BAB 12

Zein terdiam dalam ruangan kerjanya yang sunyi, matanya terarah pada jendela dengan pandangan kosong. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk saat ia merenungkan apa yang baru saja ia saksikan. Rasa penasaran dan kebingungan semakin menguasai dirinya.

"Bukankah Danu orang kaya? Lalu kenapa anaknya berjualan kue?" gumam Zein dalam hati. Ia merasa aneh, bahkan jika orang lain melihat hal tersebut pasti akan merasa heran juga.

Memang, Danu dan istri telah bercerai, namun sebagai ayah, seharusnya Danu tetap memberikan nafkah untuk putrinya.

Zein menatap langit-langit ruangan, berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya. Sedikit rasa simpati mulai menyelinap dalam hati Zein. Ia mulai merasa kasihan pada Sherinda yang harus menjalani kehidupan yang keras meski memiliki ayah kaya raya.

Tanpa disadari, wajah Zein berubah menjadi sedikit muram, dan alisnya mengernyit saat ia semakin terbenam dalam lamunan. Tangan kanannya bergerak menggenggam kuat-kuat pena yang ada di atas meja, mencerminkan kegelisahan yang mulai menyelimuti hatinya. Akan tetapi Zein segera menepis perasaanya. Bagi dia Kiara adalah segalanya, tidak ada wanita lain yang dapat menggantikan kekasihnya itu.

Frans berjalan masuk ke ruangan Zein dengan langkah pasti, kemudian berkata, "Tuan, barusan nona Kiara menghubungi saya. Dia menyuruh anda untuk melihat ponsel anda." Zein menoleh ke arah Frans asistennya, ekspresi wajahnya tampak terkejut namun segera kembali fokus pada pekerjaannya.

Ia kemudian mengangguk dan menghentikan pekerjaannya sejenak. Dengan gerakan cepat, ia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Rupanya ia tidak menyadari bahwa sejak tadi ponselnya dalam keadaan mati.

Setelah menyalakan ponselnya, Zein menemukan beberapa pesan masuk dari Kiara. Raut wajahnya berubah serius seiring ia membaca pesan demi pesan yang masuk.

Matanya terfokus pada layar ponsel, seolah-olah mencoba memahami setiap kata yang tertulis di sana. Sementara itu, Frans berdiri di sampingnya dengan wajah khawatir, menunggu reaksi dari atasannya.

Zein menghela napas panjang, kemudian menatap Frans dengan tatapan tajam. "Ada apa ini, Frans? Mengapa Kiara terdengar begitu cemas?" tanya Zein dengan nada suara yang tenang namun terdengar sedikit tegang.

Frans menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Zein. "Saya tidak tahu pasti, Tuan. Namun sepertinya ada masalah yang sangat penting dan mendesak yang perlu Tuan ketahui segera." Zein mengangguk, lalu kembali menatap layar ponselnya.

Ia merasa ada tekanan di dadanya, seolah-olah ada berita buruk yang akan ia terima. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan menghadapi masalah yang ada. Sekarang, ia harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan bagaimana ia bisa membantu Kiara dalam menghadapi situasi ini.

Zein merasa cemas dan tergesa-gesa saat dia memutuskan untuk pergi ke apartemen Kiara. Ia beranjak dari kursi kebesarannya dan meminta rekan kerjanya untuk menggantikan tugasnya sementara.

"Tolong, kamu handle pekerjaan ku dulu, aku ingin ke apartemen Kiara," ucap Zein dengan wajah cemas.

Ia segera mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, berharap bisa segera sampai di apartemen milik Kiara. Selama perjalanan, Zein terus memikirkan apa yang sedang terjadi pada wanita yang sangat ia cintai itu. Rasa penasaran dan kekhawatiran semakin membuatnya tidak tenang.

Sesampainya di apartemen Kiara, Zein langsung memencet tombol kata sandi yang telah ia hafal dengan baik.

Bip

Beberapa detik kemudian, pintu apartemen terbuka dan Zein segera masuk ke dalam. Suasana hening menyambutnya, membuat jantungnya berdebar semakin kencang. Ia mencari-cari keberadaan Kiara di setiap sudut apartemen, berharap bisa segera menemukannya dan memastikan bahwa ia baik-baik saja.

Zein adalah seorang pemuda yang penyayang dan perhatian pada pasangannya, Kiara. Sementara Kiara adalah gadis cantik yang lembut dan rapuh, yang kerap kali menangis karena merasa sedih atau tertekan. Hubungan mereka berjalan harmonis, namun ada kalanya Kiara merasa sedih karena orang tuan Zein tidak menyukainya.

"Sayang, Kiara" panggil Zein, namun tidak ada sahutan dari wanita itu.

Zein melangkahkan kakinya kearah kamar Kiara, sayup-sayup terdengar suara tangisan dari dalam kamar tersebut. Ia segera bergegas masuk dan menemukan Kiara duduk meringkuk di sudut kamar, menangis tersedu-sedu.

Dengan langkah hati-hati, Zein mendekati Kiara dan berusaha menenangkannya. "Sayang, kamu kenapa menangis?" tanya Zein sambil memegang kedua bahu Kiara, mencoba mencari tahu apa yang membuat kekasihnya sedih. Mendengar suara Zein, Kiara langsung mengangkat kepalanya yang semula tertunduk.

Matanya sembab dan basah oleh air mata. Tanpa ragu, Kiara berhambur memeluk Zein, mencari perlindungan dan kehangatan dalam dekapan sang kekasih. Zein merasa iba melihat keadaan Kiara. Ia pun memeluk balik gadis itu, menenangkan hatinya yang sedang gundah. Dalam pelukan Zein, Kiara merasa aman dan terlindungi dari segala kesedihan yang menderanya. Keduanya saling berbagi kehangatan dan cinta, menghadapi dunia bersama-sama.

"Ada apa? Kenapa kamu menangis seperti ini?" tanya Zein lembut, menatap wajah Kiara yang terasa begitu rapuh dalam pelukannya.

"Aku ingin kita putus, Zein. Aku tidak mau menjadi penghalang kebahagiaanmu," ucap Kiara tiba-tiba, suaranya serak karena tangisannya.

Zein melepaskan pelukan tangan Kiara, rasa terkejut memenuhi pikirannya. Ia menatap wajah kekasihnya intens, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja Kiara ingin mengakhiri hubungan mereka.

"Maksudmu apa, Kiara? Sampai kapan pun aku tidak akan mengakhiri hubungan kita," seru Zein, mencoba menyembunyikan kegundahan di hatinya.

Kiara menundukkan wajahnya, takut melihat tatapan tajam Zein.

"Tadi orang tuamu kesini, Zein. Mereka bilang aku bukanlah calon istri yang tepat untukmu. Mereka ingin kamu menikah dengan wanita pilihan mereka." Kiara terisak, tangisannya kembali pecah.

Zein menghela nafas, mencoba meredakan amarah yang mulai memuncak. Ia mengelus lembut rambut Kiara, menenangkan kekasihnya yang sedang terluka.

"Kamu tidak perlu khawatir, Kiara. Aku akan bicara dengan orang tuaku dan menjelaskan semuanya. Aku mencintaimu, dan tidak ada yang bisa mengubah hal itu." Kiara mengangkat wajahnya, menatap mata Zein yang penuh kehangatan. Air mata masih mengalir di pipinya.

Kiara mengangkat wajahnya, menatap mata Zein yang penuh kehangatan. Air mata masih mengalir di pipinya, namun hatinya sedikit terenyuh mendengar kata-kata Zein.

"Jangan Zein, ikuti saja kemauan orang tuamu. Mungkin, yang di katakan mereka benar, aku memang tidak pantas untukmu," ucap Kiara dengan suara yang lirih.

Zein menatap Kiara dengan tajam, tangannya meraih dagu Kiara dan mengangkat wajahnya agar pandangan mereka bertemu. "Jangan pernah mengatakan hal seperti itu, Kiara. Aku tahu apa yang terbaik untukku, dan itu adalah kamu," tegas Zein. Di saat yang bersamaan, hati Kiara berkecamuk antara ingin memperjuangkan cinta Zein dan rasa takut akan penolakan dari keluarga Zein. Namun, seiring waktu berlalu, Kiara merasakan betapa lelahnya dirinya menghadapi situasi ini.

Bersambung.

Jadi Sherinda sakit, tapi jadi Kiara jauh lebih sakit. 😭

Terpopuler

Comments

evvylamora

evvylamora

knp orang tuanya Zein ga setuju Zein dng Kiara?? apakah Kiara bnr2 gadis baik hati spt yg selama ini Zein tahu?? ato sbnr nya Kiara ini jago akting, depan Zein jd gadis baik2, ternyata dibelakang Zein gadis liar?? ntah lah 😁😁😁

2024-02-25

1

Syifa Aliyya putri

Syifa Aliyya putri

kiara bkn cewek baik2,mknya ortu zein tidak setuju,,,,

2024-02-25

0

L B

L B

lalu apa alasan orang tua zein tidak setuju jika kiara sebaik itu? apa ortu zein juga serakah seperti ortu nya sherinda 🤔

2024-02-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!