"Harus ku akui, terbang bersamamu adalah pengalaman yang paling menyenangkan." Sumringah Moza masih belum luntur sejak turun dari perjalanan bermenit-menit lamanya. Gadis itu tidak takut ketinggian, juga banyak pikiran yang terpendam menjadikannya terlalu senang melepas semuanya bersama angin.
"Akan ada banyak hal yang kau lewati jika bersamaku."
"Wah, jadi ingin bersamamu terus kalau begitu."
Pada lain kesempatan, kata-kata kadang lebih tajam daripada belati. Sebagian orang berkata berdasarkan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya tanpa tahu konsekuensi apa yang akan terjadi. Seperti sekarang yang terjadi pada Moza, gadis itu berseloroh yang memang dia anggap hanya sebuah kata-kata biasa, namun tidak demikian dengan Hugo. Kepalang terpanah ucapan manis tersebut, laki-laki itu tersenyum senang dibalik tampangnya yang sulit di terka.
Beberapa hari belakangan Hugo memiliki kebiasaan memandang kamar Moza dari kejauhan. Aurora asli bukan tipikal wanita yang bisa meluluhkan hati lelaki, tetapi pikiran Hugo selalu di hantui sosok Moza dan senyumnya. Lelaki ini tidak pernah begitu sebelumnya, maka demi mengetahui apa yang terjadi pada perasaanya, Hugo melakukan ritual merenung. Seberapa seringnya wajah gadis itu memenuhi pikiran Hugo selain kesibukan yang dia miliki, jika melampaui, Hugo harus memiliki gadis itu.
Akhirnya,
Hugo telah menyiapkan pengikat bagi Moza berupa gelang merah.
"Benarkah kau ingin selalu bersamaku?" tegas Hugo sekali lagi.
"He he aku hanya bercanda saja." singkat, padat, dan menyakitkan.
Kaget, melotot, bercampur satu. Tubuh Hugo memutar hanya untuk mendapati Moza tersentak kaget dengan raut wajah menyakitkan lelaki dihadapannya.
Kata yang di ucap Moza sangat ampuh untuk meretakkan hati yang menggebu-gebu. Yang lebih disayangkan lagi, Moza berujar dibubuhi tawa renyah khas bersenda gurau. Rahang Hugo mengeras, seperti akan ada yang tumpah tapi bukan gelas kopi yang terbalik.
"Apakah bagimu segala kata yang terucap semua hanya gurauan?" Moza tersadar, ia sudah salah bicara.
"Maksudku bukan begitu Hugo. Emm, maksudku.." bagaimana gadis itu bisa menjelaskan bahwa tidak ada kebersamaan selamanya di sini, mengingat Nick memintanya untuk tidak jatuh cinta pada siapapun. Dan bagaimana Moza menjelaskan pada Hugo, bahwa sesungguhnya dia bukanlah Aurora.
"Maaf jika perkataanku membuatmu tidak nyaman. Lupakan saja. Aku ingin memberikan gelang ini padamu, dan jika berkenan, aku akan pakaikan di pergelangan tanganmu."
Kadung merasa bersalah, Moza langsung mengiyakan pemberian Hugo. Tangan kanannya terjulur siap untuk di pakaikan namun suara Nick tiba-tiba menginterupsi dengan nada menghentak.
Tes satu dua tiga, Moza apakah kau masih mendengar suaraku?
Dengar, ada apa Nick?
Jangan kasih tangan kananmu, berikan dia tangan kirimu saja.
Memangnya kenapa?
Jika tangan kananmu-- ah sudahlah jangan banyak tanya, cepat lakukan!
Baiklah.
Beruntunglah Moza lekas menurut. Jika tidak, Nick tidak bisa menjamin Moza akan kembali ke rumahnya. Sebab portal dua dimensi di tangan kanan Moza terikat oleh benang merah milik Hugo.
"Kenapa ganti tangan?" kening Hugo berlipat-lipat. Baru saja lelaki itu menyimpulkan tali gelang, Moza gerak cepat menarik tangannya dari Hugo.
"Aku selalu memberi hadiah pada tangan kanan tanpa memikirkan perasaan tangan kiri. Jadi mulai saat ini, aku ingin berlaku adil pada keduanya."
Alasan Moza terdengar cukup masuk akal. Beruntungnya, Hugo tidak mempermasalahkan mau dimana gelang miliknya harus di sematkan.
"Sudah selesai."
Gelang itu sudah tersimpul kuat di pergelangan tangan kiri Moza. Perlahan-lahan memudar, lalu menghilang bak ditelan bumi. Sontak Moza terpekik kaget oleh aksi bagai trik sulap yang baru saja ia saksikan. Sayangnya, gadis itu tidak menyadari kalau dirinya sudah terikat oleh Hugo.
"Gelangnya ada, dia telah menyatu dengan darahmu di dalam."
"Hugo apa yang kau lakukan?"
"Aku hanya melakukan apa yang keluar dari mulut ini. Setiap ucapanku selalu serius Moza."
"MOZA? KAU MEMANGGILKU MOZA?!"
"Kita sudah sampai, beri salam pada guru Hong dan pelankan nada bicaramu." Hugo tersenyum tipis tanda dia sudah menang satu langkah atas gadis itu. Hugo sadar bukan hanya dirinya yang tertarik dengan Moza, tapi ada juga beberapa pasang mata yang berbeda ketika memandang gadis tersebut.
...******...
"Duduk lah nak," perintah sang guru. Beliau menunjuk pada batu dengan gerak mempersilahkan.
"Selamat datang di gubuk reot ini. Siapa pun yang datang ke sini pasti menginginkan bimbingan. Kakek sudah mendapatkan pesan sebelumnya dari tuan Oris bahwa akan ada yang datang menuntut ilmu. Kakek cukup senang mendengarnya, karena murid yang datang adalah kalian berdua."
"Salam kakek guru, terimakasih telah menerima kami dengan sangat baik. Kami juga sangat senang bisa mendapatkan kesempatan belajar pada guru." Moza menjadi yang pertama bertutur kata kepada guru Hong. Hugo hanya menyapa lewat gestur badan.
Guru Hong mengangguk seraya memegangi jenggot panjangnya yang memutih. Beliau menatap mata binar Moza sebening embun, lalu pindah menatap Hugo dengan iris mata yang tegas. Lama-lama memperhatikan mereka berdua, guru Hong merasa peperangan Alga semakin dekat.
"Karena kalian baru saja tiba, pakailah waktu hari ini untuk beristirahat. Besok kita baru mulai belajar. Bukankah belajar dalam kondisi prima dapat menyerap pelajaran lebih baik?"
"Itu benar." Kompak dua-duanya.
"Kalian kompak sekali kekekeke."
...******...
Zring..
Desing..
Zrak!..
"Bagus, ada peningkatan dari hari kemarin. Lakukan terus menerus dengan benar maka kalian akan menemukan sendiri cara berperang yang handal." Seru anggota klan kepada para prajurit Rexton.
Semenjak kejadian tempo hari, Rexton memutuskan ikut bergabung dengan klan Zhyier. Tujuan mereka sama, yaitu ingin menggulir dinasti kaisar Alexander.
Ketika tujuan telah tercapai, Rexton tidak keberatan jika ketua klan Zhyier yang akan menjadi Kaisar memerintah raja-raja disetiap perfektur. Dia tidak berhasrat menjadi Kaisar sebenarnya, lantaran dia sudah cukup dengan yang apa yang telah dia miliki. Calon raja Alganorth itu tidak membenci sosok kaisar Alexander, hanya saja ia benci dengan para oknum jajaran menteri-menteri di dinasti ini.
Sebagai orang yang hidup di lingkungan kerajaan, sedikit banyaknya dia tahu tentang kebijakan, kas, upeti, dan bagaimana sistem kerajaan ini berjalan. Kaisar Alexander baik di mata pemuda itu. Merakyat, apa adanya, dan tulus dalam memimpin Alga. Akan tetapi Rexton sangat menyayangkan dengan orang-orang yang berada di sekelilingnya, palsu, licik, dan penuh tipu muslihat.
Jadi,
Ketika klan Zhyier menawarkan sebuah kerjasama, Rexton tanpa pikir panjang untuk bergabung bersamanya. Dia melupakan rencana awal yang dia sepakati bersama tiga sahabatnya, Xavier, Dixon, dan Jorrel. Kecewa yang sudah membuatnya berubah haluan. Lelaki itu tidak mempercayai Dixon dan Xavier lagi, yang mana Rexton sudah mulai berfikir, baik kepada Dixon dan Xavier hanya akan dimanfaatkan oleh dua cecunguk itu.
Mereka berdua memiliki tujuan lain selain mementingkan rakyat.
"Aku akan sering mendatangi kalian demi bisa latihan yang benar."
"Baiklah kalau begitu. Besok adalah sesi pengenalan senjata klan Zhyier kepada kalian. Sebelumnya kalian akan kami beri racikan anti pengkhianat. Siapa yang melanggar, makan obat yang akan di tubuh akan bereaksi dengan sendirinya. Mengerti?"
"Kami mengerti."
.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
FT. Zira
ibarat udh nyiapin cincin. belum juga di keluarin udah di tolak duluan😅
2024-03-08
1
RE💜
oalah benci dinasti nya
2024-02-15
1
RE💜
wow ternyata bakal ada perang 🫢
2024-02-15
1