Di meja makan bersama paman, bibi, dan Nick, Moza makan dengan beberapa sendok suapan kemudian kenyang begitu saja. Namun dibalik itu, dia tak hentinya menjejali lauk pauk di atas piring milik Nick karena malam ini adalah makan malam pertama Nick di rumahnya. Cowok itu memang sering datang ke rumah Moza, tapi tidak pernah sampai makan malam bersama.
Melihat piring Nick masih utuh tak berkurang sedikit pun, Moza berbisik pada cowok itu.
"Nick kenapa kau dari tadi hanya melihat aku makan dan tak menyentuh makananmu sama sekali?" tanya Moza dengan raut keheranan.
"Aku kenyang hehe."
Moza mengerlingkan bola matanya, kemudian wanita itu memberi kode pada Nick lewat tendangan kaki di bawa meja agar cowok itu mengerti jika di depannya sedang ada paman dan bibi. Setidaknya ia mampu menelan sedikit makanan yang terhidang, atau bilang di awal jika memang Nick alergi dengan menu makan malam ini hingga dia tak mau menyentuhnya.
"Ehmm, Moza, apakah kamu baik-baik saja nak?" tanya paman, di ikuti raut kecemasan dari wajah sang bibi.
"Aku baik-baik saja paman. Maaf paman, mungkin Nick sedang tidak enak badan jadi dia--" Moza enggan melanjutkan kalimatnya yang ternyata di ambil kesempatan Nick untuk menyalak.
"Moza, aku ini beda denganmu."
Mendengar itu, Moza menghela nafas. Gadis itu melihat ke arah paman dan bibi yang sedang menatapnya heran dengan perasaan tak enak hati. Kemudian setelahnya bibi memutus kembali bisik-bisik antara Nick dan Moza.
"Moza, apa yang sedang kamu rasakan nak? kamu berbicara soal Nick, makanan, dan.. kamu berbicara sendirian. Di sampingmu kursi kosong nak, tidak ada siapapun." Ujar sang bibi apa adanya soal apa yang telah beliau lihat.
Tidak ada siapapun.
Tidak ada Nick.
Lalu,
"Apakah benar seperti itu bi? lihatlah, ini Nick. Dia bahkan sedang menatapku sekarang." Seru Moza berapi-api.
Paman dan bibi semakin menatap Moza dengan tatapan khawatir. Kedua orang tersebut saling pandang satu sama lain, melempar tugas untuk menyadarkan Moza bahwa ia memang tengah berbicara seorang diri.
"Moza, bisakah sekarang kamu foto berdua dengan temanmu bernama Nick dan tunjukkan pada paman dan bibimu ini?"
Di tengah kebingungan, gadis itu melakukan apa yang diminta paman. Ia mengambil ponsel di saku lalu mengambil gambar selfi bersama Nick. Moza tidak menyangka, foto yang baru saja di ambil tidak menunjukan gambar Nick bersamanya.
Tenggorokan Moza mendadak terasa kering.
Gadis itu menoleh pada Nick yang jelas-jelas cowok itu sedang duduk di samping melemparkan tampang meringis pada dirinya. Moza terdiam sesaat, mencerna apa yang sedang mungkin terjadi pada situasi seperti ini.
"Yang dikatakan paman dan bibimu benar. Aku mau bilang kalau aku tidak dapat di lihat orang lain selain kau Moza." Nick bersuara.
"Astaga, jadi kau hantu?"
"Lebih tepatnya pria yang sedang tersesat."
Moza menggelengkan kepalanya.
"Sayang, bisakah perlihatkan hasil foto itu pada kami? dan kamu baru saja mengatakan soal hantu." Paman berseru, memotong percakapan Moza dan Nick kembali.
"Paman, bibi, sepertinya aku sedang tidak baik-baik saja. Aku pamit beristirahat, nanti jika aku sudah merasa baikan aku akan cerita pada kalian."
Paman dan bibi mengiyakan dengan raut keprihatinan.
...*****...
Di dalam kamar berbalut kekalutan, Moza menarik Nick ke dalam interogasi. Ia mendengarkan penjelasan Nick dari awal sampai akhir tanpa menyela. Moza hanya terdiam sebagai bentuk reaksinya. Nick bilang, dia adalah seseorang yang tersesat dari suatu tempat yang jauh di sana. Nick menyebut tempat itu dengan negeri Alga.
Sampai Nick selesai cerita, Moza masih terdiam tanpa berkata apa-apa. Pada akhirnya gadis itu mengeluarkan pernyataan yang mencengangkan bagi Nick.
"Nick, mulai sekarang menjauhlah dariku."
"Tidak bisa!"
"Apa yang membuat tidak bisa?"
"Datangnya aku padamu bukan suatu kebetulan. Jika ini sudah digariskan, maka ada sesuatu yang mengikat di antara kita agar kau dan aku tidak bisa menjauh."
"Tapi kenapa harus aku?!"
"Aku maunya kamu."
Moza menghela nafas, membuangnya bersamaan dengan putus asa berdebat. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan tatapan nanar ke arah jendela. Moza ingin Nick segera pergi tanpa mau melihatnya.
"Aku ingin kau pergi dari sini Nick. Menjauhlah dariku."
"Tidak bisa."
" HARUS BISA!"
Tidak ada suara lagi setelah menguar suara Moza yang memekik. Nick masih berdiri menunggui Moza selesai meratapi jendela tanpa peduli. Kesunyian menguasai, sampai Moza berbicara lebih dulu untuk memecah keheningan.
"Pergilah," lirihnya sekali lagi.
Nick mendekat, menatap Moza dengan tatapan yang sukar di artikan.
"Kalau aku pergi, apakah kau baik-baik saja?"
"Kau baru tiga hari bersamaku, dan sebelum itu aku pun baik-baik saja."
"Kalau begitu, berikan aku alasan kenapa kau ingin aku menjauh?"
Moza akhirnya menengok, membalas tatapan Nick dengan menyipitkan mata.
"Karena kita berbeda." Jawab Moza yang membuat Nick mendecih.
"Diskriminasi!"
"Haiisssh!!! kau kenapa jadi mengataiku seperti itu?!" Moza bersungut-sungut. Sorot mata gadis itu bak menelan Nick hidup-hidup.
"Semua gadis sama saja. Setiap mengetahui aku berbeda, langsung gerak cepat ingin menjauh. Aku harus bagaimana kalau begini caranya? Apakah aku memang tidak layak untuk mempunyai teman? astaga, bahkan tampan yang ku punya tidak berpengaruh banyak untukku bisa memiliki teman." Sementara Moza mulai terkecoh dengan ucapan Nick, pria itu menyunggingkan senyum samar di sela-sela ceruk abai perhatian Moza.
"Nick, terserahlah kau mau bicara apa. Ini demi kebaikan kita bersama."
"Kebaikan apanya? bukankah menguntungkan bagimu memiliki seorang penjaga?" Nick masih usaha meyakinkan Moza.
"Coba kau bayangkan, aku manusia sementara kau-- han-tu," ketika Moza menyebut hantu, Nick tidak setuju dengan melayangkan matanya yang membola. Moza tetap lanjut berbicara sambil mengedikkan bahu.
"Kau tidak terlihat, jangan salahkan aku kalau kau ku sebut hantu. Intinya aku tidak mau ambil resiko atas perbedaan ini. Oke baiklah jika kau bilang aku diskriminasi dan segala macamnya, tapi Nick, apakah kau tidak sadar jika aku perempuan dan kau laki-laki?"
"Ya terus?"
"Astaga, begitu saja harus dijabarkan panjang lebar. Aku jelaskan ya Nick, kau laki-laki dan aku perempuan, kau hantu aku manusia biasa. Kalau aku sedang tidak berpakaian kau pasti melihatnya, dan aku risih karena sama saja tidak memiliki privasi."
Nick melongo melihat Moza bolak-balik seperti setrika. Netranya terus mengikuti kemana gadis itu mondar-mandir sembari memangku tangan.
"Lalu kebaikan untukku apa jika kita harus jauh? kau sendiri yang bilang bahwa ini untuk kebaikan kita." tanya Nick yang masih tidak mau kalah.
"Kau jadi tidak perlu merepotkan diri untuk menjagaku Nick."
Keduanya sama-sama terdiam.
"Kau yakin mau aku pergi darimu?" kali ini Nick bertanya lirih.
"Iya"
"Baiklah, jangan kau manggil-manggil diriku jika dirimu merasa rindu!"
"Percaya diri sekali! mana ada aku rindu padamu Nick. Kau bukan pacarku, dasar hantu genit!"
"Hei, apa kau bilang?"
"Apa?!"
"APA?!" Nick tak kalah nyolot.
"PERGI KAU DASAR HANTU!!!"
"OKE!!!"
Wuushhh..
Nick menghilang menyisakan Moza yang sedang berkacak pinggang. Kepergian Nick begitu dramatis, diikuti daun-daun kering di luar jendela yang turut berjatuhan. Semilir angin menambah rasa kesepian yang pekat.
Sementara Moza menjatuhkan diri di kasur lalu memejamkan mata, gadis itu tidak pernah tahu bahwa di balik pintu kamarnya ada paman dan bibi yang mendengar perdebatannya dengan penuh kekhawatiran. Juga Moza tidak pernah tahu, bahwa Nick tidak benar-benar pergi melainkan ikut tidur di atas lemari bajunya.
.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
FT. Zira
sekarang aku setuju sama nick😅
2024-02-18
1
FT. Zira
bentar....
kok jadi merinding yak😟
tapi pnasaran juga🫣
2024-02-18
1
Syhr Syhr
Alah, bisa aja nih arwah/Chuckle/
2024-02-14
1