Surga Itu Masih Ada
Langit tampak gulita, sekelebat cahaya kilat nampak membelah angkasa. Tak berselang lama, gelegar halilintar lantang memekakkan telinga.
Hujan deras berderai membasahi tanah. Suara hampa, sendu bagai ranting kering tanpa nyawa.
Prince, pemuda berusia 17 tahun yang baru menyelesaikan tiga tahun sekolahnya di pondok pesantren itu, dikejutkan dengan keramaian di sekitar rumah. Anehnya, ada suasana kelam dari acara tersebut .
Ada apa ini?
Tiba-tiba, pria itu merasakan denyut nyeri di relung hati. Firasatnya buruk, bergegas dia melajukan langkah menerobos kerumunan tamu yang memenuhi halaman rumah.
Namun, seketika langkahnya terhenti ketika seseorang memanggil namanya dengan suara bergetar.
“Den Prince…”
Suara yang tidak lain berasal dari Inah, wanita yang dulu menjadi baby sitter-nya
Inah terkejut, keranjang buah di tangannya ikut terlepas. Buah-buah itu berjatuhan.
“Assalamu’alaikum. Bi Inah, ada acara apa ini? Kok ramai begini,” tanya Prince yang masih memasang wajah bingung.
Inah berlari memeluk tuan mudanya. “Den Prince ….”
Bahu wanita itu berguncang keras, sambil tergugu dia menepuk bahu Prince perlahan.
Inah tidak tahu dari mana dia harus memulai kisah, wanita itu terdiam dan menuntun Prince untuk masuk ke rumah.
Dilihatnya keluarga besar sedang berkumpul, tetapi tidak dia temui kedua orang tuanya. “Mana ayah dan bunda, bi?”
“Nyonya….” Inah tertunduk, tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Hanya airmata yang terus luruh membasahi pipinya.
“Kak Prince ….”
Seorang gadis berusia 11 tahun datang menghamburkan diri ke dalam pelukan Prince.
“Kenapa kakak datang terlambat, bunda ... bunda sudah meninggalkan kita, kak. Kenapa kakak enggak pulang?” cecar gadis itu disela isak tangis.
“Apa? enggak!!! Ya Allah, enggak mungkin! Jangan bercanda Tsabita, ini enggak lucu.”
Di tengah keluarga besar yang sedang duduk memegang buku Yasin, pemuda itu menjerit histeris, suaranya yang lantang bahkan membuat semua tamu yang sedang mengaji itu menghentikan bacaannya.
Airmata Prince sama derasnya seperti hujan yang berderai di luar sana, sendi-sendinya seakan kehilangan daya. Pemuda itu bersimpuh dengan menggenggam duka di dada.
“Prince, sini nak, kamu tenang dulu,” seorang wanita paruh baya berusaha menenangkan Prince. Mengajaknya perlahan menuju dapur dan memberinya air minum. “Minum dulu, nak.”
Prince kenal wanita itu, adik sang ayah—tante Tania. “Tante, Dimana ayah? Benarkah kata Tsabita? Bunda sudah meninggal. Tetapi kenapa tidak ada yang mengabarkan berita duka itu ke pondok, bi?”
Tania menunduk. “Maaf, Prince ... Mbak Kanaya meninggal sepekan yang lalu, Prince. Sementara, Ayahmu … dia sedang di kamar atas, nak.”
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Prince mau ketemu sama ayah.”
“Tunggu dulu, Prince!” tahan Tania, wanita itu berusaha menghentikan Prince yang terlanjur berjalan menuju tangga.
Dengan santun, Prince membungkuk, bibirnya yang bergetar tak henti mengucapkan maaf dan permisi.
Prince kini berada di depan kamar Malik dan Kanaya. Sebelum meraih handle pintu, pandangannya menyebar keseluruh penjuru ruangan. Kenangan indah, seindah surga baginya masih jelas teringat.
Airmatanya semakin bercucuran kemudian dia meraih handle pintu dengan tangan gemetar.
Namun, Betapa terkejutnya Prince, ketika melihat sang ayah tengah bergulat mesra dengan wanita yang tidak dikenalnya.
Hatinya yang sudah luka ditambah siraman air garam dari sang ayah.
“Astaghfirullah. Siapa dia, Ayah!!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments