Azra Diandra, gadis berusia 19 tahun itu tidak pernah menyangka kepindahannya dari Bandung bersama sang kakak ternyata memiliki sebuah alasan.
Ya, sang kakak yang sangat dia banggakan itu ternyata seorang penipu ulung.
Wanita berjilbab itu harus menelan kenyataan pahit. Setahun ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan, Azra dan Dimas diusir dari rumahnya karena terlilit hutang.
Bahkan, sanak saudaranya sampai tidak mengakui mereka sebagai keluarga. Bagai layangan yang putus dari benang, Dimas terombang-ambing semakin kehilangan arah.
Sebelumnya, Dimas dan Azra hidup bahagia di Bandung. Bisnis ayahnya sedang berkembang dengan pesat, hingga membuat mereka hidup berkecukupan.
Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama, takdir membuat mereka kembali jatuh saat ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan.
Dimas belum mampu menjalankan bisnis sang ayah, hanya dalam waktu lima bulan saja, harta mereka terkuras habis.
Dimas yang terbiasa hidup cukup tidak mampu mencari Solusi ditambah dengan gaya hidup mewah membuat Dimas melakukan hal apa saja demi mendapatkan uang dan kesenangan, walau dengan jalan menipu.
Dari uang itu, Dimas meninggalkan sang adik di sebuah kontrakan kecil. Sementara dia berfoya-foya hidup di hotel dengan perempuan-perempuan nakal.
Tidak menaruh curiga, Azra yang polos berpikir kebutuhannya sehari-hari tercukupi karena Dimas mulai bekerja. Dengan ikhlas Azra menjalani hidup yang serba sederhana.
Hingga suatu waktu, sahabat Dimas mengabarkan kalau Dimas bukan bekerja, melainkan menipu.
Awalnya Azra tidak percaya dengan ucapan teman Dimas bahwa kakaknya itu tengah menipu dan membawa kabur uang berjumlah ratusan juta.
Namun, saat melihat kakaknya babak belur seperti ini, ucapan temannya Dimas itu sepertinya bukan isapan jempol belaka.
Azra merapikan kembali barang-barang yang tercecer akibat ulah Niko, dia mengambil mushaf saku lalu menciumnya dan memasukkannya kembali ke dalam tas.
Tidak mampu lagi membendung airmata. Bening itu luruh membanjiri kedua pipinya yang mulus. Setelah berhasil mengumpat ke empat pria tadi di dalam hati. Azra nampak merasa menyesal.
Bagaimana bisa dia berani menghina makhluk ciptaan Allah lainnya dan merasa diri lebih baik.
'Bukan kita yang baik, tetapi Allah yang maha baik sedang menutupi aib-aib kita', sepenggal kata ustazah yang baru saja dia dengarkan dalam kajian. Karena itu, jangan pernah merasa diri lebih baik dari makhluk Allah lainnya.
Azra menarik napas dalam-dalam, berusaha melegakan sesak di dada dengan oksigen yang dia hirup. Gadis itu terdiam sebentar, berpaling melihat kakaknya yang tengah tergeletak sudah tak sadarkan diri.
Wajahnya penuh luka lebam, bahkan darah segar mengalir di sudut bibir yang robek karena pukulan. Astaghfirullahaladzim.
Setelah berkali-kali menghela napas. Azra lalu menghampiri Dimas, dia mengguncang-guncang tubuh sang kakak yang lemah tak berdaya.
Begitulah jika Allah mengharamkan sesuatu, pasti ada sebab akibat yang merugikan diri kita sendiri.
Disela isak tangisnya, Azra berujar, “ya Allah, kak! Kenapa Kakak jadi seperti ini? Bangun Kak. Azra enggak kuat gendong Kakak!”
Mobil hitam doff itu belum juga berjalan, didalamnya ada sepasang mata elang yang sedang menyelisik. Tak berpaling kedua mata itu menatap tajam dari arah jendela. Prince, tiba-tiba saja membuka mulutnya.
“Tunggu! Jangan pergi dulu!”
Prince bersuara. Namun, jelas terdengar aneh oleh tiga kawannya. Niko. Ali dan Raga saling melempar pandangan. Karena, baru kali ini Prince terlihat bersimpati kepada orang lain.
Sinar rembulan terang seolah menambah kesan dramatis dimalam itu. Purnama menyorot wajah teduh seorang gadis tak bersalah, Azra yang terlihat resah menengok ke kiri dan kanan.
Namun, prasangka ketiga sahabatnya meleset. Tak berselang lama, Prince sontak memalingkan wajah. “Jalan!” Muka yang dingin kembali menatap ke depan.
Benar, apa yang diharapkan dari hati yang telah lama mati?
Prince bahkan tidak merasa iba saat melihat wanita lemah menangis hebat dihadapannya.
“Bodoh!” umpat Prince dalam hati.
Prince pernah berada di sana. Di tempat sang gadis yang menaruh harap pada keluarga yang ternyata berkhianat.
Apakah Perempuan itu tidak tahu, apa yang kakaknya lakukan di belakangnya?
Prince membuka sedikit jendela mobil. Semilir angin dingin membelai rambutnya lembut. Kedua matanya terus menatap rembulan yang seakan mengikutinya pulang.
Bersama itu dia berseringai. “Aku disana kala itu, menyaksikan sendiri, bagaimana orang yang sangat aku banggakan tengah berbuat hina melebihi binatang. Tidak ada yang pantas aku percaya lagi,” gumamnya dalam hati.
Dunianya hancur, sehancur-hancurnya kala itu, bersama hati yang lemah tak berdaya. Tak lagi dia melangitkan do’a, tak lagi dia menyeru asma indah Sang pemilik jiwa.
Bersujud mengadukan segala kepedihan yang dia alami, dirasa percuma. Prince jauh terlempar dalam jurang kegelapan tanpa arah.
“Ayo, kita ke klub lagi,” ajak Ali.
Prince sontak membuyarkan lamunannya. Dia masih bergeming, Ketika Niko dan Raga menyambut riang ajakan Ali.
Namun, seketika Prince teringat lalu menghela napas berat. “Tidak, aku besok ada kelas pagi. Antarkan aku pulang!” seru Prince dengan memejamkan kedua mata.
***
Prince baru saja keluar dari kamar mandi, hanya dengan memakai jubah mandi. Bersama segelas minuman beralkohol, yang sedari tadi ditegaknya.
Dia meraih jaket yang tadi dia kenakan menggantung di kursi meja kerjanya. Mengambil sebuah kartu mahasiswa milik Perempuan bernama Azra Diandra.
Di pandanginya lama kartu itu. “Dia mahasiswa baru?” kedua matanya menyipit, melihat tanggal terbitnya kartu itu adalah hari ini.
“Universitas Melati Bangsa?” mulutnya mengucap nama Unversitas itu. “Menarik!” Prince menyunggingkan sebelah sudut bibirnya.
Bersama itu dia melirik kartu NIDN miliknya yang menggantung, di sana namanya tertera sebagai dosen tetap di Universitas Melati Bangsa.
Prince berjalan, meraih laptopnya. Rasa ingin tahunya mencuat, entah mengapa. Jarinya lincah mengetik nama Azra Diandra di kolom pencarian dalam situs web Universitas tersebut.
Kedua matanya melebar setelah melihat data diri Azra, nama gadis itu tertera disalah satu dari tiga mahasiswa berprestasi di fakultas Pendidikan. Lulus tes online dengan nilai terbaik, hingga mendapat beasiswa penuh di universitas tersebut.
Tetapi, seharusnya Azra masuk tahun lalu, kenapa kartu mahasiswanya baru terbit sekarang? Dan kenapa dia baru berada di semester satu?
Prince Kembali menggeleng. “Apa yang aku lakukan?” gegas dia menutup laptopnya dan melempar kartu mahasiswa Azra sembarangan. Menepis rasa keingintahuan kepada perempuan yang baru saja berpapasan dengannya. Tidak ingin mencari tahu lebih dalam lagi.
Dia berlalu kemudian duduk di tepian ranjang, menatap foto wanita yang menghiasi nakas.
“Bunda, Prince akan balas semua yang telah lelaki biadab itu lakukan ke bunda. Prince yakin, bunda meninggalkan Prince karena mereka, kan?” suara Prince parau dan bergetar.
Prince meraih foto tersebut. Jarinya menyentuh seolah mengelus wajah cantik Kanaya yang tengah tersenyum.
Bahkan, dia terlupa bagaimana caranya menangis, yang diingatnya hanya membalaskan dendamnya suatu saat nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments