahnya masih belum ada setengahnya. "Sial! Sial! Sial!" Gista terus mengumpat, kakinya sibuk memendangi apa pun yang ada di depannya.

"Awww ... ****!!!"

Gista mengangkat wajahnya, suara pekikan itu menginterupsinya. Gista memicingkan mata, memperhatikan cowok yang tengah mengomel itu.

Farel!

Tadi kakanya, sekarang adiknya. Harus banget Gista bertemu mereka?

"Ngapain lo di situ?" Gista mendekati Farel yang tengah bersembunyi.

"Sssuuut!" Farel menekan bibirnya dengan telunjuk, mengisyaratkan Gista untuk diam.

"Lo bolos?" Gista mengabaikan peringatan Farel. "Wuah, DAEBAK!!" Gista berdecak sambil geleng-geleng kepala, menatap miris Farel.

"Lo bisa diem gak si?!" Farel mendengkus, dia tampak celingukan. Gista mengikuti arah pandang Farel.

"Lo dikejar masa? Lo maling? Nyopet? Atau———"

"Berisik! Nanti ketahuan!!" Farel melototi Gista. Wajahnya tampak gusar.

"Woy!! Cari satu lagi, tadi gue liat dia lari ke sini!" Teriakan seorang cowok membuat Gista tersenyum miring.

"Jangan bilang mereka lagi nyari lo?" Suara Gista begitu lantang, membuat Farel ingin sekali membungkam mulut kakak tirinya itu.

"Diem, please." Farel memohon, wajahnya sudah pasrah. Tapi Gista tetaplah Gista. Dia semakin gencar memancing kemurkaan Farel.

"LO BISA DIEM GAK SI?!" geram Farel. Akhirnya kesabaranya sudah habis dengan teriakan lantangnya, sukses membuat Gista terdiam.

"Jadi lo di sini?" Suara bass itu membuat Farel terdiam, wajahnya seketika memucat.

Farel menatap Gista yang tengah memandangnya, jadi gadis itu diam bukan karena teriakannya tapi karena melihat orang di belakang. Farel benar-benar merutuki kesialan hari ini.

"Lo gak bisa lari lagi, Teman-teman lo udah gue bantai semua." Farel berbalik menghadap cowok yang berseragam SMP itu. "Woy!! Ketemu, orangnya di sini!" teriak cowok itu memanggil teman-temannya.

Farel panik, dia berjalan mundur dengan wajah tegang saat segerombolan anak berdatangan.

"Awww!!" pekik Gista, melototi Farel yang menginjak kakinya.

"Sorry." Farel meringis, wajahnya tampak ketakutan. Gista mendengkus, lalu beralih memandang gerombolan anak bau kencur di depannya.

"Lo tawuran? Apa papa tahu?" tanya Gista. Farel tak menjawab dia hanya menggelengkan kepalanya sembari menunduk. "Terus rencana lo apa? Kabur? Tapi kayanya gak bisa, jalannya buntu."

Farel menoleh ke sekitarnya, dia benar-benar sudah terkepung. Tak ada celah untuk melarikan diri. Sepertinya dia harus rela jika wajah tampannya kali ini babak belur jadi perkedel.

"Dasar cemen! Tadi aja banyak bacot sok nantangin!!" teriak bocah-bocah itu, mengatai Farel.

Farel hanya diam, meski sebenarnya ia sudah tersulut emosi. Dia tak mungkin melawan mereka semua dengan jumlah segitu banyaknya.

"Sini lo?!" Cowok itu menyuruh Farel mendekat.

Tak ada pilihan lain, Farel akhirnya melangkah maju namun dengan cepat Gista menahan pergelangan tangannya. Dia menoleh, menatap Gista.

"Lo mau mati?" Farel menunduk, Gista menghela napas lelah. "Mundur."

"Tapi——"

"Gue bilang mundur!" bentak Gista.

Farel menurut, dia mundur. Berdiri di belakang Gista. Bocah-bocah itu menertawakannya.

"Wuahhh apa-apaan ini. Lo mau berlindung di bawah ketiak cewek?" cibir bocah itu, disambut gelak tawa gerombolannya. Dia berdecak, menatap remeh Gista dan Farel. "Mending lo nurut, percuma juga. Ujung-ujungnya lo bakal kalah dan lo tau kan apa itu artinya."

Farel mengepalkan tangannya, dia bertekad untuk menerima konsekuensinya dari pada harus dihajar rame-rame. Dia sudah siap melangkah, namun lagi-lagi Gista mencekal lengannya.

"Kalo lo takut dipukuli mending lo lari sekarang."

"Apa?" Farel menatap Gista tak percaya.

"Anak mami!" Gista mengejeknya, berdecih lalu mendorong Farel mundur. "Kalo lo takut, lo lari. Inget lari!"

"Wah liat, dia takut sama cewek." Gista berdecih melihat kesombongan bocah-bocah ingusan itu. Bocah bau pesing gak ada ahlak.

"Kenapa lo semua juga takut lawan cewek?" Gista tersenyum miring, sengaja memancing lawannya.

"Wuahhh, nantangin. Kuy sikat!" teriak cowok itu yang Gista yakini sebagai pemimpinnya.

Tanpa menunggu lama, mereka langsung menyerbu Gista. Gista memutar bola matanya, sepertinya ini akan memakan waktu lama. Benar saja, Gista harus ekstra sabar karena lawannya yang begitu banyak.

Satu persatu mampu ia jatuhkan hanya dengan sesekali pukul. Gista mengeluarkan semua tenaganya, dia menendang ************ para bocah itu. Sukses membuat mereka tumbang satu persatu.

Tersisa lima orang, Gista berdecih ketika mereka mengeluarkan senjata tajam.

"Tangan lo udah gak mampu lawan gue?" cibir Gista. "Gak masalah, gue gak takut. Kyaaa!!!"

Gista bermodalkan tasnya, melemparkan ke muka bocah itu. Kakinya refleks menendang tangannya, membuat pisau yang dipegang seketika melayang dan terjatuh ke semak-semak.

"Sial!" umpat anak itu, belum sempat membalas Gista sudah lebih dulu menendang perutnya, meninju rahangnya. Membungkukkan punggung bocah itu, lalu menghantamnya dengan siku hingga bocah itu jatuh tak berdaya.

Farel berdecak kagum, bertepuk tangan. Heboh meneriaki  Gista yang hampir membabat habis gerombolan itu. Gista berbalik ke arahnya. Membersihkan tangannya yang kotor.

"Lo lihat?" Gista tersenyum puas dengan bangganya, mampu menjatuhkan mereka semua.

"Iya keren ... Gista awas!!" teriak Farel ketika melihat salah satu bocah itu bangkit dan melayangkan balok kayu ke arah Gista.

Gista berbalik, reflek matanya terpejam karena balok kayu yang melayang ke kepalanya.

"Arrrrghhh!!"

Gista membuka mata, ketika mendengar erangan kesakitan. Dia terkejut karena melihat tangan yang melindunginya dari hantaman balok kayu itu.

Gista melebarkan mata, saat bersitatap dengan cowok yang menolongnya. Cowok itu menunduk menatap Gista dengan ekspresi menahan sakit.

"Olan!"

Bibir Gista menganga melihat darah segar menetes dari kepala Olan, setelah menerima pukulan balok kayu dari bocah di belakangnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!