Di tengah-tengah kenyamanan yang sedang mereka raih, tiba-tiba pintu terketuk dari luar. Segera Hans melepas dekapannya, dan Sena bangkit kemudian membuka pintu.
"Yuna," sapa Sena ketika sahabatnya itu membawa sebuah rantang susun dan menyodorkannya pada Sena.
"Ini untuk kamu, Ibu sudah masakin bermacam-macam, pasti kamu suka," kata Yuna, Sena tersenyum dengan kebaikan sahabat barunya tersebut.
Yuna mendongak pandangannya ke lantai, ia melihat sandal pria disana.
Karena penasaran, gadis berambut sebahu itu melihat lebih dalam, dan langsung membeliak tajam ketika mengetahui ada Hans di sana.
"Hai Kak," sapa Yuna, yang mengira jika usia Hans tak berbeda jauh dengannya, karena terlihat tampan, segar, dan awet muda meski sudah berusia menginjak 36 tahun.
"Hai, kalian tetanggaan?" tanya Hans yang masih setia duduk di atas sofa sambil menegakan posisinya.
Yuna mengangguk.
"Ya, rumah saya yang di depan, ini adalah kontrakan milik Tante saya, Kak. Ngomong-ngomong sudah lama bertamu disini?" selidik Yuna, ia tak ingin sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan antara Sena dan Hans di rumah kontrakan tersebut.
"Hmm... Maaf, belum lama, saya numpang berteduh sebentar," kilah Hans, meski sebenarnya tujuan ia memang sedang mencari Sena.
Dengan adanya Yuna, Hans merasa canggung dan tak enak. Sesaat hujan reda, Hans memutuskan untuk pulang.
"Sena, terimakasih, ya. Sebaiknya saya segera kembali ke rumah," pamit Hans yang hanya fokus pada Sena.
"Ya Hans, hati-hati di jalan," balasnya. Lelaki dewasa itu seakan tak henti-hentinya menatap Sena dengan penuh kehangatan, begitu pun sebaliknya.
"Ya Tuhan, apa ini yang dinamakan jatuh cinta?" batin Sena, selama ini ia tak pernah merasakan arti cinta yang sesungguhnya karena sang Ibu selalu ketat melarangnya untuk berinteraksi dengan seorang pria, apa lagi sampai menjalin asmara.
Hans yang sudah puas menemui Sena, ia kembali memacu sepeda lipatnya.
Yuna masuk, dan duduk begitu saja di atas sofa.
"Sena, ingat ya peraturan disini! Kamu jangan asal memasukan laki-laki! Kalau ketahuan Tanteku bisa kena omel!" peringatkan Yuna dengan tegas, Sena tertunduk merasa malu.
"Iya Yuna, aku minta maaf," ucap Sena suaranya terdengar cukup pelan.
Yuna kembali bangkit dari duduknya, dan membuka rantang susun tersebut. Aroma kelezatan menguar, menusuk indera penciuman Sena yang kebetulan sudah sangat lapar.
"Nih, kamu lihat." Yuna mengangkat satu rantang yang berisi semur jengkol.
"Coba kamu cicipi." Ia memberikan sendok pada Sena, dan gadis itu langsung mencicipinya.
Awalnya terasa aneh di lidah karena makanan tersebut masih sangat asing, belum menyesuaikan. Namun, lama-kelamaan Sena menikmatinya.
"Suka?" tanya Yuna sembari mengamati reaksi Sena.
"Ya, suka, ini enak sekali," jawabnya, Yuna bersorak riang, merasa berhasil membuat Sena suka dengan jengkol.
"Ayo habiskan, aku tahu kamu pasti lapar" Yuna dengan penuh perhatian mengambil piring di dapur, dan menata nasi yang masih hangat untuk sahabat barunya tersebut.
"Kamu musti makan yang banyak Sena, supaya tubuhmu tidak kerempeng seperti ini," omel Yuna, sambil memperhatikan cara makan Sena yang lidahnya mulai menyesuaikan dengan kuliner Indonesia.
Sesaat Yuna terdiam, ia mengingat-ingat struktur wajah Hans lalu membandingkannya dengan garis senyum Sena.
"Kalau di lihat-lihat secara detail, mereka sedikit mirip, seperti kakak beradik," batin Yuna.
"Apa mungkin Hans itu ada hubungan keluarga dengan Sena? Bisa saja takdir mempertemukan mereka?" lanjutnya berupaya berpikir keras, tetapi Sena sama sekali tak menyadari hal tersebut, karena menanggap Hans hanyalah pria asing yang baru saja di kenalnya di Indonesia.
Sesaat Sena pun turut terdiam, memperhatikan wajah bingung Yuna di depannya.
"Yuna, kamu memikirkan apa, sih?" tegur Sena, membuat pikiran Yuna yang kabur kini kembali tersadar.
"Hehe... Nggak, hanya sedang melihatmu makan," jawabnya, Sena menggeleng.
"By the way, terimakasih banyak, kamu dan Ibu sudah sangat baik padaku, Yuna," ucap Sena, mulutnya masih mengunyah makanan.
"Sena, kalau sedang makan, telan dulu makanannya, baru boleh bicara!" tegur Yuna, menegakkan tata krama yang harus diterapkan oleh Sena.
Gadis itu mengangguk patuh, tersenyum lebar, "Maaf ya," ucapnya.
"Kamu terbiasa dengan hal seperti itu di Amerika?" tanya Yuna, merasa kebudayaan Timur jauh lebih baik. Sena tak menjawab, ia yakin Yuna akan memahami sendiri.
Terkadang Yuna merasa gemas sendiri, menganggap tingkah laku Sena masih sangat polos.
"Yuna... " seru Sena.
"Ya, ada apa?" Yuna merespon cepat.
"Ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta itu seperti apa, sih?" tanya Sena secara tiba-tiba membuat Yuna terkejut sampai tersedak oleh air liurnya sendiri yang di paksa masuk ke dalam pangkal tenggorokannya, sungguh ia tak menyangka Sena begitu polos dalam urusan asmara, bahkan tidak mengerti apa itu cinta.
"Ya, pokoknya, kalau kita berdekatan dengan lawan jenis, rasanya hati kita berdebar-debar, ada rasa nyaman dan bahagia yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata," terang Yuna seperti seorang pakar asmara, membuat Sena terdiam sejenak dan berpikir, lalu mengangguk.
"Oh, apa mungkin aku jatuh cinta pada Hans?" batin Sena sembari membayangkan saat lelaki itu memeluk tubuhnya.
Yuna menatap wajah Sena penuh selidik.
"Kamu memangnya belum pernah punya pacar?"
Sena menggeleng. "Never!" jawabnya dengan wajah yang tertekuk.
"Mommy tak memperbolehkan aku memiliki seorang pacar, tapi... " Sena hampir saja keceplosan saat akan mengatakan bahwa ia pernah ternoda, dan pelakunya adalah Richie, pria yang diidolakan oleh Yuna.
"Tapi apa, Sena?" desak Yuna, Sena menggeleng, urung menceritakan kejadian pahit itu, bahkan ia ingin melupakan semuanya tentang Richie.
"Tidak apa-apa," jawab gadis tersebut, kedua matanya sedikit berkaca-kaca, ia teringat selalu perkataan sang ibu, dan merasa harus mawas diri terhadap pria, jika itu Hans sekalipun. Namun, pesona Hans seakan sulit ditolak oleh pikiran Sena. Tak dapat dipungkiri, ia merasa jika Hans jauh berbeda dengan pria-pria lain, tatapan matanya begitu tulus.
Sena berpikir, "Apakah itu artinya Hans cinta pertamaku?" Senyum muncul di kedua sudut bibirnya, dan Yuna memperhatikan reaksi Sena dengan seksama.
"Sena, apa kamu sedang jatuh cinta pada Hans?" tanya Yuna dengan penuh keingintahuan, membuat wajah Sena langsung memerah karena malu.
"Ehm... Ah, tidak!" jawab Sena, tapi Yuna terus menggoda dan memancing respons dari sahabatnya tersebut.
"Bilang saja kalau memang suka," goda Yuna, membuat Sena terdiam sejenak sebelum akhirnya mengakui perasaannya.
"Jujur, mungkin iya," kata Sena dengan suara pelan, Yuna pun tertawa lepas melihat wajahnya yang polos.
"Ya baguslah, itu artinya kamu masih normal," ujar Yuna, mendukung perasaan Sena meski tahu Hans sudah memiliki kekasih.
......................
Saat Hans kembali ke rumah, ia mendengar suara isakan seorang wanita. Itu adalah suara Laura, yang tampaknya sedang sedih.
"Kenapa dia malah tak peduli padaku?" Laura sudah menghabiskan beberapa lembar tisu untuk menyeka air matanya, yang kini tercecer di bawah lantai.
Hans memperhatikan tanpa menegur sehabis pulang dari kontrakan Sena, ingin melihat lebih jauh bagaimana wanita itu meratap.
"Kenapa hatinya sulit sekali untuk di gapai? Apa aku ini jelek?" Laura terus berbicara seorang diri merutuki nasibnya.
"Kamu tidak jelek, kok!" sahut bariton dari arah belakang Laura, membuat wanita itu segera menoleh dengan wajah yang basah oleh air mata.
"Honey." Ia bangkit dari duduk dan langsung berhambur mendekap tubuh Hans.
"Aku sudah memasak makanan enak untukmu, kamu dari mana saja, sih?" tanya Laura dengan nada yang sangat manja, membuat Hans jengkel.
"Laura! Bisakah untuk tidak seperti ini!" tegur Hans tegas, wanita itu seakan tak menggubrisnya.
"Aku sangat mencintaimu, sayangku," ucapnya semakin intens memeluk Hans.
Tak sengaja, lelaki itu mendorong tubuh ramping Laura sampai terhuyung ke belakang.
"Aww!" Wanita itu memekik kesakitan di sekitar bokong dan pinggulnya.
Hans menghembuskan nafas berat, lalu berjongkok mengakui kesalahannya pada Laura.
"Saya minta maaf," ucap Hans, Laura masih meringis.
Ia berdiri tertatih, membuat Hans semakin bersalah padanya.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
udah jelas hans gak cinta tapi kamu mah ngotot ....
2024-03-01
0