Dua Pria Tampan!

"Tidak, mau." Celetuk Maryam di depan wajah Danish, gadis anggun itu berucap dengan wajah serius.

"Kenapa?"

"Kau marah?"

"Tidak perlu marah, aku melakukan hal yang sama seperti yang pernah kau lakukan padaku. Satu hal yang harus kau ingat, aku seperti cermin, dan aku akan membalas dengan perlakuan yang sama."

Danish yang mendengar ucapan Maryam hanya bisa menelan saliva. Sejujurnya ia ingin memaki lawannya. Sayang sekali, ia harus menyerah untuk keinginan itu mengingat ia sedang berada di rumah mertua yang belum ia anggap sebagai mertuanya.

"Mungkin kau lupa."

"Jangan khawatir, aku akan mengingatkanmu."

"Kita menikah karena kau yang memaksa, dan dengan kurang ajarnya kau berani merenggut kesucianku. Pria sepertimu pantasnya menjadi mafia dan menjauh dari kehidupanku.

Ahh, iya satu lagi. Semalam aku juga tidur di sofa. Dan buruknya, kau bahkan membangunkanku dengan kakimu. Anehnya, aku bahkan tidak mengeluh untuk itu. Jadi sekarang, Tuan sombong nan arogan, nikmati waktumu dan jangan menggangguku." Maryam melambaikan tangannya, ia tersenyum genit. Antara meledek atau menggoda, Danish tidak bisa menebaknya, yang jelas pria itu sangat kesal sampai tidak bisa berkata-kata.

Dan dengan terpaksa Danish kembali ke sofa, ia mencoba untuk berbaring di sana, rasanya memang tidak nyaman namun ia berusaha untuk menerima keadaan. Semuanya akan berlalu dengan cepat, dia hanya cukup memejamkan mata dan terbangun di pagi hari.

Detik, menit, hingga beberapa jam berlalu Danish masih juga terjaga. Pria itu benar-benar tidak bisa tidur di sofa. Sementara musuhnya, Maryam Dinata begitu asik dalam tidur lelapnya. Wanita itu membuat Danish kesal, bertindak gegabah pun tak ada gunanya mengingat ia berada di kandang singa, masih terasa tamparan yang di berikan ibu mertuanya saat lamaran beberapa hari yang lalu, mengulangi tindakan yang sama hanya akan menghasilkan balasan yang sama pula, itulah alasannya Danish tidak membalas Maryam saat ini, ia bahkan menghitung dan menyimpan setiap kesalahan gadis itu di otaknya dan bersumpah akan memberikan balasan yang tak terlupakan.

"Bisa-bisanya dia tertidur saat aku sendiri tidak bisa tidur. Dasar gadis menyebalkan, aku berharap masuk ke dalam mimpimu kemudian mencekikmu." Gerutu Danish kesal. Ia menatap Maryam dengan tatapan tajam. Ia ingin menarik kaki wanita itu kemudian meletakkannya di bawah pohon agar di kerubungi semut sebagai pembalasan karena tidak mengizinkannya tidur di ranjang, lagi-lagi Danish harus menelan kekesalannya mengingat dia berada di rumah mertuanya, satu langkah yang salah bisa saja membuatnya menjadi menantu kurang ajar yang tak di inginkan, itulah sebabnya Danish kembali berusaha menahan diri lebih baik lagi.

Tak ingin berlama-lama menahan kekesalannya, Danish terpaksa keluar kamar. Ia berjalan menuju ruang tengah, duduk di sana sembari menyenderkan kepala di sandaran sofa.

Sial. Aku menikahi wanita itu untuk menghukumnya, malah aku sendiri yang merasakan akibatnya. Kenapa aku bisa berada di neraka ini? Ini benar-benar menjengkelkan. Danish menggerutu di dalam hatinya, ia mengepalkan kedua tangannya, berharap akan ada yang menjadi mangsanya. Satu pukulan saja, maka itu sudah cukup untuk menenangkan amarahnya.

"Kau di sini?"

Uhuk.Uhuk.

Danish tersedak oleh salivanya. Ia yang duduk santai sembari menaikkan kakinya di atas meja terkejut luar biasa. Suara yang bersumber dari depan membuatnya kelabakan, karena gelap ia tidak bisa melihat siapa yang datang.

Klik.

Lampu dinyalakan.

"Apa yang kau lakukan di jam hantu seperti ini?"

"Bukannya tertidur kau malah bergentayangan tidak jelas."

Danish tertangkap, tidak tahu harus membuat alasan apa. Lihatlah wajahnya, ia nyengir tidak jelas untuk menyembunyikan malunya. Ia, dia masih malu mengingat keluarga Dinata masih terasa asing baginya, saking asingnya ia bahkan tidak nyaman untuk berkeliling rumah walau hanya berjalan ketaman belakang.

"Ah-iya. Aku-aku." Danish gugup, untuk pertama kalinya ia bersikap bodoh di depan orang asing.

Plak.

Hasan menepuk lengan Danish cukup keras. Mengingat ucapan ketus pria itu saat lamaran membuat Hasan masih geram. Mau bagaimana lagi, sekarang mereka sudah terikat pada tali kekeluargaan, ingin balas dendam pun tiada berguna.

"Bang Hasan, kau?"

"Iya, aku."

"Kenapa Bang Hasan belum tidur, apa Kakak ipar juga..." Ucapan Danish tertahan di tenggorokannya, ia merasa tidak nyaman.

"Apa Kakak iparmu mengusirku, itu maksudmu?" Hasan bertanya sambil menatap wajah heran Danish, wajah tampannya mengukir senyuman.

"Kakak iparmu wanita yang sempurna, tidak ada cacat dalam sikapnya. Justru, aku merasa menjadi pria paling beruntung di atas semesta, jadi jangan pernah berpikir kalau Kakak iparmu mengusirku. Kau paham?" Hasan berucap sambil menepuk lengan Danish, tak sekeras sebelumnya.

"Kau mau kopi?" Hasan menawarkan.

"Iya, boleh." Balas Danish singkat.

"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan segera kembali." Cicit Hasan lagi, kali ini ia berjalan menuju dapur yang terletak di bagian belakang tak jauh dari ruang tengah.

Bagai anak anjing penurut, Danish tetap berdiri di tempatnya. Ia bahkan tak bergerak sedikitpun. Dua menit kemudian Hasan tiba dengan dua cangkir kopi yang ada di tangannya, Hasan menyodorkan kopi yang ada di tangan kanannya untuk Danish.

"Apa kau ingin tetap di sini? Atau kita di luar saja?"

"Terserah Bang Hasan saja."

"Ya, sudah. Jika itu terserah aku, ayo kita keluar." Ujar Hasan santai, ia berjalan duluan.

Kini dua makhluk indah itu sudah berada di taman belakang, aroma bunga yang menyegarkan, di tambah pemandangan gugusan bintang gemintang membuat Danish merasa tenang. Ia sering bepergian ke luar Negri namun ia tidak pernah merasakan ketenangan sedamai ini. Sungguh, kedamaian ini membuatnya merindukan masa kecilnya.

"Ini tempat favoritku jika berada di rumah, aku dan anak-anak lebih sering menghabiskan waktu di sini." Hasan memulai percakapan, ia hanya ingin mengakrabkan dirinya dengan pria yang sudah di nikahi adik perempuannya.

"Apa aku boleh bicara?" Hasan kembali membuka suara di antara senyapnya udara. Tidak ada balasan dari Danish selain anggukan kepala pelan.

"Maryam, dia adikku satu-satunya, dan aku sangat menyayanginya. Menurutku, kau sangat beruntung mendapatkan adikku sebagai istrimu, kau tahu kenapa? Itu karena kau tidak akan pernah mendapatkan wanita sebaik dirinya di luaran sana. Kau mungkin berpikir aku terlalu berlebihan, percaya atau tidak, itulah kebenaranya.

Sekarang, kau mungkin tidak mengerti dengan ucapanku. Luangkan waktumu dengannya, dan kau pasti akan mendapatan jawabannya." Ucap Hasan panjang kali lebar, Danish yang ia ajak bicara tampak acuh, tentu saja hati pria itu menolaknya, baginya musuh tetap musuh, dan musuh harus di basmi hingga musuh itu menangis darah.

"Aku tidak tahu alasanmu menikahi adikku. Jika ku ingat lagi ucapanmu saat kau datang melamarnya, aku yakin kau memiliki dendam yang belum tersalurkan." Hasan menatap wajah tegang Danish. Ia merasa umpan yang di lepar untuk adik iparnya itu langsung mengenai sasaran.

"Aku tidak tahu permusuhan apa yang ada di antara kalian berdua, yang jelas, pandanganku selalu tertuju padamu. Jika aku tahu kau menyakiti adik perempuanku, maka aku tidak akan segan-segan memberimu pelajaran." Celoteh Hasan sambil meletakan cangkir kopinya yang sudah kosong.

"Aku akan masuk ke dalam, kau juga harus masuk. Angin di sini lumayan dingin. Jangan sampai kau sakit di hari pertamamu." Hasan mencoba mengingatkan, ayah dua anak itu kemudian meninggalkan Danish sendirian.

Percakapan dua pria tampan itu berakhir begitu saja, walau Hasan sudah meninggalkannya, tidak ada tanda-tanda Danish akan kembali ke kamarnya. Itu karena berada di bawah atap yang sama dengan wanita yang ingin ia cekik di setiap detiknya membuatnya hilang akal.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!