Ch 14

Laura terus mengikuti Hans sampai langkah lelaki itu terhenti di rumah pribadinya yang berada di kompleks tersebut. Meskipun sebenarnya Hans memiliki sebuah mansion mewah yang ditempati oleh kedua orangtuanya, ia kadang-kadang memilih untuk tinggal di rumah real estate berkonsep minimalis yang lebih sederhana dan terlihat futuristik jika sedang ingin menghabiskan waktu sendirian.

Meski lebih sederhana, rumah itu dilengkapi dengan fasilitas mewah dan classy.

Hans berjalan menuju kolam renang semi outdoor, melepas pakaian olahraganya, menyisakan short pants hitam berbahan dasar t-shirt yang hanya sebatas paha, membuat barang miliknya tercetak nyata.

Laura memperhatikannya dengan penuh kagum. Tubuh Hans yang tinggi dan atletis membuatnya tak bisa berpaling, terpesona oleh kehadiran pria itu, seolah tidak rela jika Hans diperhatikan oleh wanita lain, termasuk Sena.

Hans menoleh dan tersenyum miring pada Laura. "Kenapa kamu selalu menatap saya seperti itu? Kebiasaan!" pekik Hans, tidak terlalu memedulikan perhatian Laura yang terlalu dalam.

Dengan gerakan elegan, Hans meluncur ke dasar air. Laura, tak ingin ketinggalan, menanggalkan pakaiannya, hanya tersisa bagian dalam. Ia meluncur ke dalam air dan merengkuh tubuh kekar Hans dari depan, keduanya muncul bersamaan dalam keadaan rambut dan wajah yang basah terkena air kolam yang sejuk dan jernih.

"Honey, kamu begitu menggoda," bisik Laura sambil melingkarkan kedua tangannya di sekitar pinggang Hans, kedua bibir mereka bertautan, melepas seluruhnya hingga tak tersisa sehelai kain di tubuh masing-masing.

Hans membimbing Laura keluar dari kolam, memastikan keamanan dan privasi mereka terjaga. Bibir keduanya kembali melakukan berbagai sentuhan dan gerakan penuh keinginan. Tubuh mereka merapat saling membalas rasa nikmat dan kehangatan yang menyatu dengan alam.

Laura merasakan gairah yang semakin liar, tak terkendali oleh sentuhan dan gerakan yang di berikan Hans. Dia memposisikan miliknya, menekan pada bagian tegak Hans, membiarkan benda tersebut lolos ke dalam sana, dan mereka melenguh dalam kenikmatan yang di ciptakan bersama.

Hans melenguh saat Laura menggerakkan tubuhnya yang begitu indah. kedua pasangan itu berada di tepi kolam dengan kaki mereka menjuntai ke bawah air, Laura membalas lenguhan disertai gerakan sensasional, membuat ombak kegembiraan yang tergambar jelas di air kolam tersebut.

"Ouh... " lenguh Hans, ketika Laura menggoyangkan benda miliknya yang terbenam di dalam sana.

Mereka terbuai dalam kenikmatan yang semakin intens, berbagai gerakan dan gaya telah mereka coba dengan penuh semangat dan stamina yang tinggi.

Semakin lama Hans meningkatkan tempo pergerakannya, dan saat akan mencapai puncak kenikmatan, Hans menghisap choco chips milik Laura, dan segera melepaskan benda pusakanya, membuat wanita itu merasa belum cukup puas.

"Kenapa selalu keluarkan di luar?" tanya Laura, agak kecewa karena ingin cairan itu masuk ke dalam miliknya.

"Terserah saya," tanya Hans enteng.

"Kita akan menikah, aku ingin punya anak darimu, Honey," goda Laura, tetapi Hans hanya tersenyum, menganggap bibitnya terlalu berharga untuk disemprot begitu saja di tempat sembarangan.

Hans bangkit dan pergi ke pintu, meninggalkan Laura dalam kekecewaan dan rasa terluka.

Hans segera membersihkan dirinya dari sisa-sisa cinta, sementara Laura terisak sendirian, membenamkan tubuhnya kembali ke dalam kolam renang sambil menangis.

"Kenapa dia selalu begitu dingin padaku? Apakah aku tidak berarti baginya?" Laura bertanya-tanya dalam hati.

Setelah berpakaian, Hans kembali ke kolam dan melihat Laura masih berada di sana, merendam tubuhnya dengan posisi membelakangi.

Hans memutuskan untuk menghampiri wanita tersebut dengan membawa handuk. "Laura!" panggilnya tegas. Laura menoleh, mengusap air matanya.

"Naiklah!" perintah Hans. Laura menolak dengan kekecewaan.

"Apa gunanya kalau aku naik? Apa kamu peduli? Aku lebih baik mati kedinginan di sini!" jawabnya ketus sembari menyilangkan kedua tangan di antara bahunya karena mulai menggigil.

"Laura, candaanmu tidak lucu sama sekali!" tegur Hans, tetap berdiri di pinggir kolam.

"Pungut pakaian dalammu dan naiklah sekarang juga!" perintah Hans dengan lebih tegas kali ini.

Wanita itu akhirnya naik dari kolam. Hans segera memberikan handuk putih padanya, dan Laura menggunakannya.

Tubuh Laura sedikit gemetar. "Honey," panggil Laura, tetapi Hans tidak menoleh, melainkan terus berjalan ke depan.

"Kamu benar-benar merepotkan!" pekik Hans kesal, sementara Laura tetap berusaha untuk mendapatkan perhatiannya.

Laura pergi ke kamar mandi, sementara Hans menyiapkan pakaian ganti untuknya, meskipun kemeja putih yang disiapkan mungkin akan terlalu besar untuk Laura. Hans tidak terlalu mempermasalahkan itu semua, karena menurut Hans Laura sama sekali tidak penting, ia selalu saja datang di saat yang tak terduga.

"Seperti hantu saja!" batin Hans.

Hans terdiam sejenak, pikirannya melayang teringat pada Sena. "Semua ini karena Laura. Kalau saja dia tidak mengganggu, mungkin aku sudah punya nomor telepon Sena!" pikir Hans frustasi.

Ketika lelaki itu tengah terdiam di atas sofa, tak terlewatkan bagi Laura untuk mengambil kesempatan. Dia bergegas ke dapur dan berusaha memasak hidangan istimewa untuk Hans. Laura berharap dengan usaha ini membuat Hans bisa menerima hatinya.

Namun, saat Laura sibuk memasak, Hans justru keluar rumah menggunakan sepedanya, mengelilingi kompleks berharap agar dapat bertemu kembali dengan Sena. Namun, upayanya hanyalah sia-sia.

Saat itu, di rumah kontrakannya, Sena sibuk menelusuri internet untuk mencari lowongan pekerjaan dan mengirimkan CV secara online.

Ia menemukan bahwa sebuah perusahaan jam tangan terkenal sedang mencari seorang manajer pemasaran. Dengan antusias, Sena memutuskan untuk melamar karena melihat perusahaan tersebut sangat menguntungkan, memiliki reputasi yang baik, dan lingkungan kerja yang nyaman. Ia merasa sangat cocok dengan posisi tersebut, terutama karena kemampuannya dalam bahasa Inggris sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.

Ketika Hans mengayuh sepedanya, langit tiba-tiba berubah hitam dan gemuruh petir menyambar, diikuti hujan deras yang turun dengan cepat. Terpaksa, Hans mencari perlindungan di depan rumah orang untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi akibat petir dan angin kencang.

Tanpa disadarinya, rumah kontrakan tempatnya berlindung adalah milik Sena. Sena yang melihat dari kaca jendela, terkejut melihat Hans berdiri di depan rumahnya, ia segera membuka pintu.

"Sena..." seru Hans ketika menoleh, tak menyangka akan bertemu gadis yang ia cari di tempat tersebut.

"Hai, Hans. Kenapa kamu basah kuyup begitu?" tanya Sena cemas, melihat Hans setengah basah karena hujan.

Meski tahu pria ini usianya jauh lebih dewasa, Sena yang memang terpengaruh budaya barat sehingga memanggil orang dewasa dengan panggilan nama agar lebih akrab, pikirnya.

Gadis itu segera memberikan handuk kecil dan segelas teh hangat kepada Hans.

"Ini," kata Sena sambil memberikan handuk itu ke tangan Hans, dan meletakkan teh di atas meja kayu di teras.

"Terima kasih, Sena. Maaf sudah merepotkan," ucap pria itu sambil membilas rambut yang basah dengan handuk, menambah kesan tampannya. Sena tak bisa menyembunyikan kekaguman melihat Hans.

"Sama-sama, Hans. Ayo, duduklah," ajak Sena ramah, mereka duduk di kursi teras sambil menghadap keluar. Hujan semakin deras dengan angin kencang.

"Sebaiknya kita masuk ke dalam," ajak Sena lagi, Hans menyetujui dan mengikuti Sena masuk ke dalam rumah.

Keduanya berada di ruang tamu yang sederhana, Hans duduk di sofa sementara Sena sibuk mengamankan pigura foto ibunya dari rembesan air hujan. Hans, tak sempat melihat pigura tersebut, karena tatapannya fokus pada keadaan, prihatin dengan kondisi rumah Sena yang terkena tetesan air hujan di beberapa bagian.

"Astaga, Sena. Kok kamu betah tinggal di tempat seperti ini?" tanya Hans, melihat sekeliling dengan keprihatinan yang semakin tumbuh.

"Ya, mau bagaimana lagi, saya sedang menghemat uang karena tabungan dan deposito belum cair," jawab Sena, mengungkapkan kondisinya dengan sederhana.

Hans semakin tergerak hatinya, meskipun baru mengenal gadis tersebut, entah mengapa rasanya ia ingin sekali memberikan yang terbaik untuknya, bahkan berniat untuk membelikan rumah yang layak sekalipun.

"Kemarilah." Hans melambaikan tangan, kemudian menepuk sofa di sampingnya. Sena paham, ia mengangguk, duduk di sebelah pria tersebut, seketika ia merasakan getaran aneh di antara mereka, seperti menemukan kedamaian dan kehangatan dalam keheningan.

"Bolehkah saya memelukmu, Sena?" pinta Hans, secara tiba-tiba keinginan itu muncul, dan Sena refleks mengiyakan dengan anggukan kepala.

Hans langsung memeluknya dengan lembut, Sena merasakan kehangatan dan kasih sayang yang sudah lama dirindukan, seperti saat ia dipeluk oleh ibunya.

Mereka berdua merasakan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang mereka rasakan, laiknya 2 insan yang sedang jatuh cinta, atau kasih sayang orangtua kepada anaknya?

....

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

kalo pada akhirnya mereka menjalin hubungan jangan sampe kebablasan

2024-03-01

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!