*****
Bab 5
Dua jam lebih Puspita tiduran di kamar. Mau menjenguk Adit tapi ada perasaan malas. Padahal hari ini jadwal kontrol Adit. Biasanya dia ikut mengantarkan ke rumah sakit.
Sejak mengetahui Jessica mengandung janin akibat perbuatan Adit, Puspita semakin bingung. Entah apa yang harus dilakukan. Haruskah memutuskan Adit? Atau meneruskan rencana pernikahannya? Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat kacau pikirannya.
"Ibu mau bicara sama kamu, Nak!" Nirmala masuk ke kamar dan mengagetkan Puspita yang sedang melamun.
"Iya, Bu. Ada apa ya, Bu?" tanya Puspita sambil duduk.
"Semalam ibu dan ayah membicarakan tentang pernikahanmu," ujar ibu Puspita mengawali obrolan.
"Terus gimana menurut ayah, Bu?" Puspita bertanya sambil membetulkan posisi duduknya lebih dekat dengan Nirmala.
"Yah ... menurut ayahmu sih suruh dipikir matang dulu sebelum terlanjur," tutur Nirmala.
"Tapi Bu, Pita nggak mungkin bisa ninggalin Adit. Pita sayang banget sama Adit, Bu!" Puspita mengungkapan isi hatinya dengan mata berkaca-kaca. Sama sekali tidak menyangka sebelumnya kalau dirinya harus dihadapkan pada dua pilihan.
"Tapi Nak, Adit kan sudah cacat begitu, gimana kelanjutan hidup rumah tanggamu nanti," bujuk Nirmala dengan pelan. Dia sangat takut menyakiti perasaan putrinya. Tapi mau tidak mau memang harus menyampaikan semua yang sudah dibicarakan dengan Hardiman.
"Pita bingung, Bu. Pita sangat tau nggak mungkin ada orang tua yang ingin anaknya menderita. Begitu kan kesimpulan ayah?" Puspita menebak yang sudah dibahas orang tuanya sambil menyipitkan mata.
"Kalau ibu sih gimana baiknya menurut kamu. Tapi ayahmu kan orangnya keras. Ayah juga nggak mau punya menantu cacat yang nantinya nggak bisa bekerja untuk menghidupi keluarga." Nirmala menyampaikan isi hati suaminya dan berharap Puspita menyadari.
Mendengar kalimat ibunya, Puspita tersentak.
"Ibu hanya menyampaikan kalimat ayahmu, Nak!" lanjut Nirmala meskipun dalam hatinya tidak tega mengatakan itu semua.
Sesaat keduanya saling diam. Puspita mencerna kalimat ibunya yang sangat menohok.
"Pita hanya ingin menikah sama Adit, Bu! Pita nggak mungkin ninggalin Adit dalam kondisi sakit seperti itu," ungkap Puspita sambil menidurkan kepalanya di pangkuan Nirmala. Hanya ibunya lah yang mengerti perasaannya.
Puspita menangis meluapkan kesedihannya. Kesedihan yang entah sampai kapan dirasakannya.
Dia tidak bisa membayangkan perasaan orang tuanya jika mengetahui Adit telah menghamili Jessica. Pasti Hardiman akan melarang keras putri tunggalnya dinikahi seorang laki-laki yang sudah menghamili perempuan lain. Akan tetapi Adit adalah sosok laki-laki yang sangat dicintai Puspita. Dia tidak sanggup berpisah dengan Adit.
"Ya sudah, kamu istirahat aja dulu, Nak. Semoga nanti ada solusi terbaik buat kita." Nirmala mencoba menenangkan sambil mengusap kepala putrinya.
"Nanti ibu bicarakan lagi sama ayah," pungkas Nirmala.
***
Jaka datang ketika Puspita dan Nirmala berada di dalam kamar. Hardiman yang sedang memberi makan burung-burung piaraannya menyambut kedatangan Jaka dengan sumringah.
"Siang, Om!" sapa Jaka sambil mendekati Hardiman.
"Siang juga, Jak! Kamu mau jemput Pita, ya? Kelihatannya dia lagi kurang sehat tuh!" Hardiman menjawab sambil mendongakkan kepalanya ke arah rumah. Kandang burungnya memang berjarak tiga meter dari teras rumah.
"Nggak sih Om, saya nggak ada janji sama Pita. Dia juga nggak nyuruh saya jemput, kok!" papar Jaka mencoba strategi agar Hardiman memberikan kesempatan untuk mengobrol.
Benar saja, Hardiman mengajak Jaka duduk di teras. Dalam hati Jaka merasa kegirangan.
"Oh ya sudah. Kita ngobrol di teras aja, yuk!" ajak Hardiman yang juga matanya berbinar.
Jaka mengikuti langkah Hardiman. Keduanya lalu duduk di teras saling berhadapan.
"Gimana kerjaan kamu, Jak. Lancar, kan?" tanya Hardiman mengawali bincang-bincang.
"Sejauh ini lancar-lancar aja, Om. Kebetulan hari ini _free_ jadi saya sengaja main ke sini," tandas Jaka sambil tersenyum.
"Oh ya, syukurlah. Itu gimana kondisi si Adit perkembangannya. Apa masih belum bisa jalan?" Hardiman menanyakan kondisi Adit dengan muka masam.
"Kelihatannya belum, Om. Masih harus kontrol-kontrol terus," jelas Jaka penuh semangat.
"Nah, itu dia! Om tu mikir banget si Pita, masa dia mau menikah sama orang cacat gitu?" Hardiman bertanya dengan membusungkan dada.
Jaka tidak kuasa menjawab pertanyaan itu. Dia hanya terdiam sambil mencerna kalimat seorang ayah dari anak gadis yang dikhawatirkannya.
Dia berpikir Hardiman tidak menghendaki anaknya dinikahi Adit, sahabatnya yang sudah seperti saudara sendiri. Dalam hatinya Jaka merasa ada lampu hijau untuk menggantikan posisi Adit.
"Menurut saya juga begitu, Om. Pita kan cewek baik, cantik, cerdas, dan pinter. Dari keluarga baik-baik juga," papar Jaka berapi-api.
Jaka mulai melancarkan aksinya. Dia berusaha mempengaruhi Hardiman dengan harapan menggagalkan pernikahan yang dia sendiri tidak menyetujuinya.
Hardiman terlihat diam. Dia membenarkan ucapan Jaka. Putrinya memang cantik dan cerdas. Sejak SD hingga SMA selalu juara kelas. Banyak prestasi dalam kegiatan di luar sekolah. Terbukti dengan banyaknya piala yang berjejer di lemari kaca. Selama menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Jakarta selalu mendapat IPK tertinggi.
Hardiman tiba-tiba bertanya pada Jaka yang membuatnya gelagapan, "Memangnya kamu selama bersahabat sama Pita nggak ada perasaan sama dia, Jak?" Hardiman menatap penasaran wajah Jaka.
"Ng ... nggak kok, Om!" jawab Jaka tergagap.
"Oh!" Hardiman terlihat sedikit kecewa mendengar jawaban Jaka.
Gila! Pertanyaan si Om ini bener-bener bikin jantungku mau copot. Tapi kenapa aku nggak jujur aja ya sama ayah pita? Kenapa aku jadi manusia goblok gini? Aduh!, pikir Jaka. Ada penyesalan pada dirinya yang menutup-nutupi perasaan sendiri.
"Jadi kamu setuju aja kalau Pita nikah sama si Adit itu, Jak?" Tiba-tiba pertanyaan Hardiman mengagetkan Jaka kembali yang sedang menyesali diri dalam hati.
"Iya itu terserah Pita aja, Om. Dia yang mau menjalani semuanya." Jaka berusaha menjawab dengan obyektif. Dia ingin terlihat bijaksana di hadapan Hardiman.
"Tapi Om minta bantuan kamu bisa, kan?" pinta Hardiman penuh harap.
"Minta bantuan gimana maksudnya, Om?" Jaka balik bertanya seolah-olah merasa bingung.
"Kalau kamu lagi bareng sama Pita, tolong nasehatin dia supaya pikir-pikir dulu untuk menikah sama Adit. Bisa, kan?" desak Hardiman.
Tanpa berpikir panjang Jaka langsung menjawab dengan tegas.
"Baik, Om! Kapan-kapan saya obrolin sama Pita." Jaka memberikan jawaban yang meyakinkan.
"Terima kasih sebelumnya, Jak. Siapa lagi yang mau kasih masukan sama Pita kalau bukan kamu sahabatnya." Hardiman merayu Jaka secara halus.
Mendengar kata-kata itu Jaka pun merasa tersanjung. Dia semakin bersemangat untuk memiliki Puspita.
"Sepertinya saya sudah lama duduk di sini, Om. Nggak enak juga barangkali Om mau istirahat. Saya pulang dulu, Om!" pamit Jaka.
"Nggak apa-apa, kok! Om juga senang ngobrol sama kamu. Hati-hati di jalan, ya!" pesan Hardiman. Hatinya cukup puas ada harapan Jaka bisa merampungkan masalah Puspita.
"Terima kasih, Om!" ucap Jaka sambil mengulurkan tangan bersalaman.
Jaka meninggalkan Hardiman dengan perasaan melambung. Dalam hatinya yakin sekali kalau dirinya lebih diterima sebagai calon menantu Hardiman dibanding Adit yang sudah tidak berdaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
neng ade
putusin aja lah .. ngapain juga msh mengharap Adit yg udh terang2 an punya hubungan dngn wanita lain parah nya lagi wanita itu sedang hamil anak Adit ..
2024-02-24
0
Aiur Skies
bego aja, klo dah tahu benih kecebong di perut wanita lain, masa masih ragu,,, be pake go
2024-01-30
0
deepey
ayo bang jaka... calon mantu idaman
2024-01-18
2