Amelia keluar dari kamar setelah menyelesaikan sarapannya. Dia bermaksud untuk melihat keadaan kedua putrinya yang belum dia temui sejak pagi. Sekarang sudah menjelang pukul sepuluh pagi. Bahkan Amelia tidak menyiapkan mereka sarapan seperti biasanya.
Tapi setelah mencari mereka di kamar dan di ruang bermain, Amelia tidak menemukan kedua gadis kecil itu. Hingga Amelia memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Amelia kembali berkeliling bahkan sampai ke dapur, hasilnya tetap nihil.
Samar-samar Amelia mendengar pekikan dan tawa keduanya. Langkahnya menuntun Amalia ke arah suara yang ternyata berasal dari halaman belakang mansion. Tibalah Amelia di pintu belakang mansion dengan pemandangan kolam renang yang bernuansa hijau tosca.
Kedua putrinya ternyata sedang asyik bermain air ditemani daddy mereka. Keduanya mengenakan pakaian renang sesuai dengan warna kesukaan masing-masing. Entah kapan Maxim membelikannya untuk mereka. Setahu Amelia mereka tidak memiliki baju renang karena Amelia tidak pernah membelikannya.
Tanpa ketiga anak dan ayah itu ketahui, Amelia tersenyum-senyum sendiri melihat keseruan mereka. Amelia bisa melihat dan menikmati kebahagiaan yang terpancar di senyum kedua putrinya. Sesaat kemudian Amelia teringat pada Farel. Bagaimanakah kabar putranya itu. Sejak tinggal di mansion Amelia belum pernah sekalipun menelpon Farel.
"Mom... sini main bersama!" Pekik Britney dengan riang.
"Ayo, Mom...!" Sidney juga ikut berteriak.
Pandangan Maxim juga teralihkan pada Amelia yang mendekat ke pinggiran kolam. Tidak lupa senyum yang merekah indah di bibir Amelia terukir sempurna. Senyum yang jarang sekali Maxim lihat sejak mengenal Amelia. Satu hal lagi yang Maxim ketahui tentang Amelia yaitu senyuman Amelia berasal dari kebahagian anak-anaknya.
"Mommy, ayo berenang. Seru Mom...!" Sidney bicara seakan dia sedang berenang. Padahal keduanya hanya duduk di pelampung yang berbentuk Angsa besar dengan kedua kaki mereka bergerak bebas di bawah air. Sementara Maxim menciptakan air ke arah mereka sehingga mereka terpekik kegirangan.
"Mom, duduk sini saja lihat kalian." Tolak Amelia yang memilih duduk di pinggiran kolam sambil mencelupkan kakinya ke dalam air.
"Dad, siram Mommy, Dad." Bisik Sidney yang ingin menjahili mommynya.
"Daddy takut Mommy marah. Kamu saja." Maxim mendorong pelampung Sidney mendekati Amelia. Dan...
" Byurr"
"Shi...! Mommy basah, Baby...!" Pekik Amelia sambil membersihkan cipratan air di wajah dan tubuhnya.
Tapi pekikan Amelia tidak menghentikan Sidney, bahkan Britney ikut-ikutan mencipratkan air kolam ke arah Amelia. Amelia terpekik kembali dan berniat hendak menjauh, tapi naas bala bantuan besar datang. Maxim menarik kaki Amelia dari bawah hingga Amelia menjadi oleng.
"Maax...aaaahh...Byuuuurrr."
Amelia akhirnya tercebur masuk ke kelom diiringi pekikan panjangnya yang tenggelam bersama dirinya. Maxim dan kedua putrinya tertawa terpingkal-pingkal kesenangan melihat penderitaan Amelia.
Amelia muncul sambil terbatuk karena tersedak air kolam yang membuat mata dan hidungnya memerah. Maxim yang merasa bersalah mendekat pada Amelia kemudian memukul punggung Amelia pelan. Setelah rasa sesaknya mereda, Amelia menatap Maxim kesal.
"Sorry...!" Cicit Maxim yang tersenyum manis dengan tatapan puppy eyes. Amelia melengos kesal.
"Hore... Mommy ikut berenang. Mommy aku mau ikut turun." Britney minta keluar dari pelampungnya.
"No... ini dalam, Sayang. Kamu tenggelam nantinya. Lihat... airnya sedada Mommy." Tolak Amelia lembut sambil menunjukan batas air di dadanya.
Meski cemberut kedua putrinya mengerti dan menurut ucapan Amelia. Hal itu tidak luput dari perhatian Max. Kedua putrinya sangat menghormati Amelia. Entah bagaimana cara Amelia mendidik mereka. Sementara dengan Maxim keduanya lebih sering memaksakan kemauan mereka.
"Sekarang rasakan serangan Mommy, Girls!" Amelia yang melihat wajah murung keduanya langsung berinisiatif mencipratkan air ke wajah keduanya.
Akhirnya suasana yang sedikit melow tadi mendadak riuh kembali. Amelia bermain air bersama putri kembarnya dengan tawa bahagia. Sesekali terdengar rengekan tidak terima dari kedua bocah itu dan sejenak kemudian tertawa kembali.
"Dad... bantuin." Merasa terdesak mereka meminta bantuan Maxim yang terpaku melihat tontonan yang menghangatkan hatinya.
"Ok, My darling. Daddy coming...!" Maxim pun ikut menyiram Amelia dengan menggunakan ember kecil mainan si kembar.
Tanpa sadar aktifitas mereka membuat sekat yang terbentuk antara Amelia dan Maxim lambat laun menipis. Keduanya berperan layaknya sepasang orang tua yang bahagia bersama putri-putrinya. Sejenak mereka menepikan masalah yang terjadi antara mereka.
"Sudah mainnya anak-anak. Ini sudah terlalu lama, waktunya bilasan, ok...?!" Ucap Amelia mengakhiri kegiatan semuanya.
Sudah dua jam lamanya mereka basah-basahan. Waktu yang cukup lama untuk anak-anak. Apalagi kondisi kesehatan Britney yang tidak boleh terlalu lelah. Tapi yang namanya anak-anak tetap saja mereka tidak puas berenang. Keduanya kompak menolak dan memandang memohon pada daddy mereka.
"Tidak, Max. Ini sudah cukup. Britney tidak boleh terlalu lelah." Tolak Amelia tegas saat Maxim memohon dengan kode mata pada Amelia.
Maxim tidak bisa menolak, dia juga tidak ingin membuat anak-anaknya menjadikannya pelarian dari aturan yang Amelia terapkan. Memiliki pola asuh yang sama dan saling mendukung adalah cara yang positif dalam pengasuhan agar anak-anaknya memiliki karakter yang baik. Selagi Amelia memberikan aturan yang positif, Maxim akan memberikan dukungan penuh.
"Ayo , Girls ikut sama Mbak, bilasan lalu ganti pakaian." Maxim telah memanggil dua orang pelayan membantu kedua putrinya. Maxim menggendong keduanya bergiliran dan menyerahkan pada kedua pelayan.
Amelia mengemas beberapa mainan yang berserakan dan pelampung. Setelah selesai dia berniat hendak menyusul kedua putrinya. Tapi urung karena Maxim menariknya kembali ke kolam.
"Max... apa yang kamu lakukan, aku mau ganti baju." Pekik Amelia tertahan, takut menarik perhatian para pelayan.
"Apa kamu sadar pakaianmu dari tadi menarik mataku untuk selalu ingin memandangnya." Jawab Maxim yang mengungkung Amelia di pinggir kolam di tempat yang dalam. Sehingga kaki Amelia mengambang di dalam air dan membuatnya bergantung sepenuhnya pada Maxim.
Amelia menunduk mengikuti arah pandang Maxim dan dengan spontan Amelia menutupi bagian dadanya yang tercetak jelas karena hanya menggunakan kaos oblong tipis. Sungguh Amelia tidak menyadarinya sama sekali. Apalagi Amelia hanya mengenakan br* hitam seksi yang tidak menutup dengan sempurna.
Maxim meraih kedua tangan Amelia dan menguncinya ke belakang tubuh Amelia dengan kedua tangan Maxim yang melingkar erat. Mata Maxim menatap dalam Amelia dengan jarak yang sangat dekat sehingga hembusan napas keduanya beradu menerpa wajah masing-masing.
"Kamu menyiksaku, Amel. Kamu tahu ini sangat menyakitkan. Di saat aku menginginkan dirimu tapi aku juga tidak bisa melakukannya. Tapi jangan takut, aku tidak ingin memaksakan kemauanku padamu, sampai kamu siap menerima aku sebagai suamimu seutuhnya. Aku tidak ingin kamu melakukannya dengan terpaksa seperti dulu karena sekarang kamu adalah istriku, bukan budak ataupun pemuas."
Ucapan lirih Maxim seakan menegaskan posisi Amelia saat ini.Ada rasa hangat yang menyeruak dalam hati Amelia. Setidaknya pemikirannya selama ini pada Maxim sedikit berubah. Pria ini ingin menempatkan dirinya sebagai suami dan Amelia sebagai istri sesungguhnya.
"Tapi aku akan memaksamu untuk yang satu ini." Setelah berkata Maxim mencium Amelia dengan lembut. Tak cukup hanya sekali, Maxim melumat bibir pucat Amelia berkali-kali. Amelia yang awalnya diam terbawa oleh kehangatan yang Maxim berikan. Perlahan-lahan Amelia membuka mulutnya dan membalas Maxim dengan tak kalah lembutnya.
Tidak menggebu-gebu, semua yang mereka lakukan begitu mereka nikmati dengan khidmat. Penuh perasaan dan penghayatan. Tidak dipungkiri Maxim sulit untuk menahan diri, tapi dia ingin Amelia nyaman. Ciuman mereka terhenti setelah beberapa menit kemudian.
Maxim memeluk Amelia erat untuk menetralkan deru napasnya yang mulai terbalut hasrat. Amelia tidak kalah sesaknya. Wajahnya memerah menahan sesuatu yang mulai berkobar di dalam tubuhnya. Sesuatu yang telah lama tertidur kini Amelia merasakan keinginan itu lagi. Tanpa sadar Amelia meremas lengan Maxim menahan gejolaknya.
🍂🍂🍂
Sore harinya Amelia dipaksa Maxim untuk kembali ke klinik Dokter Nadya. Bukan tanpa alasan, sesuai usulan Doni yang menyuruh Maxim untuk konsultasi langsung. Mengobati seseorang dari trauma sekecil apapun itu harus melibatkan orang-orang terdekat. Oleh sebab itu Maxim harus tahu cara menghadapi Amelia agar tidak memperburuk keadaannya.
Hal yang sama pernah Doni lakukan untuk tahu cara menangani Cahaya. Beruntung trauma Amelia tidak seberat Cahaya dulu. Hanya rasa takut berlebih saat berdua dengan Maxim yang menatapnya dengan beringas atau kasar. Tapi sekecil apapun jika tidak ditangani dengan benar maka akan semakin merusak mental.
Maxim benar-benar berubah, sepanjang perjalanan dari parkiran hingga waktu menunggu giliran tangannya tidak pernah lepas dari Amelia. Berkali-kali Amelia berusaha melepaskan tapi Maxim menggenggamnya dengan erat. Akhirnya Amelia lelah dan membiarkan saja Maxim sesuka hatinya.
Giliran Amelia dipanggil barulah Maxim melepaskan dan membiarkan Amelia melakukan konseling sendirian. Atas permintaan Amelia, Maxim terpaksa membiarkannya masuk seorang diri karena alasan kenyamanan. Setengah jam kemudian Amelia keluar dari ruangan Dokter Nadya.
Maxim mengambil selembar kertas resep yang Amelia sodorkan untuk ditebus. Kemudian Maxim langsung menuju parkiran. Amelia bingung karena Maxim tidak ke Apotik yang ada di klinik untuk menebus resepnya, tapi enggan untuk bertanya.
"Tunggulah di mobil agar kamu bisa duduk dengan santai selagi aku menebus resepnya." Barulah Amelia paham maksud Maxim. Tindakan sekecil itu mampu membuat hati Amelia ditumbuhi bunga-bunga kecil. Senyum terukir di bibirnya saat menatap punggung suaminya itu menjauh menuju Apotik.
Cukup lama Maxim mengantri, Amelia hampir saja menyusul Maxim karena bosan. Selama hampir empat puluh menit kemudian barulah Maxim muncul dengan kantong putih kecil di tangannya.
"Maaf, aku lama. Kamu lapar?" Tanya Maxim membuat Amelia urung bertanya alasan Maxim terlambat.
"Tidak, kita pulang saja. Jika kamu tak sibuk, bisakah kita ajak Si kembar ke mall. Pergi makan atau bermain di sana." Ucap Amelia ragu-ragu.
"Tentu, Amel. Ayo kita jemput mereka. Kabari pelayan di rumah untuk mempersiapkan mereka. Pasti putri-putriku sangat bahagia nanti." Maxim merasa senang Amelia meminta sesuatu padanya. Meski hanya ke mall tapi permintaan itu membuat Maxim tersanjung karena merasa dibutuhkan.
Maxim melajukan mobilnya dengan senyum yang mengembangkan di bibirnya. Hari ini sungguh sangat berkesan baginya. Apalagi sikap Amelia yang mulai mencair. Ditambah lagi saran dari Dokter Nadya tadi yang memberikan banyak keuntungan untuknya. Tadi saat menebus obat sebenarnya Maxim menemui Dokter Nadya secara pribadi. Tentu saja konsultasi untuk masalah Amelia.
Dokter Nadya menyarankan untuk melakukan pendekatan pada Amelia bukan menjauhi. Dimulai dari sekamar berdua, satu ranjang dan melakukan skinship yang ringan. Setiap hari skinship dilakukan secara intens dan terus meningkat hingga menjurus pada hal intim. Tentu saja semua itu sangat Maxim inginkan.
Entah bagaimana reaksi Amelia nanti malam saat tahu Maxim pindah permanen ke kamarnya.
🍂🍂🍂🍂🍂
Happy Reading ♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Zainab Ddi
baguslah kalo Maxi mau berubah
2024-03-02
0
Dede Imas Madaraisahdi
cih, lelaki bucin tp gengsian 😏
2023-12-29
1