BAB 6

"Mas, bagaimana ini? Anak itu menolak perjodohannya dengan putra Tuan Bram," tanya Ana dengan wajah cemas dan gelisah. 

Danu tersenyum santai, lalu berkata, "Tenang saja, kita tunggu beberapa minggu ini, pasti dia akan mendatangi kita." Danu tahu bahwa jika memang benar mantan istrinya itu tengah menderita sakit keras, tak lama lagi putri semata wayang mereka itu akan mencoba menemuinya. 

Sherinda pasti tak ingin meninggalkan sang ibu di saat-saat kritis seperti ini. Sudah menjadi skenario kehidupan, ketika semua pilihan terhenti dan mereka terjebak di antara cinta dan kewajiban, seseorang akan melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dan Sherinda tidak akan memiliki pilihan lain selain menerima perjodohan dengan Zein, meskipun hatinya menjerit untuk melawan takdir yang sudah ditetapkan.

"Kamu yakin, Sherinda akan menemui kita, Mas? Jangan sampai kita kehilangan kesempatan emas ini," ucap Ana dengan hati berdebar. 

 

"Tenang saja, Sayang. Aku yakin anak itu pasti akan datang menemui kita. Percayalah padaku," balas Danu penuh keyakinan, meredakan kekhawatiran Ana. 

Senyum kemenangan tersungging di bibir Ana, tak sabar menanti saat dia bisa melihat hidup Ranti dan putrinya terjungkal dalam penderitaan. Dendam yang terpendam selama ini terhadap Ranti, akhirnya sebentar lagi terbalaskan. 

Gara-gara wanita itu, hubungan Ana dan Danu dulu sempat terhenti dan kandas di tengah jalan. Kini, langkah demi langkah, dendam Ana akan terbayar, dan kebahagiaan bersama Danu akan kembali diteguknya.

Padahal yang sebenarnya terjadi bukan salah Ranti, tapi Ana sendiri yang memutuskan meninggalkan Danu dan memilih menikah dengan pria lain. Tetapi Ana selalu menyalahkan Ranti atas takdir yang menimpa dririnya. 

"Di mana Farah dan Anton? Kenapa sejak tadi mereka berdua tidak terlihat?" Tanya Danu yang tidak melihat keberadaan kedua anaknya di rumah. Farah merupakan anak tiri Danu dari hasil pernikahan Ana dengan suami pertamanya, sedangkan Anton adalah buah cinta Danu bersama Ana.

"Mereka berdua sedang pergi, tadi sudah minta izin denganku," sahut Ana dan Danu mengangguk paham.

Kedua anaknya sudah besar, sehingga Danu tidak terlalu mengkhawatirkanya. Mereka sudah bisa menjaga dirinya sendiri. 

"Ayo kita makan siang, setelah ini aku harus kembali ke kantor" ucap Danu, mencoba mengalihkan perhatiannya dari kekhawatiran atas kedua anaknya. "Ayo, tadi aku sudah meminta bibi untuk memasak makanan kesukaanmu," ucap Ana, penuh kelembutan sambil menggandeng lengan suaminya. 

Mereka berdua melangkahkan kaki menuju ruang makan, saling beriringan, penuh cinta yang tulus nan hangat. Danu seakan lupa dengan Ranti yang pernah hadir dalam kehidupannya, tak ada bayang-bayang mantan istrinya dan anaknya dalam pikirannya. 

Usai menikmati makan siang bersama sang istri, Danu melanjutkan perjalanannya menuju kantor dengan ditemani oleh sopir pribadinya. 

****

Dua hari telah berlalu, detik yang penuh ketegangan yang ditunggu-tunggu oleh Sherinda tiba. Wanita itu ingin segera mengetahui penyakit yang diderita oleh sang ibu. 

Saat ini Sherinda berada di ruang dokter, duduk saling berhadapan, tangan gemetar menanti kabar yang dihantarkan dari bibir sang ahli.

Dokter mengeluarkan sebuah map dari laci mejanya dengan tangan gemetar. Pelan-pelan, ia membukanya dan menatap hasil pemeriksaan yang tertulis di atasnya. 

Di hadapan Sherinda, dia membacanya dengan nada serius, matanya menunjukkan kecemasan yang mendalam. 

"Hasil diagnosis menyatakan bahwa ibu Anda mengidap kanker usus stadium lanjut," ucap dokter dengan suara berat. 

Sherinda menahan napas, seakan dunia berhenti berputar sejenak. Pandangannya kosong, Sherinda mendongak, memejamkan matanya erat-erat. Buliran air mata perlahan mengalir turun membasahi pipinya. 

Sebelum memasuki ruangan dokter, Sherinda telah membekali dirinya dengan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi, namun tak ada yang sanggup menyangkal kenyataan pedih ini. Hati gadis itu luluh lantak, bagai disambar petir di siang bolong, terasa hampa dan sakit. 

Menyeka air mata yang terus mengalir, Sherinda mengumpulkan kekuatan dan menatap dokter itu. "Apa yang harus kami lakukan sekarang, Dok? Haruskah kami segera melakukan operasi, atau ada perawatan lain yang bisa dilakukan?" Ia menahan isak tangis yang mengguncang dadanya, mencari jawaban di mata sang dokter.

Dokter menggelengkan kepalanya dengan berat, kesedihan terpancar di matanya karena hingga kini belum ada obat mujarab untuk menyembuhkan kanker. "Kita perlu melakukan kemoterapi untuk membasmi sel kanker dan mencegah penyebarannya, Nona," ucap dokter penuh harap. 

"Berapa biayanya, Dok?" tanya Sherinda dengan rasa cemas yang menyelimuti hatinya. "Sekitar enam puluh juta sampai seratus juta sekali terapi, Nona," jawab dokter lembut, mencoba untuk tidak menimbulkan tekanan lebih pada gadis tersebut. 

Sherinda menghela nafas panjang, seolah mencari jawaban dari udara. Uang sebanyak itu dari mana ia bisa dapatkan? Mungkin kali ini dia masih bisa membayarnya menggunakan uang sisa penjualan cincin pernikahan ibunya, namun kemoterapi bukan hanya sekali saja, melainkan harus dijalani berulang kali. Saat itulah, keputusasaan mulai merayapi hidupnya, bagaikan kabut tebal yang mengepung dan menjeratnya dalam ketidakpastian.

Sherinda memutuskan keluar dari ruang dokter dan masuk kedalam ruangan ibunya, terlihat sang ibu sedang terlelap. Sambil berdebar-debar, ia mengecup pelipis ibunya dengan mata berkaca-kaca,

"Nanti saja setelah ibu bangun aku akan berbicara dengannya" katanya bergetar, merasa telah menyerah sebelum berjuang. Perlahan, Sherinda melangkah keluar dari ruangan. Dia tidak sanggup untuk mengambil keputusan sebelum mengutarakan isi hatinya kepada sang ibu. Tetapi dia tahu, respon yang akan ia terima mungkin bukan yang ia harapkan. 

Hatinya hancur ketika ia duduk di kursi tunggu, menundukkan kepalanya dan merasa semuanya berada di ujung tanduk. Dengan setiap menit yang berlalu, ia semakin merasa sendirian, kehilangan pegangan. 

"Apakah aku harus menerima perjodohan itu?" tanya Sherinda dalam hati, kebingungan mencengkeram pikirannya, mengikis perlahan kebahagiaannya yang semakin sulit dijangkau.

Terpopuler

Comments

evvylamora

evvylamora

cb jng dibuat sherinda menerima perjodohan itu thor, tp kl bs si laki2 yg ksh kontrak pernikahan ke sherinda.. jng buat ayah sm ibu tirinya senang

2024-02-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!