***
Sentinel Apartemen, 03.00 AM.
"Kau tinggal di sini?" tanya Luke, pria itu melirik gedung apartemen mewah di depannya.
"Iya, terimakasih atas tumpangannya. Aku turun dulu," ujarnya, Luke menoleh. Pria itu tersenyum.
"Siapa namamu? Kita belum sempat berkenalan bukan?"
Grace terdiam sebentar, sebelum akhirnya gadis itu membuka suaranya.
"Grace, panggil saja Grace,"
"Baiklah, Grace. Nama yang cantik, seperti pemiliknya. Hum, bolehkah aku meminta nomor telefonmu?"
Grace mengernyit, Luke terkekeh lirih.
"Maaf, mungkin sedikit lancang. Tetapi aku ingin berteman denganmu, aku baru saja kembali dari Inggris. Jadi bisa di katakan aku di sini tidak memiliki teman selain pria-pria tadi," jelas Luke, Grace mengangguk.
Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Luke.
"Ponselmu," pinta Grace, Luke tersenyum, ia memberikan ponselnya kepada Grace.
Grace menerimanya, gadis itu mengetikkan beberapa angka di sana. Setelahnya Grace mengembalikan ponsel Luke.
"Sudah, kalau begitu aku turun dulu ya. Sekali lagi terimakasih." Grace membuka pintu mobil Luke, gadis itu melambaikan tangannya dan segera melangkah pergi.
Seperginya Grace, Luke tersenyum. Pria itu menyalakan mesin mobilnya dan mengendarainya.
Baru saja mobil Luke keluar dari halaman apartemen Grace, sebuah mobil SUV hitam menabraknya.
Brughhh!
"Fuck!" umpat Luke, mobilnya terhantam hingga berbelok ke kiri kembali.
Luke mematikan mesinnya, pria itu turun dari mobil. Melihat mobil SUV yang baru saja menabraknya dan kabur.
"Dasar pengendara sialan!" teriak Luke, ia melihat mobilnya yang lecet.
**
Sementara seorang pengendara di balik mobil hitam tadi tengah menelfon seseorang.
"Sudah saya lakukan, Tuan. Tidak terlalu kencang, tetapi cukup membuat mobilnya lecet,"
"Bagus, aku sudah mentransfer uang ke rekeningmu,"
"Terimakasih, Tuan Thomas," jawab pria tersebut menyebut nama Thomas.
***
Keesokan harinya,
Grace menggeliat, gadis itu membuka kedua matanya dan mencari kesadarannya. Setelahnya Grace beranjak bangun dan menyibak selimutnya.
Deg!
Grace terperanjat, gadis itu terkejut melihat sosok Jordan yang sudah duduk di sofa dengan kaki kanannya bertopang pada kaki kirinya, di tangannya pun terdapat gelas kristal menemaninya. Tatapannya terlihat tajam menghunus ke arah Grace.
Grace menelan salivanya dengan susah payah, gadis itu mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tidak karuan.
"K-kau sudah lama? Maaf aku tidak menyadari kedatanganmu," ujar Grace, Jordan terkekeh.
Pyarrrr!
Jordan melemparkan gelas di tangannya hingga pecah berkeping-keping, pria itu berdiri dan menghampiri Grace yang sudah berdiri memejamkan matanya. Dengan gerakan cepat, Jordan mencekik leher Grace. Membuat gadis itu membuka matanya, dan meronta.
"J-jordan, l-lepas ... s-sakit!" rintih Grace saat merasakan sakit di lehernya, gadis itu memukul dan menjauhkan tangan Jordan. Namun tenaganya tetap kalah dengan Jordan.
Jordan mengeraskan rahangnya, pria itu menatap tajam, dan mengencangkan cekikannya pada leher Grace.
"MURAHAN!" sentak Jordan sembari menghempaskan tubuh Grace ke lantai, hingga Grace terjatuh tersungkur.
Brakkkk!
"Shhhsss," Grace meringis, gadis itu memegang lehernya yang sakit. Kini tidak hanya lehernya, tetapi tubuhnya pun terasa sakit karena terjatuh.
"Kau tau! Kau sangat murahan. Grace!" bentak Jordan, ia menatap Grace yang kini menatapnya dengan nanar.
"Yeah, aku memang murahan. AKU MEMANG MURAHAN, TUAN JORDAN! LALU APA BEDANYA DENGANMU HAH? KAU SENDIRI MEMILIKI ISTRI, TETAPI KAU MASIH MENAHANKU DAN BERMAIN JALANG!" bentak Grace seraya air matanya yang mengalir, ribuan sesak kembali menusuk hatinya. Gadis itu berdiri. Mencengkram kerah kemeja Jordan dengan erat.
"Jika aku murahan, kenapa kau tidak melepaskan aku. Jordan? Lepaskan aku, biarkan aku pergi, dan kita akhiri segalanya. Jordan!" teriak Grace, gadis itu semakin terisak. Air matanya terus mengalir deras.
Jordan mengetatkan rahangnya, pria itu menepis kedua tangan Grace. Lalu mencengkram dagu Grace dengan kuat.
"Aku sudah pernah mengatakan kepadamu, Grace Hernandez. Kau itu milikku, hanya milikku! Dan jangan pernah berpikir untuk bisa pergi dariku, karena sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa pergi dariku. Coba saja, jika kau ingin orang-orang terdekatmu mati di tanganku!" tekan Jordan, Grace menggeleng.
"Kau benar-benar sakit jiwa, Jordan!" teriak Grace, Jordan terkekeh.
"Yeah, aku memang sakit jiwa, dan itu semua karenamu. Grace!"
Brughhh!
Jordan menghempaskan tubuh Grace ke arah ranjang, hingga gadis itu menabrak pinggiran ranjang. Grace ingin berdiri, namun Jordan terlebih dahulu meraih tubuhnya. Mengunci kedua tangannya di belakang tubuhnya. Lalu Jordan mengikatnya dengan dasi milik pria itu.
"Berlututlah, Grace," titah Jordan, Grace berlutut.
Jordan mengambil cambuk di laci nakas, setelahnya Jordan melayangkan cambukan itu ke area tubuh Grace.
Ctassss! Ctasss! Ctasss!
Suara cambukan terdengar nyaring, cambukan demi cambukan terus Jordan layangkan di tubuh Grace. Membuat pakaian gadis itu terkoyak dan menampakkan luka beserta darah segarnya.
Grace menggigit bibir bawahnya, gadis itu mati-matian menahan suara tangis dan jeritan kesakitannya, ia hanya bisa pasrah merasakan sakit pada tubuh, dan hatinya. Dengan air matanya yang terus mengalir deras tanpa suara.
Lama Jordan mencambuk Grace, melampiaskan segala amarahnya. Hingga setelahnya, pria itu melemparkan cambuknya. Meraih tubuh Grace, dan membaringkannya di atas ranjang.
Kemudian Jordan membuka ikatan di kedua tangan Grace, Jordan juga melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuh Grace hingga kini tubuh gadis itu terlihat polos tanpa sehelai benang pun.
Jordan mengecup tubuh Grace yang terdapat luka darinya, sebelum akhirnya pria itu mengambil sekotak obat di laci nakas. Jordan mengambil salep, dan mulai mengoleskan salep tersebut di beberapa luka milik Grace.
Ketika sudah selesai, Jordan menaruh kembali di atas nakas, dan bergabung bersama Grace di atas ranjang. Membaringkan tubuhnya, Jordan menarik pelan tubuh Grace agar masuk ke dalam pelukannya.
"Jangan menangis, kau sendiri yang memintanya. Baby." Jordan mengusap air mata Grace dengan lembut, pria itu juga memberikan kecupan lembut di kening Grace.
"Tidurlah, aku akan memelukmu." Jordan memeluk erat tubuh Grace.
Sementara Grace, gadis itu sama sekali tidak menanggapi ucapan Jordan. Dia terlalu lelah, lelah dengan rasa sakit yang ia terima pada tubuh, dan hatinya.
***
Mau satu lagi kah nanti malam? 😜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Emilia Dhamayanti
esmosi jiwa ..juga baca nya ara hadeww
2024-11-24
0
Dian Susantie
emang sakit jiwa si Jordan.. 😡😡😡
2025-01-19
0
Nyonya Rai
boleh kaa memaki...dasar Jordan sia++n..baj++gan..kau yg murahan jordan/Awkward//Awkward//Angry//Angry//Angry/
2024-10-23
0