***
"Bagaimana bisa terjadi, Thomas?"
"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tau secara rinci, tetapi saat ini anak buah Anda sudah menahan mereka yang sudah berani menyabotase pengiriman senjata milik Anda,"
"Selidiki siapa dalang di balik sabotase malam ini, karena rasanya akan sangat percuma bertanya kepada para bedebah itu." Jordan melipat kedua lengan kemejanya hingga sebatas siku, pria itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi mobil dan memejamkan matanya.
Sekilas bayangan wajah Grace saat bergair*h terlintas, menerbitkan senyum di bibir Jordan. Membuat Thomas yang sempat melirik Jordan menjadi bergidik ngeri.
'Aneh, tidak biasanya Tuan Jordan tersenyum-senyum sendiri,' batin Thomas, pria itu kembali fokus dengan kemudinya.
**
Pelabuhan Porirua, Wellington.
Mobil yang membawa Thomas dan Jordan sampai di sebuah pelabuhan, keduanya turun dari mobil dan melangkah menuju dermaga. Mereka mengarah pada beberapa jajaran kontainer logistik.
"Dimana mereka?"
"Mereka ada di sebelah sana, Tuan." Thomas menunjuk ke arah depan sebelah kanan, Jordan mengangguk.
Setibanya Jordan dan Thomas di tempat anak buahnya, pria itu tersenyum smirk saat melihat tiga orang asing bersimpuh dengan kondisi tubuh yang sudah babak belur dan terikat satu sama lain.
Jordan mendaratkan bokongnya pada sebuah kursi di depan ketiga pria asing itu.
"Saya sudah memaksa mereka untuk mengaku, Tuan, dan mereka lebih memilih tidak ingin memberitahu kami siapa Tuan-nya, tetapi kami melihat ada tato naga di lengan mereka masing-masing," jelas salah satu anak buah Jordan, ia menunjukkan lengan kanan ketiga pria asing itu yang memiliki tato bergambar naga.
Jordan menyeringai, pria itu mengeluarkan pistol dari balik punggungnya.
"De Luca Salvatore," ucap Jordan membuat ketiga pria asing itu mendongak, dan menampilkan wajah tegangnya.
Jordan terkekeh, pria itu berdiri dari duduknya dan memutar-mutar pistol di tangannya, ia berjalan mengitari ketiga pria asing tersebut.
"Immanuel Salvatore, apa yang dia inginkan dariku sehingga kalian berani menyerahkan nyawa di wilayah kekuasaanku, hm?" suara dinginnya, dan auranya yang menakutkan. Membuat ketiga pria itu terlihat pucat pasi.
"Keluarkan ponsel salah satu dari mereka, dan hubungi pria keparat itu!" titah Jordan, pria itu menatap tajam ke arah anak buahnya.
Anak buah Jordan merogoh saku celana salah satu dari tiga pria itu, ia mengeluarkan ponsel milik pria yang berada di sebelah kanan. Kemudian ia menempelkan jemari pria itu agar ponsel terbuka, dan segera mencari nomor orang yang di maksud Jordan.
Anak buah Jordan menghubungi orang bernama Immanuel, namun tidak tersambung, dan ia kembali mencoba menghubungi hingga panggilan ke lima tersambung.
Jordan merebut ponsel di tangan anak buahnya ketika mendengar suara seseorang yang ia maksud.
"Ada apa, Pablo? Apakah misi kalian sudah berhasil?" tanya seseorang di sebrang sana yang tak lain Immanuel.
"Yeah, mereka sudah berhasil,"
Deg!
Immanuel terkejut, pria tampan dengan tubuh kekar yang tengah berada di belahan negara yang jauh itu menegang saat mendengar suara seseorang yang ia kenali. Seseorang yang tak lain ialah Jordan, musuh bebuyutannya yang tidak pernah bisa ia sentuh.
"Brengsek kau Jordan!"
Jordan tertawa, "Yeah, itu memang namaku. Immanuel, dan aku peringatkan kepadamu. Jika sekali lagi kau mengusik wilayahku, aku tidak segan-segan untuk menghancurkan wilayahmu hingga merata dengan tanah. Coba saja jika kau memang menginginkannya, karena aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku." Jordan menjauhkan ponselnya dari telinga, pria itu membuang ke lantai dan.
Dor!
Jordan menembak ponsel tersebut hingga meledak dan hancur, setelahnya ia menatap ketiga pria asing tersebut dengan tatapan marah.
"Keparat!"
Dor!
Dor!
Dor!
"Arghhhh!" teriak mereka bertiga saat timah panas milik Jordan menembus milik mereka masing-masing, hingga membuat tubuh mereka mengejang hebat.
"Aku tidak pernah mengampuni siapapun yang sudah berani mengusik milikku, sekarang bawa mereka bertiga ke markas. Gantung mereka bertiga, dan biarkan api di bawah mereka membakar tubuh mereka hingga habis," titah Jordan, sebelum akhirnya pria itu melangkah pergi. Sementara para anak buah Jordan langsung menjalankan perintahnya.
Ketiga pria asing itu meronta, mereka tidak mengira jika hidup mereka akan menjadi seperti ini.
Sedangkan Jordan, dan Thomas. Keduanya sudah berada di dalam mobil.
"Thom, berikan sedikit hukuman untuk Immanuel,"
"Baik, Tuan,"
**
Menit berlalu, setelah kembali dari pelabuhan. Kini Jordan sudah sampai di apartemen miliknya, pria itu melangkah masuk menuju kamarnya.
Setibanya di dalam kamar, Jordan mengulas senyumnya melihat Grace yang meringkuk di atas ranjang seperti bayi.
Jordan melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya, dan menyisakan boxer. Setelahnya ia masuk ke dalam kamar mandi, lama ia di dalam kamar mandi. Hingga beberapa menit kemudian, Jordan keluar dan bergabung di atas ranjang bersama Grace.
Jordan menatap Grace dengan sorot mata yang lembut, tangannya terulur mengelus wajah cantik Grace. Tanpa sadar membuat gadis itu terusik dan menggeliat.
"Jordan?" panggil Grace dengan suara seraknya khas bangun tidur, gadis itu tersenyum.
Jordan sendiri mengulas senyumnya, dan menunduk. Jordan mengecup lembut kening Grace.
"Kau terusik, Baby? Maafkan aku, tidurlah kembali. Aku akan menemanimu." Jordan membaringkan tubuhnya, pria itu membawa Grace ke dalam pelukannya.
Grace sendiri semakin membenamkan wajahnya pada dada bidang Jordan yang membuatnya nyaman, aroma maskulin dan parfum mahal milik pria itu sangat membuatnya candu.
"Pukul berapa sekarang?" Grace mendongak menatap Jordan yang menunduk dan menatapnya.
"Sudah larut malam, sudah pukul 12. Tidurlah,"
"Apakah kau sudah makan, Jordan? Jika belum aku bisa menyiapkannya," bukannya menuruti ucapan Jordan, yang ada Grace bertanya perihal makan. Karena memang tadi Jordan tidak sempat makan malam.
Jordan tersenyum smirk, pria itu melumat bibir ranum Grace membuat Grace terkejut. Namun setelahnya wanita itu membalas lumatan Jordan, hingga membuat keduanya larut dalam ciuman. Lidah mereka saling membelit satu sama lain, suara decapan pun terdengar.
Ciuman Jordan dan Grace semakin menuntut dan liar, rasa panas menjalar di tubuh mereka, dan membuat darah mereka berdesir. Lama keduanya berpangutan, hingga Jordan menyudahi ciuman keduanya terlebih dahulu.
"Aku belum makan, Baby. Memakanmu di bawah kungkunganku, bagaimana?" Jordan mengedipkan sebelah matanya.
Deg!
***
ada secuil infomasi di ig ya cinta 😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Nanaa 774
gass teruusss🤣
2024-04-15
0
◌⑅⃝(꜆˘͈Chy˘͈꜀)⑅⃝◌
Nongol lgi wkwkwkwkwk
2024-02-11
0
Sandra Hikmah fauziah
double dong kak ara
2024-02-09
0