BAB 5

Tanpa kenal lelah, Sherinda terus melangkahkan kakinya naik ojek pulang ke rumahnya. Ia sangat ingin mengambil cincin berharga milik ibunya untuk dijual, hari ini adalah batas terakhir pembayaran tagihan rumah sakit ibunya. 

Nafasnya terengah-engah, hati berdebar kencang, dan kegelisahan menyelimuti pikiran Sherinda. Setibanya di rumah, Sherinda langsung menyelinap ke dalam kamar ibunya. Dengan tangan gemetar, ia membuka lemari dan mencari laci tempat menyimpan kotak bludru merah tersebut. Akhirnya, ia menemukannya. 

Saat membuka kotak tersebut, terlihat cincin pernikahan ibunya yang sangat elegan dan mewah tampak berkilauan. Hatinya hancur, namun dengan berat hati Sherinda mencoba untuk bersabar. "Pasti harganya sangat mahal," gumamnya pilu, melihat cincin yang menjadi saksi pernikahan kedua orang tuanya kini harus rela dilepas demi menyelamatkan nyawa sang ibu yang sedang di rawat di rumah sakit. 

Danu berasal dari keluarga yang kaya raya, dan dulu dia sangat mencintai Ranti. Dia bahkan memberikan cincin mewah untuk melamar mantan istrinya itu. Namun, setahun setelah Ranti melahirkan Sherinda, sikap Danu berubah drastis. 

Pria itu menjadi kasar dan jarang pulang ke rumah. Usut punya usut, ternyata Danu tengah berselingkuh dengan mantan kekasihnya. Rasa sakit di hati Ranti tak tertahankan, ia pun memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. 

Tanpa keluarga yang bisa diandalkan, Ranti hanya tingga berdua bersama sang putri. 

Sherinda membawa cincin mewah itu ke sebuah toko emas di pusat kota. Dengan tekad yang bulat, dia berkata pada pegawai toko, "Saya ingin menjual cincin ini." Pegawai toko mengambil cincin itu dan memeriksanya dengan teliti. 

Matanya berganti antara menatap Sherinda yang berpenampilan sederhana dan cincin mewah tersebut. Dalam hati, ia merasa ragu. Bagaimana mungkin gadis miskin ini bisa memiliki cincin seharga satu kekayaan ini?.

"Mana suratnya nona" tanya pegawai toko. 

"Suratnya tidak ada mbak, itu milik ibu saya, dan saat ini beliau masih di rawat di rumah sakit" jelas Sherinda. 

"Maaf nona, kami tidak bisa menerimanya" ucap kata penjual toko sembari mengembalikan cincin tersebut kepada Sherinda. 

Dengan emosi yang bercampur aduk, Sherinda berusaha menjelaskan asal-usul cincin tersebut, berharap pegawai toko bisa mengerti dan menerima cincin itu untuk dijual. 

"Sungguh, ini cincin pernikahan ibu saya, Mbak! Aku tak mungkin mencuri!" seru Sherinda dengan mata yang berkaca-kaca, diselimuti keputusasaan. 

Mendengar keributan tersebut, pemilik toko akhirnya menemukan niat untuk keluar dan mendekati mereka. "Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" tanyanya sambil memperhatikan wajah para pegawainya. 

Mbak Arum, salah satu pegawai, menjawab dengan nada yang diusahakannya tetap sopan, "Nona ini ingin menjual cincin, Pak, tapi dia tak memiliki surat kepemilikannya. Tapi, dia bilang ini cincin pernikahan ibunya" Pemilik toko mengangguk paham. 

Memang, dia selalu melarang pegawainya menerima perhiasan tanpa dokumen resmi, kecuali bila perhiasan itu asalnya dari tokonya sendiri. Sebab, mereka tak ingin terlibat dalam kasus-kasus pencurian yang bisa menggoyahkan reputasi toko mereka. 

Sherinda merasa terpojok, tangisannya makin tak tertahankan, sambil bergumam lirih, "Tolong percayai saya, Pak... Saya benar-benar butuh uang untuk mengobati ibu saya" Wajah Sherinda yang memelas menyentuh perasaan pemilik toko, dilema antara menjaga reputasi toko atau mengasihani gadis itu.

"Coba saya lihat cincinnya," pinta pemilik toko dengan nada ragu. Sherinda pun memberikannya dengan tangan gemetar, berharap akan ada kabar baik. 

Merasa tidak enak hati, pemilik toko menilik cincin dengan ekspresi serupa seperti pegawai tadi. Dia tidak bisa menepis rasa ragu yang memenuhi benaknya, melihat penampilan Sherinda yang begitu jauh berbeda dengan harga cincin mewah tersebut. 

"Maaf, Non," ucapnya pelan, matanya menunduk seolah berat untuk menatap gadis muda di depannya. "Kami tetap tidak bisa menerimanya. Anda mungkin bisa mencoba membawanya ke toko lain." Ucapan pemilik toko itu seperti jarum yang menusuk hati Sherinda. 

Tangisannya mulai pecah di balik perasaan bingung dan keputusasaan. Apa lagi yang harus ia lakukan? Semua usaha terasa sia-sia dalam mencari jalan keluar dari situasi yang begitu berat.

Beginilah jadi orang miskin, selalu di pandang sebelah mata hanya karena penampilan yang tidak sesuai. Dengan perasaan kesal, Sherinda mengambil cincin tersebut dan membawanya ke toko lain, namun sama saya, toko itu tidak mau menerima cincinnya. 

Tetapi Sherinda tidak putus asa, dia mencari toko laim dan berharap yang satu ini mau menerima cincinnya. 

"Ada yang bisa kami bantu nona?" Tanya pemilik toko. 

"Saya mau menjual cincin pernikahan ibu saya, tapi saya tidak memiliki surat kepemilikannya" jawab Sherinda sambil memperlihatkan cincin milik ibunya. 

Pemilik toko itu mengambil cincin tersebut dan bertanya. "Mau di jual berapa?" Tanya pemilik toko sambil melihat kearah Sherinda. 

"Saya tidak tahu harganya" jawab Sherinda sambil menggelengkan kepalanya. 

"Bagaimana kalau seratus ratus juta, kalau mau saya akan membayarnya sekarang" kata pemilik toko. 

Membuat melototkan matanya, dia kaget mendengar harga yang di tawarkan oleh pemilik toko itu. "Mahal" satu kata yang terucap dari bibir mungil Sherinda. 

Setelah berpikir, akhirnya Sherinda menerima penawaran pemilik toko tersebut. Ia bisa menggunakan sisa tabungannya untuk membayar hutang ke bu Yuni, dan untuk biaya pengobatan ibunya kedepan. Semoga cukup kata Sherinda. 

"Baiklah, saya setuju" ucap Sherinda. 

"Berikan nomor rekening mu, saya akan membayarnya via transfer. Jumlah uangnya sangat banyak, saya takut terjadi sesuatu dengan anda di jalan kalau saya membayarnya dengan uang cash" kata pemilik toko. 

Sherinda mengangguk setuju, lalu memberikan nomor rekeningnya pada pemilik toko tersebut. 

Setelah selesai mentransfernya, pemilik toko itu menunjukkan bukti transfernya kepada Sherinda. 

"Sudah saya transfer nona, ini buktinya" kata pemilik toko. 

"Terima kasih" ucap Sherinda setelah melihat bukti tersebut. 

Sherinda merasa beban di bahunya terasa terangkat, ia tidak perlu menerima perjodohan itu untuk membayar tagihan ibunya. 

Wanita itu kembali ke rumah sakit dan segera melunasi tagihannya yang sudah menunggak dari kemarin. 

"Akhirnya lunas juga" gumam Sherinda sambil melihat kwitansi pembayaran tersebut. 

Ia meninggalkan tempat administrasi dan berlalu menuju keruangan ibunya. 

"Kamu sudah menjualnya" tanya Ranti saat melihat kedatangan putrinya. 

Sherinda mengangguk lalu perlahan duduk di kursi yang berada di samping ranjang tempat ibunya terbaring lemah. "Maafkan aku, Bu... telah menjual satu-satunya barang berharga milik Ibu," ucap Sherinda dengan perasaan bersalah yang begitu mendalam. 

Ranti tersenyum lembut, penuh kasih sayang, sambil mengusap lengan putri kesayangannya. "Kamu tidak perlu merasa bersalah, Sayang. Bagi Ibu, lebih baik kehilangan cincin itu daripada kehilangan kamu. Karena kamu lah harta paling berharga yang Ibu miliki," ucap Ranti tulus. 

Mata Sherinda langsung berkaca-kaca, hatinya terasa teriris oleh rasa haru dan sayu. Dia mencoba menahan air mata, namun tak mampu menahannya saat menghadap ibunya yang sedang sakit. "Terima kasih, Bu... Ibu harus sehat, biar kita bisa bersama terus," ucap Sherinda dengan suara yang serak dan lirih.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

evvylamora

evvylamora

digadai aja kenapa Thor

2024-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!