Saat burung besi itu mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma Jakarta, Sena bangkit dari kursinya dan bergabung dalam antrian untuk turun. Setelah gilirannya tiba, ia melangkah keluar pesawat dan merasakan udara tropis serta nuansa baru di negara Asia Tenggara. Meskipun ini adalah rumah baru baginya, Sena merasa lega karena akan menjalani lembaran baru di tanah kelahiran sang ibu, yang merupakan warga negara Indonesia.
Dengan senyum terukir di wajahnya, Sena turun dari pesawat dan melanjutkan langkah bersama dengan penumpang lain menuju proses pemeriksaan di bandara. Meskipun tidak mengenal siapa pun di Indonesia, Sena bersiap untuk menyesuaikan diri. Dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang sering digunakan bersama Vania, meskipun agak kaku dalam menggunakan bahasa lokal, Sena tetap berusaha percaya diri.
Saat berada di bandara ia tak ragu menyapa siapa saja yang berpapasan dengannya, meski beberapa diantara mereka tampak cuek dan menganggap aneh, Sena mencoba berkenalan dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mengulurkan tangan kepada seorang wanita yang terlihat lebih dewasa. "Hai, bolehkah saya berkenalan denganmu?" tanya Sena ramah.
"Perkenalkan, nama saya Sena Adelia, saya berasal dari Amerika, dan ini pertama kalinya saya berkunjung ke Indonesia," lanjutnya.
Wanita tersebut tersenyum ramah dan membalas uluran tangan Sena untuk berjabatan.
"Hai Sena, senang bisa mengenalmu, nama saya Yuna Isyana."
Mereka pun mulai bertukar cerita dan pengalaman. Yuna, yang baru pulang dari Hong Kong karena kontrak kerjanya telah selesai, tak ragu untuk mendengar cerita Sena.
"Yuna, kira-kira kamu bisa menunjukkan rumah sewaan untukku?" tanya Sena, cemas karena belum menemukan tempat tinggal.
"Ya, kebetulan Tante ku memiliki rumah kontrakan, kalau mau kamu bisa tinggal di sana. Bayarannya per bulan cukup murah, hanya 2 juta saja," jawab Yuna, membuat Sena terdiam sejenak karena ia harus memahami nilai mata uang di negara yang berbeda. Namun, ia belum menukarkan uangnya.
"Kira-kira bank mana yang bisa menukar mata uang dolar ke rupiah?" tanya Sena, sambil memperlihatkan tabungan depositonya yang jumlahnya tidak sedikit jika ditukar ke rupiah.
"Saya tahu, kalau mau, mari saya antar," ajak Yuna. Kedua gadis itu segera keluar dari area bandara dan menaiki taksi menuju salah satu bank.
Sena menatap pemandangan Ibukota dari jendela mobil, meskipun berbeda, namun ia menikmati suasana baru di negara ini.
Tak lama kemudian, mereka tiba di bank. Sena menyiapkan kartu identitas dan dokumen lainnya untuk menukar mata uang. Ia juga membawa dokumen-dokumen Vania untuk mencairkan uang tabungan dan deposito yang merupakan satu-satunya harta terakhir yang dimiliki Sena saat ini.
Pihak bank mengatakan butuh waktu untuk mengurusi semuanya, sehingga Sena hanya bisa menukar uang tunai yang ia miliki. Meski demikian, jumlahnya lebih dari cukup untuk kebutuhannya selama setahun hidup di Jakarta.
Setelah menyelesaikan urusan dengan bank, mereka memutuskan untuk pulang. Tanpa disadari, dua orang pria misterius mengikuti langkah mereka secara diam-diam.
Sampai akhirnya, salah satu pria berjaket hitam berhasil merampas tas pundak milik Sena yang berisi beberapa surat-surat penting dan juga uang yang menjadi harta terakhir yang ia punya, tentu saja hal itu membuatnya panik dan kalang kabut.
"Tolong, perampok!" teriak Sena, menggegerkan orang-orang di sekitar. Apes bagi Sena, karena baru saja tiba di Indonesia, ia harus dihadapkan pada tindakan kejahatan.
Di saat yang bersamaan, Hans baru saja keluar dari sebuah restoran setelah mengadakan pertemuan dengan relasi. Ia mendengar suara jeritan seorang gadis yang membuat hatinya tersentuh untuk menolongnya. Dengan langkah cepat, ia mengejar dua pria tersebut.
Hans berlari dengan cepat, langkahnya mantap dan fokus menuju kedua pria yang telah merampas tas Sena. Begitu tiba di depan mereka, ia melompat dan menjulurkan kakinya, membuat kedua penjahat terjatuh dengan keras.
Meskipun terasa sakit di sekitar bokong, kedua penjahat bangkit dan hendak membalas serangan. Namun, dengan jurus karatenya, Hans menangkis serangan mereka dengan cepat dan memberikan pukulan bertubi-tubi. Para penonton yang menyaksikan kejadian ini terpaku pada aksi tegang yang terjadi di depan mereka.
"Maju kalian!" seru Hans dengan penuh keberanian, matanya memancarkan ketegasan saat menatap kedua penjahat itu.
Ketika kedua penjahat berusaha menyerangnya, Hans melakukan aksi lompatan dan memberikan tendangan melingkar yang memukul tubuh mereka hingga terjatuh berkali-kali.
Kedua penjahat itu terlihat menderita dengan luka memar di wajah mereka, dan mungkin tulang mereka juga patah akibat serangan brutal yang dilancarkan oleh Hans.
"Ampun!" mereka berteriak memohon agar Hans menghentikan pukulannya.
"Dasar penjahat!" umpat Hans sambil merebut kembali tas milik Sena dari tangan mereka. Setelah itu, dia melangkah maju di tengah kerumunan, menyerahkan kedua penjahat itu kepada petugas keamanan yang sudah datang. Aksi pemberani Hans mendapat tepuk tangan meriah dari penonton yang terpaku melihat kejadian tersebut.
Saat Hans mengembalikan tasnya, Sena menerima dengan hati yang berdebar kencang, terpesona oleh kegagahan dan keberanian Hans. Lelaki itu tersenyum lembut kepadanya.
"Ini milikmu? Ambilah," kata Hans.
"Saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu," ucap Sena, matanya masih terpaku pada pesona ketampanan Hans, memancarkan getaran yang sulit di ungkapkan oleh kata-kata sejak pandangan pertama.
Ketika Hans dan Sena berhadapan, ada keheningan yang mengisi ruang di antara mereka. Meskipun baru pertama kali bertemu, ada sesuatu yang istimewa di dalam hati mereka yang membuat keduanya terdiam, saling menatap, dan tersenyum.
"Gadis ini begitu manis," batin Hans, matanya tidak bisa berhenti memandang Sena, membuat Sena merasa malu dengan pipinya yang merona.
"Sekali lagi saya ucapkan terimakasih," ucap Sena terbata, sementara Hans menjawab dengan senyuman hangat yang lebih lebar.
"Ya, sama-sama," jawab lelaki tersebut. Namun, ketika ia hendak mendekati Sena untuk mengenalnya lebih jauh, ponselnya tiba-tiba berdering. Dengan cepat, Hans mengangkat panggilan tersebut, dan tergesa-gesa meninggalkan tempat dan rasa penasarannya terhadap Sena.
Sementara itu, Sena dan Yuna melanjutkan perjalanan mereka menuju alamat tempat tinggal Yuna. Mereka naik taksi yang akan mengantarkan keduanya ke tujuan.
Satu jam kemudian, mereka tiba. Kedatangan Yuna disambut hangat oleh keluarganya, karena Yuna sudah 3 tahun tinggal di Hong Kong untuk berkerja.
"Apa kabar, Nak?" tanya sang Ibu sambil memeluk Yuna dengan hangat. Melihat adegan itu, Sena terisak, mengingat ibunya yang sudah tiada, yang selalu memberikan perlakuan hangat padanya.
Bu Yusni memperhatikan Sena yang berdiri di belakang Yuna.
"Siapa dia, Nak? Apakah dia temanmu?" tanya Bu Yusni, tatapannya ramah dan hangat pada Sena.
Yuna mengangguk dan menceritakan tentang asal-usul Sena pada sang Ibu dan keluarga, karena Yuna tidak memiliki seorang ayah, jadi nasibnya sama dengan Sena.
"Salam Bu, perkenalkan, nama saya Sena Adelia." Sena mencium punggung tangan Bu Yusni sebagai tanda hormat, karena meskipun tinggal di Amerika, Sena selalu diajari tentang tata krama budaya Indonesia.
Yuna segera menunjukkan rumah sewaan yang sudah dijanjikan kepada Sena, meski sederhana, namun ia merasa cocok dengan tempat itu.
Setelah membayar uang sewa, Sena memasuki rumah kontrakan barunya. Ruangan itu sederhana namun nyaman, dengan jendela besar yang membiarkan cahaya matahari masuk dengan leluasa. Sena meletakkan tas dan kopernya di sudut ruangan, lalu dengan cermat ia mulai membuka koper dan melipat pakaian-pakaiannya dengan rapi sebelum meletakkannya di dalam lemari.
Setelah selesai dengan urusan pengaturan barang-barangnya, Sena duduk di meja kecil di pojok ruangan. Dengan penuh konsentrasi, ia menyiapkan formulir lamaran pekerjaan yang sudah disiapkannya sejak di Amerika, bermodalkan ijazah S1 yang ia miliki. Dengan hati yang semangat, Sena berharap bisa segera mendapatkan pekerjaan yang layak di negeri baru ini, dan selalu berdoa agar takdir mempertemukan dengan anggota keluarganya.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
dan pada akhirnya dia melamar di perusahaan bapaknya dan diterima dan akhirnya ada drama pencemburuan si Laura ... 🤭
2024-02-26
0