Ikatan Batin

Tubuh Sena terasa semakin tak berdaya di bawah pengaruh minuman alkohol. Suasana pesta riuh tepi pantai membuatnya merasakan kebingungan yang tak terlukiskan. Richie, yang sebelumnya dianggap bisa dipercaya, tiba-tiba berubah. Dengan seringai tajam, Richie mengangkat tubuh Sena ala bridal style menuju sebuah cottage mewah di tepi pantai.

Setelah sampai di dalam ruangan, tanpa ampun, lelaki tersebut melemparkan tubuh Sena ke atas kasur king size yang super empuk dan lembut, mengakibatkan tubuh ramping Sena yang hanya berbalut bikini itu terpantul beberapa kali sebelum akhirnya diam.

"Sena, kau akan merasakan bagaimana hancurnya perasaanku, ketika kau berani menolakku!" desis Richie, tatapannya penuh dengan keinginan yang tak terbendung.

"I'm sorry, please don't touch me!" teriak Sena dengan suara yang terputus-putus, berharap Richie akan mengasihaninya.

Richie mengabaikan permohonan Sena dan terus berada di atas tubuh gadis tersebut, matanya dipenuhi dengan kilatan yang ganas. "You know you want this, Sena. Don't pretend like you don't," katanya, suaranya sedikit terganggu oleh pengaruh alkohol.

Sena merasakan gelombang ketegangan menguasai dirinya. Dia tahu dia harus keluar dari situasi ini sebelum semakin bertambah buruk. Dengan segala keberaniannya, dia mendorong dada Richie, mencoba menciptakan jarak di antara mereka. "No, Richie, I don't want this. Please stop!" ucapnya dengan tegas, suaranya gemetar.

Ekspresi Richie menjadi gelap, dan ia meraih pergelangan tangan Sena dengan keras di sertai tawa yang terdengar sangat menjijikan, wajahnya berada di atas kepala Sena, dekat dengan telinga gadis tersebut. "You're playing hard to get, huh? That's fine. I like a challenge," ejeknya, semakin mendekat.

Detak jantung Sena berdegup kencang ketika ia berjuang melawan cengkeraman kasar Richie, kepanikan mulai terasa. Ia merasa harus menemukan cara untuk keluar, tapi ia semakin terjebak dan tak berdaya.

Di tengah keputusasaan, ia terisak pilu, berharap seseorang akan mendengar jeritannya.

"Help Me!"

Richie semakin mengencangkan tawanya, membuat Sena semakin terpojok, sesaat dia merasa ucapan sang ibu ada benarnya. "Mommy help Me, please, Mommy!" teriak Sena berharap sang Ibu dapat mendengar gelombang hatinya yang saat ini sedang dalam bahaya.

"Hahaha... Percuma kau berteriak memanggil Ibumu, Sena! Tak akan ada yang bisa mendengar suaramu! Dasar anak manja!" ejek Richie. Meski ia sangat tampan dan kaya raya, tetapi perbuatannya sangatlah menjijikan.

Sena melempar ludah tepat ke wajahnya, membuat lelaki itu bertambah geram dan gelap mata, lantas kedua tangannya terulur untuk mencekik leher Sena, sebelum menggerayangi setiap inchi tubuhnya.

Dengan gerakan kasar, Richie menerkam cup pengaman bukit kembar Sena dan melemparkan benda tersebut ke segala arah, kekuatannya digunakan dengan nafsu yang liar. Sena terjepit di tengah-tengah keputusasaan, tenaga yang ia punya seakan tidak berguna untuk melawan pria itu.

"Richie, hentikan!" teriak Sena di antara rasa lelah, tidak hanya fisik tetapi juga emosionalnya, menghadapi perlakuan tak senonoh yang dilakukan oleh Richie.

Namun, tetap saja nuraninya menolak di perlakukan seperti ini, ia merasa amat di rendahkan serendah-rendahnya.

Seakan masih belum puas, Richie membuka kain segitiganya juga, sampai mahkota berharga milik gadis itu terpampang sempurna di depan matanya.

"Richie, Stop!"

"Haha... Hentikan teriakanmu Sena! Sebentar lagi kau akan merasakan kenikmatan surga dunia yang mungkin akan menjadi candu bagimu!" Richie dengan cepat beraksi di hadapan Sena, menunjukan miliknya, siap untuk menerobos benteng pertahanan Sena.

"Richie stop!" teriak Sena lagi pada lelaki blasteran Amerika-Jepang tersebut, tetapi Richie seolah tak ingin mempedulikannya.

Ia terus melancarkan aksi tak senonoh pada Sena, hingga akhirnya gadis itu kehilangan kesuciannya dalam sekejap.

......................

Semalam penuh, setelah pulang dari kantor, Vania dilanda kebingungan. Sena menghilang dari apartemennya tanpa memberi kabar.

"Tuhan, kemana dia?" batin Vania kalut, bahkan sampai melibatkan tim kepolisian untuk mencari putrinya yang hilang.

Pagi harinya, Sena pulang dalam keadaan kusut. Dia tak berani memberitahu sang ibu tentang apa yang telah menimpanya.

"Sena! Kamu dari mana saja semalam, hah?" bentak Vania, menampar pipi Sena dengan keras.

"Aw!" Sena memekik kesakitan, mengusap pipinya yang terpukul.

"Mommy tak berhak lagi mengekang hidupku! Aku sudah dewasa!" bentak Sena, membuat Vania tidak terima.

"Sena! Kamu mulai berani melawan Mommy?"

"Mommy terlalu berlebihan!" ujar Sena tegas saat akan menuju kamar. Vania cepat meraih pergelangan tangan putrinya, menatap mata Sena dengan penuh kasih, lalu mendekapnya, air mata tak tertahankan pun jatuh.

"Sena, dengarlah! Mommy melakukan ini semua demi kebaikanmu. Mommy tidak ingin kamu terjerumus dalam gaya hidup bebas di negara ini. Kita adalah orang-orang Timur, dan harus menjaga dan menghormati adab budaya kita," jelaskan Vania, berusaha merangkul asal-usul mereka.

"Tapi kenapa Mommy tidak pernah membawaku ke negara asal kita? Sudahlah, Mommy, kau ini sangat aneh!" bentak Sena, mencoba melepaskan diri dari dekapan Vania yang semakin erat.

"Jaga kata-katamu! Kamu tidak mengerti situasinya! Mommy punya alasan yang jelas untuk itu, tetapi Mommy tidak bisa menjelaskannya kepadamu!" jelas Vania, yang tidak ingin membicarakan ayah kandung Sena, sebuah rahasia yang tidak akan pernah terungkap.

"Aku benci Mommy!"

Frustrasi memuncak dalam diri Sena, bukan hanya terhadap ibunya, tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Merasa sudah tidak suci lagi, gagal menjaga diri, ia merasa tak berharga setelah dianiaya dan di nodai oleh Richie. Dalam kemarahan, ia melempar barang-barang di sekitarnya sambil berteriak.

"Sena! Apa yang sedang kau lakukan?" Vania kewalahan menghadapi amarah putrinya.

"Mommy terlalu kejam padaku!" teriak Sena, melempar sebuah buku tepat ke arah wajah Vania.

"Kamu boleh marah padaku, Sena! Tapi mungkin suatu hari nanti, setelah aku tiada, kamu akan menyadari bahwa ucapanku ini benar! Ingat itu!" tegur Vania dengan nada emosi. Meski begitu, ia tidak bisa menghukum Sena karena terlalu menyayangi dan mencintainya, karena Sena adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki.

...****************...

Di sebuah ruang makan yang hangat, keluarga Hans sedang menikmati sarapan pagi bersama. Namun, suasana hangat itu berubah menjadi tegang ketika sang ibu tiba-tiba menanyakan sesuatu yang membuat Hans merasa terganggu.

"Hans, kapan kamu akan menikah? Usiamu sudah cukup untuk memiliki seorang istri. Apakah kamu akan hidup melajang seperti ini seumur hidupmu? Apakah kamu tidak ingin memberi kami seorang cucu?" tanya sang ibu, wajahnya terlihat semakin menua.

Hans menjawab dengan tenang meski hatinya terusik. "Ayah, Ibu, jangan khawatir. Suatu hari nanti, aku akan bertemu dengan jodohku. Saat ini, aku ingin fokus membangun karir dan pencapaianku," ujarnya bernada santai dan santun.

"Ayah tidak bisa menerima itu, Hans! Kami tidak muda lagi! Kami ingin melihatmu menikah dan hidup bahagia!" potong sang ayah dengan suara yang meninggi, membuat ruangan itu menjadi penuh dengan kebisingan.

Seolah ada ikatan batin yang kuat antara Hans dan Sena, Hans tersedak saat sedang minum. Ternyata, saat itu juga Sena hendak melukai dirinya sendiri dengan menggoreskan serpihan kaca di pergelangan tangannya, merasa bersalah karena telah menyakiti hati Vania.

"Sena, Mommy minta maaf!" teriak Vania sambil menggedor pintu kamar Sena, ia bisa mendengar tangisan gadis itu dari balik pintu.

...

Sementara itu, di ruang makan, Hans merasakan ketidaknyamanan di dalam hatinya yang tidak biasa. "Kenapa aku merasa gelisah begini? Oh Tuhan," keluh Hans, ia masih duduk bersama kedua orangtuanya.

"Hans, apa yang terjadi?" tanya sang Ayah, melihat ekspresi cemas di wajah putranya.

"Tidak apa-apa, hanya saja tiba-tiba dadaku terasa sesak, dan entah mengapa aku merasa hancur, padahal sebenarnya aku ini baik-baik saja," jelas Hans, bingung dengan perasaannya sendiri. Tanpa sadar, matanya mulai berkaca-kaca, seperti seseorang yang baru saja menonton film sedih.

"Hans, sepertinya kamu sakit, wajahmu mendadak pucat." sang ibu mengamati dengan ekspresi khawatir atas kondisi putra tunggalnya yang tiba-tiba melemah. Hans menggeleng, masih tidak bisa memahami kondisinya sendiri saat ini.

Ia memegangi dadanya yang berdegup dan sesak, sampai-sampai ia tak beranjak dari kursi, karena keadaan itu kian menyiksa. Sementara sang asisten sudah menghubunginya agar ia segera tiba. Lengan Hans gemetar saat meraih benda pipih tersebut.

......................

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

Hahhhhh, ... akhirnya sena memetik buah dari pemberontakannya nyesel gak ada gunanya lagi sena

2024-02-21

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!