BAB 17

Zein duduk di bar dengan segelas whiskey di tangannya. Wajahnya terlihat muram, begitu juga dengan hatinya yang kacau. Pria itu merasa bersalah, ia tak berani menemui Kiara, kekasihnya, yang ia khianati. Malam itu, Zein terus melahap alkohol yang disuguhkan di hadapannya, berusaha melupakan penyesalannya.

Selama ini, dia tak pernah melangkah masuk ke tempat semacam ini, karena Kiara, kekasihnya, selalu melarangnya. Zein tahu betul bahwa Kiara khawatir jika dirinya terjerumus dalam pergaulan yang buruk atau mabuk-mabukan. Zein pun selalu menuruti permintaan Kiara, karena dia mencintai gadis itu dan ingin menjaga hubungan mereka tetap harmonis. Namun, pada malam itu, Zein merasa begitu kesepian dan bingung. Hubungannya dengan Kiara terancam berakhir akibat pernikahannya dengan Sherinda.

Zein merasa tak ada tempat lain untuk mencari pelarian dari perasaannya yang hancur. Dengan berat hati, Zein melangkah masuk ke bar tersebut. Cahaya lampu yang redup dan musik keras yang bergema membuat Zein merasa asing.

Frans, asistennya yang setia, mencoba menghentikannya. "Cukup, Tuan. Anda sudah terlalu banyak minum," cegah Frans dengan tegas.

Namun, Zein tak peduli. Ia terus minum, berharap bisa melupakan rasa bersalah yang terus menghantui hatinya. Musik keras dan sorotan lampu berwarna-warni di klub malam itu hanya menambah kebingungannya.

"Biarkan aku, Frans," ucap Zein dengan suara parau. "Aku perlu melupakan semua ini." Frans menghela napas, khawatir melihat kondisi Zein yang semakin mabuk. Ia tahu, Zein merasa terpuruk dan menyesal telah mengkhianati kekasihnya.

Namun, Frans juga sadar bahwa melarikan diri ke klub malam dan menenggak alkohol bukanlah solusi yang baik. Namun, Zein tetap bersikeras. Ia ingin melupakan rasa bersalahnya terhadap Kiara, meski hanya untuk sementara. Hatinya merasa hancur, dan ia tak tahu bagaimana memperbaiki segala kesalahan yang telah ia perbuat.

Tiba-tiba, Frans terkejut mendengar ungkapan penuh amarah dari Zein yang sedang mabuk berat. Wajah Zein merah padam, matanya terlihat sembab dan berlinang air mata. Raut wajahnya mencerminkan rasa sakit hati yang mendalam akibat pengkhianatan yang dia lakukan.

"Maaf, Tuan," ucap Frans dengan hati-hati, "saya hanya ingin membantu. Saya tahu perasaan Anda pasti sedang terluka." imbuhnya.

Zein menatap Frans dengan mata berkobar, kemudian tiba-tiba memukul meja dengan penuh amarah hingga beberapa botol minuman terjatuh dan pecah berkeping-keping.

"Aku benar-benar bodoh, Frans! Andai saja aku bisa menolak perjodohan ini, mungkin hubunganku dengan Kiara tak akan hancur seperti ini. Aku merasa hancur dan malu untuk menghadapinya, Frans!" Emosi Zein memuncak, terasa seolah-olah jantungnya tertancap belati tajam saat menyadari betapa rusaknya hubungan yang pernah ia jalin bersama Kiara. Ia menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang melanda, mencoba menemukan secercah harapan untuk menyelamatkan hubungannya dengan Kiara. 

Frans menghela nafas pelan. percintaan tuannya sangat rumit, "Tuan, percayalah, pasti suatu saat nona Kiara akan mengerti. Anda melakukan ini karena keadaan" ucap Frans sembari membantu Zein untuk bangkit.

Namun Zein masih menolak beranjak, dia terus meratapi nasibnya yang mengkhianati Kiara. Wajahnya yang pucat dan berlinang air mata membuat Frans semakin khawatir. Dia tahu, Zein sangat mencintai Kiara dan mengorbankan segalanya untuknya, namun kenyataannya kedua orang tuanya tidak merestui hubungannya dan lebih memilih menikahkan dirinya dengan perempuan lain.

Frans merasa jengkel melihat keadaan Zein yang sudah mabuk berat di bar. Tanpa pikir panjang, ia menarik paksa tubuh Zein yang lemas dan memapahnya untuk segera keluar dari tempat itu. Keringat dingin menutupi dahi Zein saat ia berusaha berdiri dan menjaga keseimbangannya. Namun, tenaganya sudah tak cukup untuk menopang tubuhnya sendiri.

"Tuan, kamu sudah terlalu mabuk! Kita harus pulang sekarang!" ujar Frans dengan nada tegas sambil menggenggam erat lengan Zein.

Zein hanya bisa mengangguk lemah tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka berjalan perlahan menuju mobil yang sudah diparkir di depan bar.

Zein berjalan sempoyongan dengan bantuan Frans yang setia menopang tubuhnya. Sesekali Zein terhuyung-huyung, hampir terjatuh jika tidak ditahan oleh Frans.

Di tengah perjalanan, Zein tiba-tiba muntah, membuat Frans semakin kesal dan prihatin. Ia segera mengambil tisu yang ada di sakunya untuk membersihkan wajah Zein yang pucat dan basah oleh keringat dingin. Setelah membersihkan wajahnya, Frans kembali memapah Zein untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju mobil.

Sesampainya di mobil, Frans dengan hati-hati meletakkan Zein di kursi penumpang dan mengenakan sabuk pengaman untuknya. Frans menghela napas panjang, menenangkan diri sejenak sebelum menyalakan mesin mobil dan membawa Zein pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, Frans terus memperhatikan kondisi Zein yang semakin memburuk. Ia merasa iba melihat keadaan Zein.

Frans menghentikan mobilnya didepan halaman rumah Zein, dengan di bantu penjaga, Frans mengeluarkan Zein dari dalam mobil. lalu membawanya menuju ke kamar Zein.

"Dimana nona Sherinda" tanya Frans ketika tidak mendapati istri tuannya di kamar tersebut.

"Beliau sedang ke rumah sakit menemani ibunya, tuan" ucap Bibi Yuan salah satu pelayan di rumah Zein.

Frans mengangguk paham, dan keluar dari kamar Zein, pria itu memutuskan untuk pulang.

****

Pukul tujuh pagi, Sherinda dengan langkah lelah pulang ke rumah setelah semalaman berjaga di rumah sakit menemani ibunya yang sakit keras.

"Bi, Tuan di mana?" tanya Sherinda kepada Bi Yuan.

"Maaf, Nyonya. Tuan belum turun, mungkin beliau masih terlelap di kamarnya," jawab Bi Yuan dengan suara halus.

Sherinda mengangguk pelan, kemudian dengan hati-hati menaiki tangga untuk menuju ke kamar suaminya.

Tok...

Tok...

Berkali-kali Sherinda mengetuk pintu kamar suaminya, namun tak ada respon sedikit pun dari sang suami.

Rasa cemas mulai menggelayuti hati Sherinda. Akhirnya, dengan sedikit ragu dan napas yang tersengal, Sherinda membuka pintu kamar Zein, ingin memastikan suaminya baik-baik saja.

Klek....

Terlihat Zein sedang terlelap dengan posisi tengkurap diatas ranjangnya. Perlahan Sherinda berjalan kearah ranjang.

"Tuan, bangun" ucap Sherinda sambil mengguncang lengan Zein pelan.

"Eugh... "

Sherinda langsung menjauh mencium aroma minuman dari mulut suaminya. Tiba-tiba Zein menarik lengan Sherinda hingga membuat wanita itu jatuh diatas ranjang.

Tanpa sadar, Zein pun memeluk tubuh Sherinda.

"Zein... lepaskan aku," pinta Sherinda lembut, namun Zein tidak menggubrisnya.

Sherinda merasa bersalah melihat Zein yang kacau dan mabuk berat seperti ini. Andai saja dia tidak egois, mungkin pria itu tidak akan menjadi seperti ini, pikir Sherinda dalam hati.

Dengan perasaan bersalah yang mendalam, Sherinda mencoba melepaskan pelukan Zein yang semakin erat.

Namun, tiba-tiba Sherinda terpekik, lagi-lagi Zein menarik tangannya hingga terjatuh di atas tubuh pria itu. "Kiara, jangan pergi," Zein mengigau dengan mata yang masih tertutup rapat, sambil memeluk tubuh Sherinda lebih erat lagi.

Sherinda mengerutkan keningnya ketika mendengar Zein menyebut nama Kiara.

"Siapa Kiara" tanya Sherinda yang tidak tahu Zein memiliki seorang kekasih.

Terpopuler

Comments

evvylamora

evvylamora

ini ujung-ujungnya malah tidur sm Kiara nih, malah tmbh nyesel

2024-02-29

0

evvylamora

evvylamora

bukannya dtg dulu ke apartemennya, malah kabur tuh Kiara

2024-02-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!