BAB 19

Bramantyo dan Danu beserta sang istri, sedang sarapan di restoran hotel tempat pernikahan Zein dan Sherinda diadakan.

Mereka asyik mengobrol dan tertawa bersama, tiba-tiba Bramantyo teringat pada Zein dan Sherinda yang belum juga muncul.Ia pun bertanya dengan wajah penasaran,

"Dimana Zein dan Sherinda? Kenapa mereka belum keluar dari kamarnya juga?"

Danu menyeringai dan menjawab sambil tertawa lepas, "Mungkin mereka kelelahan, kau seperti tidak pernah menikah saja."

Terdengar gelak tawa mereka mengisi udara pagi di restoran hotel tersebut. Bramantyo ikut tertawa, menyadari betapa jelasnya alasan pasangan pengantin baru itu masih berada di kamar.

"Aku lupa, mereka pasti lelah setelah membuat cucu untuk kita," ucap Bram dengan nada guyon, sambil menepuk punggung Danu.

Mereka berdua lantas melanjutkan sarapan mereka, sambil sesekali bercanda tentang kehidupan pernikahan dan harapan mereka untuk Zein dan Sherinda.

Namun tak lama senyum mereka luntur, tat kala mendengar ucapan dari asistennya.

"Maaf tuan, tuan Zein dan nona Sherinda sudah pulang dari semalam" ucap Hardi assisten Baram.

Bram mendengus mendengarnya, "kenapa kau tidak memberitahu ku" seru Bramantyo kesal.

"Maaf tuan, saya tidak tahu, saya pikir tuan Zein sudah izin dengan anda" balas Hardi.

Danu menepuk bahu Bramantyo, seakan menyuruh pria itu untuk tenang. "Sudahlah biarkan saja, mereka sudah menikah jadi bebas mau tidur dimana saja. Mungkin putra mu takut kita mengganggunya" tegur Danu dengan sedikit candaan, dia tidak mau ambil pusing dengan kehidupan rumah tangganya putrinya

Bram menghela nafas pelan, menyadari bahwa topik pembicaraan mereka akan berubah ke arah yang kurang menyenangkan.

Mereka melanjutkan acara makan pagi bersama, sesekali mereka ngobrol tentang perusahaannya yang sedang mencoba untuk berkembang.

Di tengah-tengah makan pagi yang hangat, Danu tiba-tiba menanyakan sesuatu yang membuat Bram merasa tertekan. "Bagaimana dengan perusahaan kita? Kamu jadi berinvestasi di perusahaan ku tidak?" tanya Danu menagih janji dengan ekspresi wajah yang serius.

Bram mengerutkan kening, merasa dilema antara menjawab jujur atau menutupi perasaannya. "Danu, aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku memang ingin berinvestasi, tapi sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat," jawab Bram dengan suara ragu. "Aku perlu mempertimbangkan beberapa hal terlebih dahulu sebelum membuat keputusan besar seperti ini." lanjutnya lagi.

Danu mengepalkan tangannya yang bersembunyi di bawah meja, ia merasa kecewa namun berusaha memahami keputusan Bram. "Baiklah, aku mengerti. Tapi, jika kamu memutuskan untuk berinvestasi nantinya, jangan ragu untuk memberitahuku, ya," ujar Danu dengan senyum yang di paksakan, dia tetap berusaha menjaga hubungan baik dengan Bram, jangan sampai pria sahabatnya itu benar-benar membatalkan kerjasamanya.

Bram mengangguk, merasa bersalah karena belum bisa memenuhi harapan sahabatnya itu. Namun, ia tahu bahwa ia harus bijaksana dalam mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan masa depan perusahaannya. Mereka melanjutkan makan pagi, berusaha mencairkan suasana yang tiba-tiba menjadi canggung dan berat.

Bram bukan orang bodoh, dia tidak akan berinvestasi di perusahaan orang lain tanpa pertimbangan yang matang. Meskipun sudah berbesan dengan Danu, tapi dia tetap bersikap profesional.

*

*

Zein duduk gelisah di atas kursi kebesarannya, matanya tak henti-henti menatap layar ponsel yang tergeletak di atas meja. Detik demi detik berlalu, namun tidak ada pesan masuk dari Kiara, kekasihnya yang sejak kemarin menghilang tanpa kabar.

Keningnya berkerut, jantungnya berdegup kencang, mencerminkan kecemasan yang menguasai pikirannya.

Tangan gemetar Zein mencoba menelpon Kiara, namun tak ada jawaban. Dia menutup mata dan menghela napas panjang, mencoba meredam kegelisahan yang melanda.

Beberapa kali dia mencoba menghubungi teman-teman Kiara, namun hasilnya nihil. Tak ada yang tahu di mana keberadaan gadis itu.

Kerutan di dahi Zein semakin dalam saat ia mengingat ucapan Kiara. Apakah Kiara benar-benar pergi dan meninggalkannya? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih serius terjadi padanya? Pikiran-pikiran buruk mulai menghantui benak Zein, membuatnya semakin gelisah.

Dalam kegelisahan, Zein berdiri dari kursinya dan mulai berjalan mondar-mandir di ruangan. Dia berusaha mengumpulkan seluruh informasi yang mungkin bisa membawanya pada jejak Kiara. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, membuat jantung Zein berhenti sejenak. Namun, begitu melihat nama yang tertera di layar, rasa kecewa menyergapnya. Itu bukan Kiara. Dengan langkah berat, Zein kembali duduk di kursi kebesarannya, menatap ponselnya dengan harap-harap cemas. Pikirannya terus menerawang, mencari tahu apa yang terjadi pada Kiara, gadis yang sangat dicintainya.

Frans membuka pintu ruangan Zein dengan perlahan, tangannya membawa setumpuk berkas yang harus ia serahkan pada bosnya. Begitu masuk, pemandangan yang tidak biasa menyambutnya. Zein, pria yang selalu terlihat tenang dan berwibawa, kini tampak mondar-mandir di ruangannya, ekspresi wajahnya mencerminkan kegelisahan yang mendalam.

"Anda kenapa, Tuan?" tanya Frans, memberanikan diri untuk menegur Zein yang tampaknya sedang dilanda kegundahan.

Zein menoleh dan menghentikan langkahnya, matanya menatap Frans dengan pandangan bingung. "Aku sedang memikirkan Kiara, Frans. Sejak kemarin dia tidak menghubungi ku, aku khawatir terjadi sesuatu dengannya," ucap Zein sambil mengacak rambutnya, frustasi yang terasa hingga ke ujung jari-jarinya.

Frans menghela nafas pelan, ia tahu betul betapa Zein begitu mencintai Kiara. "Mungkin nona Kiara sedang sibuk, Tuan. Atau mungkin saja ia sedang ingin memberikan kejutan untuk Anda," saran Frans, berusaha menenangkan Zein. Namun, kata-kata Frans seolah tak mampu meredakan kecemasan yang mendera Zein.

Ia kembali melangkah mondar-mandir, tangannya menggenggam erat ponselnya, menunggu kabar dari Kiara yang tak kunjung datang. "Aku harap begitu, Frans. Aku harap begitu," gumam Zein dengan nada berat, berharap di balik kegelisahannya ada kebahagiaan yang akan segera menyapa.

Zein duduk termenung di sofa, wajahnya tampak murung, "Tapi aku tidak yakin, Frans. Tiga hari yang lalu, Daddy dan Mommy datang ke apartemen Kiara. Mereka meminta Kiara untuk meninggalkan aku," ungkap Zein dengan suara parau dan lirih.

Frans, menghela nafas panjang sambil menatap bosnya dengan prihatin. Ia berjalan mendekati Zein dan duduk di sampingnya, berusaha memberikan semangat.

"Tuan, kamu harus kuat. Situasi ini memang sulit, tapi kamu harus percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja," ujar Frans dengan lembut.

Namun, Zein tidak bisa menahan tangisnya. Air mata mulai mengalir deras di pipinya, "Aku sangat mencintai Kiara, Frans. Aku tidak ingin kehilangan dia. Tapi, bagaimana dengan Sherinda? Dia sudah menjadi istriku dan aku juga memiliki tanggung jawab padanya." Frans menepuk punggung Zein, berusaha memberikan dukungan.

Di satu sisi, ia merasa kasihan melihat perjuangan cinta bosnya dengan Kiara yang begitu dalam. Namun, di sisi lain, ia juga merasa kasihan pada Sherinda, istri Zein yang tak tahu menahu tentang hubungan suaminya dengan Kiara. "Saya tahu ini sangat sulit untuk kamu, tuan. Tapi, kamu harus mengambil keputusan. Jangan biarkan perasaan ini terus menghantui kamu dan menyakiti orang-orang yang kamu cintai," nasihat Frans dengan tegas.

*

*

Sherinda merasa bingung karena tidak memiliki kegiatan apapun, dia memutuskan membuat sedikit kue untuk ia jual.

"Anda sedang apa nona? Untuk apa membuat kue sebanyak ini" tanya Bibi Yuan.

"Aku ingin jualan bi, rasanya bosan seharian ini tidak ngapa-ngapain" keluh Sherinda.

Bibi Yuan tersenyum lembut sambil mengusap punggung sempit Sherinda, "Sini biar bibi bantu, bibi juga sekalian ingin belajar membuat kue" tawar bibi Yuan.

Sherinda mengangguk cepat, setidaknya dia tidak akan terlalu capek karena nanti malam dia masih harus menjaga ibunya di rumah sakit.

Sherinda hanya akan berkunjung setiap sore menjelang malam, untuk pagi dan siang ia serahkan kepada perawat untuk merawat ibunya. Karena dia tetap harus bekerja meskipun sekarang sudah menjadi bagian dari keluarga Iskandar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!