Baik Ahlam maupun Ellea tak membuka pembicaraan sama sekali selama perjalanan pulang. Hanya keheningan yang tercipta di sana.
"Aku tidak akan pernah mencabut laporan itu."
Ellea yang hendak membuka pintu mobil pun terdiam seketika. Dia mendengarkan kalimat lanjutan yang keluar dari mulut Ahlam.
"Ketika ada orang yang menyakiti kamu. Itu tandanya dia juga sudah menyakiti aku. Juga menyakiti keluarga besarku."
Deg.
Ellea memutar tubuhnya. Menatap Ahlam yang masih memandang lurus ke depan.
"Ketika aku sudah memutuskan sesuatu. Aku tidak akan pernah menarik keputusanku itu."
.
"El, Om mohon. Bicaralah kepada calon suami kamu. Kasihan Zeyn."
Ellea masih teringat akan ucapan ayahnya Zeyn ketika di restoran. Ahlam memang meninggalkannya dan Om Maliq untuk berbicara berdua.
"Zeyn sudah mengajukan syarat, tapi Ahlam tetap bersikukuh. Padahal, syarat yang Zeyn ajukan tidak main-main.".
"Berilah sedikit ampunan kepada ibunya Zeyn, El. Meskipun, Om sudah tak bersama Tante Zetta, tapi dia tetap ibu kandung Zeyn. Wanita yang amat Zeyn sayangi."
Ellea menghela napas begitu kasar. Tanpa dia ketahui, permasalahannya sudah melebar ke ranah hukum. Ahlam benar-benar melaporkan perbuatan ibunya Zeyn tanpa ampun. Dan juga kakak sepupunya sudah mengetahui kejadian yang menimpanya. Secara otomatis, Ahlam didukung penuh oleh Rio dan Restu.
Ponsel Ellea bergetar. Nama ayah dari Zeyn yang tertera. Ellea segera menjawabnya.
"Ini aku, El. Besok aku ingin ketemu sama kamu. Hanya berdua. Jangan bawa siapa-siapa."
"Tapi, Zeyn--"
"Aku mohon, El."
Hati Ellea yang begitu lembut tak bisa menolaknya. Dia tahu resikonya jika dia bertemu dengan Zeyn. Namun, dia akan tetap menemui Zeyn.
Zeyn dan Ellea bertemu di sebuah kafe yang sudah mereka sepakati. Ellea dapat melihat kesedihan yang mendalam dari raut wajah sahabatnya.
"El, tolong bantu ibuku untuk bebas. Abi sudah angkat tangan karena bukti yang Ahlam miliki begitu kuat. Hanya kamu yang bisa membuat Ahlam mencabut laporannya."
Ada rasa iba di hati Ellea melihat betapa sendunya wajah Zeyn. Awan mendung tengah menyelimuti Zeyn.
"Aku mohon, El."
Ellea menghela napas kasar. Dia menatap dalam wajah Zeyn.
"Aku sangat menyayangi Ibuku, El. Tolong bantu aku," pinta Zeyn lagi seraya menahan air mata.
"Maaf, Zeyn. Aku--"
"Kenapa kamu begitu tega, El? Ke mana Ellea yang aku kenal dulu?" potong Zeyn dengan nada sedikit meninggi.
"Kamu tahu kan kalau aku begitu mencintai Ibuku," lanjutnya.
"Aku pun sama, Zeyn. Aku teramat menyayangi ayahku. Saking sayangnya aku sama Ayah, aku rela menahan semuanya. Menahan sakit dan sedihnya dihina oleh ibumu. Belum lagi kelakuan kasar ibumu yang sering meninggalkan bekas luka di tubuh dan hatiku."
Suara Ellea bergetar. Matanya mulai memerah sambil menatap ke arah Zeyn dengan begitu dalam.
"Aku melakukan itu karena aku gak mau Ayahku sedih dan marah. Apalagi dendam terhadap ibu kamu. Sedangkan, kita teman yang begitu akrab. Aku juga gak mau merusak pertemanan kita."
Kini, Zeyn yang terdiam. Dia seperti ditampar kenyataan dari kalimat yang terlontar dari bibir Ellea.
"Aku menutupi semuanya dari kamu karena aku tahu kamu tidak akan percaya karena kamu begitu menyayangi ibu kamu. Aku juga tidak mau ketika aku mengadu tentang perlakuan ibumu, kamu membencinya. Ibumu adalah surgamu."
Air mata Ellea akhirnya terjatuh. Kesakitan, kesedihan dan air mata yang delapan tahun dia pendam sendirian kini dia ungkapkan.
"Biarlah aku yang sakit, tubuhku yang terluka. Asal hubungan kamu dengan ibumu tetap terjaga."
Di tengah air mata yang mengalir, Ellea mencoba untuk tersenyum ke arah Zeyn. Dia menghentikan ucapannya untuk beberapa saat. Menatap Zeyn dengan mata yang masih basah.
"Kamu ingat kan aku pernah bilang jika aku pernah bertemu dengan bundaku di dalam mimpi. Bundaku berpesan, ketika aku disakiti jangan pernah membalas. Biarkan Tuhan atau orang lain yang membalas. Selama ini aku terus berusaha untuk ikhlas. Menerima semuanya sesuai dengan nasihat Bunda."
Dada Ellea terasa sesak untuk melanjutkan ucapannya. Dia menarik napas panjang sebelum kembali berbicara.
"Zeyn, bukan hanya kamu yang tersakiti akan hal ini. Ayahku pun akan sangat tersakiti jika mengetahui ini. Aku masih menyimpan rapat dari ayahku karena aku tidak ingin Ayah membenci kamu."
Dalam kondisi seperti inipun Ellea masih memikirkan hal itu. Padahal, dia sudah banyak tersakiti oleh ibunya Zeyn.
"Maafkan aku, Zeyn. Untuk kali ini aku tidak bisa membantu kamu. Biarlah ibumu diproses sebagaimana mestinya. Jika, kemarin tidak ada Ahlam mungkin sekarang aku masih berada di rumah sakit dengan luka bakar di wajah. Sekali lagi maafkan aku, Zeyn."
Lelaki di depan Ellea tak bisa berkata. Kejahatan ibu dari lelaki itu mampu Ellea simpan rapi. Sekalipun Ellea tak pernah menjelekkan ibunya Zeyn setiap kali Zeyn bercerita tentang ibunya.
"Aku harap kamu mengerti dan menerima alasanku kenapa aku tidak bisa membantu kamu. Kita sama-sama punya orang yang begitu kita sayangi dan ingin kita lindungi. Tapi, perlakuan ibumu sudah tidak bisa ditolerir lagi. Sekali lagi, maafkan aku, Zeyn."
Ellea pun pergi meninggalkan Zeyn. Dia menghembuskan napas begitu kasar ketika keluar dari kedai kopi tersebut. Ellea memesan taksi online dan minta diantar ke sebuah tempat di mana dia bisa meluapkan semuanya.
Mata Ellea berair ketika dia sudah berada di depan pintu masuk. Dia teringat ketika dia berusia empat tahun sang ayah membawanya ke tempat ini.
"Inilah rumah Bunda. El dan Ayah sudah tak bisa bertemu dengan Bunda lagi, tapi kita masih bisa bercerita kepada Bunda di tempat ini."
Air mata Ellea kembali terjatuh. Selama hampir dua puluh tahun dia sudah jarang sekali ke tempat ini dikarenakan dia tinggal di Surabaya.
Pusara bernamakan Elyna Prameswa ada di hadapannya. Tubuhnya seketika membeku, dan dadanya begitu sesak.
"Bunda," ucapnya begitu berat dan tubuhnya luruh di samping pusara ibunya.
Ellea memeluk nisan ibunya dengan air mata yang tak henti menetes. Lelehan air mata itu seakan tengah mengadukan semuanya kepada sang ibunda. Bahkan mulut Ellea tak bisa terbuka sama sekali. Hanya tangisan yang begitu lirih dan pedih yang terdengar.
Tak ada satu katapun terucap. Ellea hanya bisa memandangi gundukan tanah yang begitu rapi dengan rerumputan hijau di atasnya. Terlihat jelas jika pusara itu terawat dengan sangat baik.
Tangannya terus mengusap lembut pusara tersebut. Sambil mengingat bagaimana dia kecil bercerita kepada pusara sang bunda.
"Harusnya Bunda jangan pergi ke surga dulu. El masih ingin main sama Bunda. Cerita sama Bunda. Diantar sekolah sama Bunda seperti teman-teman El yang lain. El ingin merasakan bagaimana rasanya punya Bunda."
...***To Be Continue***...
Udah double up, nih. Banyakin atuh komennya ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
R_3DHE 💪('ω'💪)
aissss.... bawangnya banyak banget 😭😭😭
2024-03-24
1
Farida Tumiran123
mewek thor
2024-03-07
0
Amang Awang
ngebombai dech mlm ini
2024-02-15
0