*Permintaan Maaf
Setelah kepergian miss Cathreen dan Cleuu dari kamar, sontak Lifia dan Ovi buru-buru bangkit dari ranjang lalu bergegas menghampiri Findya, kelihatannya mereka sangat penasaran atas obrolan tadi yang menyeret-nyeret nama dr. Barra.
“Eh Find, beneran kamu ketemu sama dr. Barra di laundry tadi?” Tanya Ovi yang masih tak percaya, pertanyaan tersebut langsung di angguki oleh Findya.
“Dia galak ya Find?” Lifia turut menindih.
“Nyebelin sih tepatnya!”
“Gak nyangka yah cakep-cakep tapi nyebelin!” Lifia menghela nafas seraya menempelkan jari telunjuknya ke atas dagu, belum selesai ia mencerna ucapan Findya yang terdengar memojokkan dr. Barra tiba-tiba disebelahnya Findya menyahut denga nada tegas.
“Cakep dari mana? Biasa aja sih…”
“Haaah?” Sontak Ovi dan Lifia kompak terkejut mendengar pengkuan Findya barusan.
“Oh…my…God! Find kayaknya kamu butuh kaca mata deh, beneran!” Lanjut Ovi, yang masih tak percaya dengan penglihatan Findya.
*****
Tepat jam 08 pagi, Findya mulai bersiap-siap setelah itu ia bergegas keluar dari asrama, didepan sana sudah terlihat miss Cathreen yang menunggu, keduanya lalu berjalan kecil menuju lift, tak beberapa lama mereka sudah sampai di depan ruangan dr. Barra, miss Cathreen langsung berpamitan pada Findya seraya mengatakan harapannya semoga pertemuannya nanti akan berakhir baik yang langsung diaamiini oleh Findya.
Sejenak Findya berjalan mendekati pintu, ia lalu menatap LED monitor yang menampilkan nama lengkap beserta foto dari dr. Barra yang menempel di dinding dekat pintu masuk.
“dr. Barra Ahmed As-Shamery, spesialis bedah gigi” Findya melirih seraya menaikan kedua alisnya.
“Ahm Ners? Ini kan ruangannya dr. Barra?” Tiba-tiba Findya dikejutkan oleh pertanyaan seorang pasien pada perawat yang kebetulan melintas disitu.
“Iya…ibu duduk dulu, bentar lagi dr. Barra dateng”
Perawat tersebut kemudian berjalan ke arah ruangan dr. Barra, saat ia berpapasan dengan Findya tak lupa ia menyapanya dengan ramah, pun Findya turut tersenyum membalas sapaan perawat tersebut, perawat itu lalu masuk ke dalam ruangan sembari menyalakan lampu dan Ac, setelah itu ia terlihat menyiapkan beberapa instrumen dental.
Tidak lama kemudian, beberapa pasien mulai terlihat berdatangan memenuhi area tunggu, Findya langsung menoleh ke arah pasien-pasien tersebut yang mulai mengambil tempat duduk, sontak Findya langsung buru-buru mengambil tempat di kursi antrian yang berhadapan langsung dengan ruangan dr. Barra, sesekali ia menghela nafas begitu dalam, batinnya seolah belum siap untuk menghadapi dr. Barra, apalagi saat ia mengingat lagi kejadian kemarin.
5 menit setelahnya, dr. Barra muncul dengan stelan baju Ok berwarna hijau tua berlapis jas putih, ia berjalan masuk ke dalam ruangan, melihat penampakkan dr. Barra Findya mulai terperanjat dengan kaki yang cukup gemetaran ia memaksakan diri untuk masuk ke dalam.
“Ass…salamu’alaikum Doktor?” Findya mulai menyapa, seraya menegun di depan pintu.
“Hmm…Waalaikumusalam!” dr. Barra mendongak lalu menyilahkannya untuk duduk, sikap ramah dr. Barra tersebut karena ia tak mengenali wajah Findya yang kala itu tengah mengenakan masker.
“Kamu Abeer Hosman ya?” dr. Bara membaca salah satu nama yang terlampir di daftar appoitment yang ada dikomputernya, ia mengira bahwa wanita yang tengah duduk dihadapannya saat ini ialah kunjungan pasien yang mau memeriksakan giginya.
“Haa? Maaf dokter saya gak bisa bahasa arab”
“Ow…Kamu Abeer Hosman?” Ia mengulangi pertanyaannya dengan bahasa Inggris.
”Ahm…bu..bukan Doktor, sa..saya Findya!”
“Mmm, Findya?” Ia kembali melihat daftar appoitment pasien seraya mencari-cari nama Findya.
“Kamu belum buat appoitment ya?”
“Bukan dok, saya bukan pasien, saya kesini karena….” Findya terhenti ia sampai bingung harus berkata-kata apa di hadapan dr. Barra.
“Saya yang kemaren itu” sejenak dr. Barra mengernyitkan alis, kelihatannya ia sama sekali tak paham dengan maksud pembicaraan Findya saat ini.
“Saya gak ngerti kamu ngomong apa!”
“Saya Findya yang….”
Tuk…tuk…tuk! Tiba-tiba terengar suara ketukan pintu, kompak dr. Barra dan Findya langsung menatap ke arah pintu, di sana sudah berdiri seorang perempuan berkebaya hitam, wajahnya terbungkus niqob ia lalu menjelaskan pada dr. Barra bahwa dia yang seharusnya masuk lebih dulu karena nomor antriannya berada di nomor satu.
“Ow kamu Abeer Hosman?”
“Iya dokter, saya Abeer Hosman”
“Ya sudah, silahkan masuk” dr. Barra kemudian menatap ke arah Findya seraya menyuruhnya untuk menunggu di luar.
“Baik dok!” Merasa ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan semua, Findya langsung bergegas keluar dari ruangan itu.
Satu jam telah berlalu, Findya masih menunggu diluar, seraya menyaksikan satu per satu pasien yang keluar masuk dari ruangan dr. Barra, Findya yang mulai merasa bosan kembali mengganti posisi duduknya sambil menghembuskan nafas pasrah ia mencoba sabar untuk terus menunggu.
*****
”Allahu Akbar…Allahu Akbar…” suara adzan zuhur mulai terdengar mengumandang, tampak seluruh pasien laki-laki yang tengah menunggu kala itu langsung terperanjat menuju mushalah yang ada di lantai atas.
Sesaat setelahnya, pasien yang ada didalam ruangan dr. Barra terlihat mulai keluar yang diikuti dr. Barra dibelakangnya, seketika Findya melotot lalu terperanjat ingin menghampiri namun baru selangkah ia kembali menegun hatinya terlihat ragu-ragu untuk mendekat dan hanya bisa menyaksikan dr. Barra yang tengah berdiri menunggu pintu lift terbuka.
Saat pintu lift terbuka, dr. Barra bergegas masuk ke dalam seraya bercengkerama dengan beberapa dokter lainnya yang saat itu ia temui didalam lift, saat ia berbalik badan pandangannya sama sekali tak beredar, ia hanya fokus dengan teman-teman dokternya itu, hingga Findya mulai mendengus jengkel sembari terduduk kembali.
Hingga Findya mulai memutuskan untuk kembali saja dulu ke asrama, namun belum jauh ia melangkah tak sengaja ia melihat mushalah wanita, batinnya mulai menyimpulkan lagi “Lebih baik sholat disini saja ketimbang pulang ke asrama”
Usai menunaikan sholat zuhur, Findya kembali ke ruangan dr. Barra, ia menyaksikan suasana ruang tunggu terasa lebih ramai dari sebelumnya bahkan tak ada lagi kursi kosong yang tersisa, terpaksa Findya harus menunggu sambil terus berdiri, tak tau sampai kapan Findya akan terus berdiri seperti ini akhirnya Findya mulai memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan dengan pasien yang berdiri tepat disebelahnya.
“Ahm…permisi bu?”
“Yeaa?”
“Maaf, ibu bisa berbahasa inggris?”
“Ow iya saya bisa, ada apa mbak?”
“Kira-kira dr. Barra selesainya jam berapa ya?”
“Ow selesainya nanti jam 2, terus balik lagi kesini setelah sholat ashar”
“Ow breaknya nanti di jam 2?”
“Iya…”
“Itu dr. Barranya pulang atau…?”
“Biasanya sih pulang”
Mendengar jawaban si ibu barusan, Findya memutuskan untuk menunggu saja, meski fisiknya mulai lelah namun benaknya masih bersih keras untuk bisa menyelesaikan semua permasalahannya hari ini, tak lama kemudian terlihat pesan masuk dari Lifia dan Ovi, keduanya kompak menanyakan bagaimana pertemuannya dengan dr. Barra yang langsung di balas oleh Findya dengan jawaban “Masih menunggu”
Setelah beberapa waktu terlewati, Findya yang keasyikan berbalas pesan dengan Ovi dan Lifia hampir tak menyadari kalau sekarang sudah waktunya dr. Barra akan break, ia baru sadar saat mendengar dr. Barra yang mulai berpamitan dengan perawat assistnya, sesegera mungkin Findya terperanjat dan bergegas mengikuti dr. Barra yang kala itu tengah berjalan menuju lift.
“Amm permisi dok?”
“Yea…?” dr. Barra yang tengah menunggu lift hanya menoleh sekilas ke arah Findya, setelah itu ia kembali fokus mengetik pesan di handphonenya.
“Um..sa saya Findya dok”
“Oh yang tadi itu?” dr. Barra masih saja fokus dengan handphonenya.
“Iya dok” usai berbalas pesan dr. Barra segera menyimpan handphonenya ke dalam saku celana, seraya menoleh kearah Findya dan berusaha fokus mendengarkan apa yang ingin Findya katakan padanya.
“Hum, oke ada apa yah?”
“Ini dok saya…” sejenak Findya masih berfikir, namun dr. Barra segera mengejutkannya.
“Cepetan saya gak bisa lama-lama”
“Ini dok, saya mau minta maaf”
“Minta maaf kenapa?”
“Saya yang kemaren itu dok” tak paham dengan alur pembicaraan dr. Barra segera mengernyitkan alis pikirnya seketika, wanita aneh darimana yang tiba-tiba datang dan meminta maaf padanya.
“Haah? Memangnya kita saling kenal?”
“Saya yang di Laundry kemaren dok” dokter Barra langsung melongo saat menyadari kalau wanita yang menyebalkan itu, kini ada dihadapannya sekarang, raut wajahnya pun mulai menampakkan reaksi marah pada Findya, sebaliknya Findya langsung menundukkan pandangannya ia sama sekali tak berani melihat wajah dr. Barra yang mulai memerah itu.
“Ow jadi kamu? Yang ngomong gak pake sopan santun kemaren?” dr. Barra menatap dingin ke arah Findya.
“Maaf dok” Findya melirih bagaikan kucing basah.
“Kamu dari negara mana? Filipina?”
“Indonesia dok!”
“Ow saya kira orang Indonesia semuanya sopan sopan, ternyata masih ada ya orang Indonesia yang seperti kamu!”
Findya mengepal kedua telapak tangannya, meremas sekuat mungkin untuk melampiaskan emosinya, hinaan demi hinaan yang terlontar dari mulut dr. Barra, Findya hanya bisa menelan mentah-mentah, tanpa berani membantah setidaknya itu yang disampaikan oleh miss Cathreen, apapun yang terjadi nanti, Findya harus diam karena dr. Barra punya kuasa penuh atas dirinya.
Ting….! Pintu lift terbuka, tanpa pamit dr. Barra segera masuk lalu memencet tombol tutup pada lift tersebut, Findya yang masih mematung tentu langsung menatap bingung ke arah dr. Barra yang berlalu seperti itu, bahkan Findya tak bisa menerjemahkan sikap dr. Barra barusan, apakah permohonan maafnya sudah diterima atau malah urusannya makin panjang.
“Lah…kok dia maen pergi aja?” Findya membatin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments