*****
Bab 15
Sejak mengenal Adit dan mencintainya lalu ditinggal ke luar negeri setelah lebih dulu menikahi Jessica, Puspita seperti mengalami gangguan mental. Rasa percaya dirinya seolah hilang.
Memang, urusan cintanya belum pernah dikonsultasikan pada psikolog. Buat apa? Rasanya tidak perlu bagi dia.
Sarjana Ilmu Sosiologi, S. Sos yang melekat di belakang namanya menjadi bukti sudah mempelajari teori sosiolog Emile Durkheim. Fakta-fakta bagaimana cara orang bertindak, berpikir dan merasakan sesuatu sangat dipahaminya. Tetapi kenyataannya pemahaman tersebut sulit dipraktikkan pada dirinya sendiri.
Cinta oh cinta. Membuat Puspita patut mendapat predikat *anti mainstream*. Dalam hal percintaan tidak sewajarnya yang dijalani orang pada umumnya.
Sampai saat sekarang pun Puspita masih tetap bertahan pada prinsipnya. Meskipun Adit sudah jauh dan menjadi suami perempuan lain, Puspita masih berharap suatu saat bisa bertemu Adit kembali dan melanjutkan hubungan cintanya lagi.
"Ayo Pit dimakan dulu, tuh!" suruh Jaka yang menemani makan di warung pinggir pantai. Dia menggeser piring ke arah Puspita.
Jaka memang sengaja mengajak Puspita menikmati suasana pantai agar tidak terpuruk terus-menerus dalam kesedihan.
"Aku ambilin nasinya, ya!" Jaka mengambilkan nasi ke piring Puspita. Puspita yang sedari tadi terdiam belum mau bicara sepatah kata pun. Tetapi Jaka dengan sabar menghadapi Puspita.
"Aku tu sengaja ngajak kamu ke sini supaya pikiranmu lebih tenang, Pit. Kamu mau curhat apa aja aku siap dengerin." Jaka mengawali obrolan sambil makan kepiting asam pedas tanpa nasi. Lalu minum es jeruk setegukan.
Sementara Puspita yang mengunyah nasi dan ikan bakar terlihat kurang berselera. Meskipun mulutnya mengunyah makanan namun pikirannya melayang entah ke mana.
"Kamu makan yang banyak dong biar nggak kurus. Tambahin lagi nasinya, ya!" Jaka hendak menambahkan nasi namun Puspita mencegahnya.
"Udah, Jak. Aku udah kenyang, kok!" Puspita menarik piring yang sudah kosong. Lalu diminumnya jus alpukat pesanan Jaka.
Setelah keduanya selesai makan Jaka mengajak Puspita duduk di pinggir pantai. Dengan beralaskan tikar yang disewanya mereka duduk sambil memandang gerakan riak gelombang yang berwarna putih. Angin sejuk yang berhembus menerpa tubuh membuat hati mereka lebih terasa nyaman.
"Menurut aku, sebaiknya kamu sedikit demi sedikit lupain Adit, Pit. Dia udah jadi suami Jessica. Kalaupun nanti dia sembuh dan kembali ke Indonesia pasti dia juga balik ke istrinya, Jessica. Cobalah kamu berpikir yang logis, Pit. Aku nggak mau liat kamu terpuruk dalam kesedihan yang berkepanjangan." Jaka memberi masukan sambil tangan kanannya melempar pasir ke depan mereka. Pandangan mata keduanya lurus menatap cakrawala langit yang membatasi hamparan laut luas.
"Semua butuh proses, Jak!" Puspita menjawab sambil menelungkupkan kedua kakinya.
"Okelah kalau gitu, Pit. Yang penting aku harap kamu ada niat buat lupain Adit. Nggak harus spontan sih, tapi secara bertahap," jelas Jaka.
"Iya makasih, Jak. Aku mau coba lakuin saran kamu," tandas Puspita.
Mendengar kalimat Puspita yang berniat melupakan Adit, ada harapan Jaka untuk segera memiliki Puspita. Dia akan langsung melamarnya jika Puspita sudah mampu melupakan Adit dan menerima cintanya.
_Kamu harus jadi istriku, Pit. Jangan sampai ada orang lain yang merebut hatimu,_ Jaka membatin.
Udara pantai mulai terasa dingin menembus pori-pori tubuh mereka. Graduasi lampu memancarkan keindahan di area pantai, menandakan senja mulai berlalu dan berganti malam.
"Udah mau malem, Jak. Kita pulang aja, yuk!" ajak Puspita mengagetkan lamunan Jaka.
"Ayo!" Jaka berdiri lalu meraih tangan Puspita membantu bangkit dari duduk.
Keduanya berjalan meninggalkan pantai dengan pikiran yang lebih tenang dari sebelumnya.
***
Sesampainya di rumah Puspita langsung masuk kamar setelah Jaka berpamitan pulang. Dia merenungi nasihat-nasihat Jaka. Ada benarnya juga apa yang disampaikan oleh Jaka.
Puspita yang sebelumnya merasa seperti kehilangan tujuan hidupnya, perasaan yang tidak wajar seolah membuat rasa percaya dirinya hilang, kini berniat untuk mengubah jalan pikirannya yang lebih logis.
Dalam kesusahan dan penderitaan batinnya masih ada harapan untuk menemukan kembali rasa percaya diri tersebut. Dia bertekad menjalani hidup tanpa memikirkan Adit lagi.
"Puspita ... keluar sebentar, Nak. Ayahmu mau bicara." Tiba-tiba Nirmala memanggilnya sambil mengetuk pintu kamar.
"Sebentar, Bu!" sahut Puspita sambil melirik jam dinding.
_Jam delapan lewat,_gumamnya.
Dia keluar kamar menuju ruang keluarga. Hardiman sudah menunggunya sambil mengisap rokok dalam-dalam lalu mengepulkan asapnya dari mulut dan hidungnya.
"Kamu belum ngantuk, Pit?" tanya Hardiman setelah Puspita duduk di hadapannya.
"Belum, Yah!" jawab Puspita sambil menuangkan air teh hangat ke dalam gelas yang disediakan oleh Nirmala.
"Kamu dengerin baik-baik, Ayah mau bicara tentang Jaka," ucap Hardiman pelan.
"Ada apa dengan Jaka, Yah?" Puspita sedikit terkejut. Dia menatap Hardiman penuh selidik.
"Ayah tau Jaka sangat mencintai kamu. Bahkan Ayah udah tau cukup lama," papar Hardiman.
Puspita mengernyitkan dahi. Dia berpikir pasti ayahnya mau menjodohkannya dengan Jaka.
"Terus gimana tanggapan kamu," lanjut Hardiman. Dia menatap Puspita yang tertunduk.
"Maaf, Yah. Pita belum mikir ke situ." Puspita menjawab dengan rasa was-was.
Kekhawatiran ayahnya yang langsung marah-marah ternyata tidak terbukti.
"Kamu masih mikirin si Adit itu, Pit?" tanya Hardiman yang membuat Puspita terkejut.
"Apa yang diharapkan dari si Adit pengkhianat itu. Kamu harusnya berpikir lebih dewasa, Pit. Ayah udah tau semuanya tentang si Adit."
Hardiman kembali menghisap rokok dalam-dalam. Lalu dikeluarkan asapnya melalui hidung.
"Kamu nggak perlu jelasin lagi tentang si Adit. Ayah udah denger semuanya dari Jaka," sambung Hardiman.
Puspita terperanjat.
_Jaka?_ gumamnya dalam hati.
_Kenapa kamu ceritain semua tentang Adit sama ayahku, Jak._ batin Puspita protes. Tetapi dia berusaha tenang menghadapi ayahnya.
"Kalau memang Ayah udah tau dari Jaka, Pita nggak akan cerita tentang Adit, Yah. Tapi Pita juga belum bisa menjawab pertanyaan Ayah barusan," tegas Puspita. Dia melihat ayahnya yang terdiam.
Nirmala yang semula nonton televisi menghampiri mereka lalu duduk di sebelah Hardiman.
"Mungkin Pita butuh waktu buat mikir dulu, Mas!" timpal Nirmala sambil melihat wajah Hardiman.
"Ibu juga kasih saran sebaiknya kamu lupain Adit, Nak!" Nirmala melihat ke arah Puspita.
"Pita juga barusan di kamar udah niat mulai lupain Adit, Bu!" tandas Puspita.
"Syukurlah, Nak. Ibu juga nggak pengin kamu menderita batin. Sejak Jaka cerita tentang Adit sama ayah, dan ayahmu cerita sama Ibu, pikiran Ibu nggak pernah tenang. Apalagi kamu sering mengurung diri di kamar," beber Nirmala.
Puspita mencerna kalimat ibunya dari hati yang paling dalam. Dia heran sendiri begitu cepat perubahan pada dirinya. Hanya karena tidak ingin membuat hati seorang ibu tidak nyaman, dia bertekad untuk melupakan Adit.
"Pita yakin mulai sekarang Pita lebih baik, Bu. Pita udah nggak mau inget-inget Adit lagi!" tandas Puspita.
Nirmala dan Hardiman saling berpandangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
neng ade
buktikan !! jangan ngomong aja ..
jangan sakiti hati dan perasaan ayah dan ibu mu !!
2024-02-25
1
Aiur Skies
b O d O h
2024-01-30
0
deepey
Adit sembuh terus ngejar ngejar puspita kira2 puspita goyah ga ya???
2024-01-18
2