"Ayo Hugo aku sudah siap?" Pekik Moza sembari mengepalkan tangan ke atas. Sinar mentari yang mulai merangkak naik, jatuh menimpa wajah gadis tersebut. Moza terlihat lebih cantik berkali-kali lipat, membuat Hugo bersemangat berlipat-lipat ganda. Sebab energi dan semangat hidup yang dimiliki Hugo, terletak pada senyumnya Moza.
"Siap apa?"
"Siap mencintaimu."
Batin Hugo berseri-seri. Dia lekas mengenyahkan perasaan itu karena khawatir Moza hanya bersenda gurau.
"Tidak usah bercanda, lebih baik kau kerjakan tugas pertama dari guru."
"Kalau aku serius bagaimana? aku berjanji tidak akan bermain-main lagi dengan perkataan." Sorot mata gadis itu menampakan kesungguhan, praktis membuat Hugo bersemu hingga tak sadar jarinya menoyor dahi Moza.
Jangan tanya Moza bagaimana, sudah pasti dia kehilangan keseimbangan hingga nyaris terjengkang.
"Sakit Hugo, kau ini!"
"Cepatlah, nanti kau di hukum guru jika terlambat."
Hugo membalikan badan, tersenyum senang seraya meninggalkan Moza yang masih sibuk mengusap dahinya.
"Salam kakek guru." Kompak Hugo dan Moza. Lagi-lagi mereka kompak membuat siapa saja yang melihatnya ingin berseloroh cie cie kompak.
"Salam muridku yang berbahagia. Tidak ada kata pengantar dan tidak ada pendahuluan, kakek akan langsung memberikan instruksi. Pelajaran telah memasuki tahap awal, untuk itu kakek ingin nak Aurora melakukan kegiatan di pagi hari. Mencuci baju lalu menjemurnya, menenteng air dari sumur, serta mengumpulkan kayu bakar. Kamu tidak sendirian melakukannya. Selama belajar, nak Aurora akan di bantu Hugo jika menemukan kesulitan. Apakah ada pertanyaan?"
"Cukup jelas kek, Aku akan segera melaksanakannya." Jawab gadis tersebut.
"Baiklah. Sebelum matahari terbenam, kakek akan menemui kalian lagi."
Wuushhh..
Guru Hong menghilang dari pandangan.
Tersisa dua manusia yang saling pandang satu sama lain. Yang perempuan gerak cepat mencari peralatan yang dibutuhkan, sedangkan yang laki-laki menggendong tangan sembari memperhatikan gerak-gerik wanitanya.
Tidak sulit bagi Moza melakukan apa yang diperintah guru Hong. Latar belakang gadis itu membawa Moza menjadi wanita mandiri dan kuat. Jangankan pekerjaan seperti ini, setiap waktu dikejar-kejar masalah, Moza masih kuat menanggungnya. Seperti apa yang kita ketahui pada pertemuannya dengan Nick pertama kali.
"Hugo, sepertinya aku sudah ingin meminta bantuan. Apakah kamu mau membantuku?" diluar dugaan Hugo, baru awal Moza sudah menemukan kesulitan.
"Bantu apa?"
"Aku sudah menemukan keranjang, pakaian kotor, juga air untuk digunakan. Tetapi aku belum menemukan rinso dan molto."
"Apa itu?"
Astaga, Moza kau bodoh sekali. Ini kan bukan di jamanmu.
"Maksudku sabun. Apakah benda itu ada?"
"Akan ku ambilkan. Aurora, bagaimana pekerjaan ini kita bagi dua? Kau yang mencuci, aku yang menjemurnya. Atau mau sebaliknya juga tidak masalah. Apakah kau mau seperti itu?"
Ada yang rapuh dari sebuah dinding yang kokoh. Perasaan Moza terenyuh hingga memunculkan sensasi panas dipelupuk mata. Kalimat Hugo sederhana, tapi makna dan rasanya luar biasa. Moza merasa dunia ini tidak terlalu kejam, sebab masih ada seseorang yang ingin melibatkan dirinya hanya untuk meringankan beban gadis penuh masalah seperti dirinya.
"Aku setuju. Tapi biarkan aku yang paling banyak berkontribusi. Bagaimanapun ini adalah pelajaran untukku Hugo."
Hugo mengangguk tanda setuju.
...*******...
Selepas pergi meninggalkan dua anak manusia, kemanakah perginya guru Hong?
Pertanyaan ini terjawab ketika kita menilik markas besar rahasia yang dapat dihuni hanya tiga orang saja. Kaisar Alexander, guru Hong, dan juga Oris. Di dalam bagai ruang istana namun tampak luar seperti hutan belantara. Isinya ada dua bapak-bapak dan satu aki-aki sedang sibuk memindai kegiatan Moza dan Hugo.
"Di hutan yang sama, klan Zhyier dan pasukan Alga juga berada disana. Apakah--" Oris merasa cemas dan langsung di sela oleh Nick.
"Jangan khawatir Oris, aku dan guru sudah memperhitungkan hal ini. Lagipula Hugo telah menyukai Moza yang tentunya akan menguntungkan bagi kita. Moza akan baik-baik saja karena ada Hugo yang menjaganya."
"Baiklah yang mulia, maafkan saya atas kecemasan ini."
"Tidak apa-apa."
"Kaisar Alexander, kalau aku boleh menyarankan, tidak apa-apa jika gadis masa depan itu tahu kalau sosok Nick adalah kaisar. Setelah diperiksa dan dipertimbangkan, masalah yang ditimbulkan jika dia tahu hal tersebut hanya terletak pada kecanggungan. Aku yakin Moza akan tetap berpihak kepada kita, dan aku merasa dia akan lebih protektif."
"Baiklah jika guru bilang begitu, tapi bagaimana dengan Ellona?" tanya Nick karena istrinya itu sedang dalam tekanan yang luar biasa. Satu sisi dia mencintai Nick sepenuh jiwa, tapi di lain sisi perempuan itu terikat oleh Gunzo yang tak lain adalah sang ayah.
"Masalah Ellona aku belum bisa bertindak lebih, ilmuku masih satu level di bawah Gunzo. Hanya Moza yang tidak bisa terpengaruh oleh ilmu sihir hitamnya, maka aku berharap cara yang kita tempuh sepenuhnya berhasil."
Nick terdiam dan tenggelam dalam pikirannya.
Kita kembali pada situasi dimana Moza dan Hugo sedang menyelesaikan tugas.
Cuci mencuci telah selesai akhirnya masuk tahap pengambilan air. Moza sudah lima kali bolak-balik membawa ember yang dipikul gadis tersebut dari sumur menuju gentong penampungan. Hugo diam saja memperhatikan, lalu pada ember ke sepuluh yang di bawa Moza, tiba-tiba Hugo memberhentikannya.
"Aurora," panggilnya.
"Hugo, bukankah kau sudah tahu bahwa aku ini Moza bukan Aurora? tapi kenapa kau masih memanggilku dengan nama Aurora?"
"Biar orang lain tidak mendengar. Identitas aslimu itu sangat berbahaya jika diketahui orang luar."
"Kita kan sedang berdua?"
"Kata siapa? sudah aku bilang di sini banyak manipulasi."
Kita tidak berdua Moza, disini ada banyak orang berjumlah ribuan.
"Oh begitu. Lalu kau mau apa menghentikanku seperti ini?"
Hugo menuntun Moza untuk menaruh ember lalu duduk bersamanya.
"Makanlah, biar aku yang menyuapimu."
"Tapi Hugo, ini belum waktunya makan siang. Aku juga bisa menyuap makanan sendiri."
"Tanganmu sudah bergetar, juga tidak ada yang melarangmu makan saat ini. Guru bilang kau harus mengerjakan kegiatan di pagi hari saja tapi tidak ada kata-kata yang melarangmu untuk makan. Makan selagi kau lapar, bukan makan kalau sudah waktunya."
Moza menurut dan dia tidak bicara apa-apa lagi. Suapan demi suapan Hugo ia terima dengan perasaan yang sulit di terjemahkan.
"Hugo,"
"Hmm."
"Terimakasih."
Lelaki itu mengangguk pelan sebagai bentuk responnya.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
FT. Zira
ciee...
2024-03-08
1
RE💜
Yaelah nanyain rinso yg ada Jassone disini 🤣
2024-02-15
1
RE💜
eaaaaa.... eaaaa... mencintaimu kagak tuh 🤣
2024-02-15
1