"Menikah... aku mau menikah denganmu." Air mata Amelia luruh membasahi pipinya. Keputusan yang sangat berat untuknya. Mengabdikan hidupnya pada pria kejam yang tidak memiliki hati.
Maxim tersenyum tipis, hatinya bersorak sorai karena bahagia. Tapi semua perasaan nya harus dia tutupi sementara waktu, hingga Amelia sudah terikat dengannya secara sah.
Bagi Amelia kedua pilihan Maxim tidak ada bedanya. Hanya status menikah lebih terhormat dari pada menjadi simpanan. Namun pada dasarnya maknanya adalah sama yaitu menjadi teman ranjang Maxim yang berstatus resmi.
Demi putri kembarnya Amelia rela tubuhnya terpasung dalam hubungan yang berlebel istri. Tidak peduli sesulit apa dan sesakit apa yang pasti Sidney dan Britney selalu bersamanya. Ini hanya demi kedua anaknya , tidak lebih.
"Bersiaplah, kita ke rumah sakit. Aku tidak ingin melihat kesedihan di wajah putri-putriku." Ujar Maxim sambil bangkit dari duduknya.
"Aku baik-baik saja, nanti juga sembuh sendiri." Tolak Amelia dengan suara lemah.
"Kamu kira aku punya banyak waktu bersantai menunggumu hingga sembuh? Aku tidak mau menambah daftar kerugian akibat kehilangan banyak proyek gara-gara dirimu. Sekarang siapkan dirimu, aku tunggu di luar." Maxim melangkah menuju pintu dan berbalik sebelum benar-benar keluar." Jangan terlalu lama, putri-putriku menunggumu."
Maxim akhirnya meninggalkan Amelia yang masih terisak meratapi dirinya. Sesampainya di luar kamar Maxim menemukan kedua putrinya duduk di ruang tengah di depan televisi. Tapi mata mereka menatap kosong tidak tertarik dengan adegan animasi di sana.
Maxim mendekat untuk menarik perhatian kedua saudari kembar itu agar mengarah padanya. Tatapan penuh tanya seakan ingin tahu tentang kondisi ibu mereka. Maxim bisa melihat tatapan khawatir dari keduanya. Begitu sayangnya kedua putrinya pada ibu mereka. Bukti kalau Amelia memang seorang ibu yang baik.
"Tenanglah, Mommy akan diobati oleh dokter terbaik ke rumah sakit. Kalian akan ikut dengannya nanti." Maxim mengusap kepala kedua putrinya dengan penuh kasih sayang.
"Benarkah, Paman hebat. Kami berkali-kali mengajaknya tapi Mommy selalu bilang baik-baik saja. Benarkan, Bri! " Ujar Sidney.
"Iya, thank You , Paman." Tambah Britney.
"Semua berkat kalian, tidak perlu berterima kasih. Ayo bersiap, kita berangkat." Ajak Maxim saat melihat Amelia keluar dari kamar dengan mengenakan kardigan lusuh.
Sungguh hati Maxim merasa tercubit menyaksikan penampilan Amelia yang sederhana. Jauh berbeda dengan waktu pertama Maxim bertemu hingga akhirnya berpisah dari Amelia. Amelia yang biasanya berpenampilan modis dan berkelas. Kini hidup sederhana demi membesarkan kedua putrinya.
Tidak ada Amelia yang berpenampilan rapi dan sporty tapi tetap terlihat feminin dengan riasan yang tidak berlebihan. Kini yang terlihat hanya Amelia yang memakai bedak bayi dan liptint sekenanya saja. Wajah yang biasa segar terawat kini terlihat kusam. Bahkan rambut halusnya kini kehilangan kilauannya.
Dengan cepat Maxim menguasai dirinya agar tidak terlihat bersimpati. Topeng arogannya sangat dia butuhkan saat ini agar Amelia menurut padanya. Maxim tahu Amelia wanita yang keras dan teguh pendirian. Oleh sebab itu Maxim tidak boleh terlihat lemah untuk bisa menaklukkan Amelia di bawah tekanannya.
Mereka berangkat ke rumah sakit menggunakan mobil mewah milik Maxim. Hal ini menjadi tanda tanya bagi kedua gadis pintar itu. Tanpa Maxim dan Amelia sadari keduanya saling pandang dengan tatapan curiga dan penuh tanda tanya.
"Paman, apa ini mobilmu." Sidney adalah yang paling kritis diantara keduanya.
"Hmm, kalian suka?" Tanya Maxim tanpa menjawab dengan lugas.
"Tentu kami suka, mobilnya bagus." Jawab Sidney." Apakah Paman masih keluarga kami?" Tanya nya lagi.
"Iya, kamu benar. Kita keluarga." Jawab Maxim dan sontak mendapat tatapan tajam dari Amelia.
Tentu saja Amelia tidak suka Max membuka identitasnya sekarang. Amelia butuh waktu untuk menjelaskan pada kedua putrinya. Amelia belum menyiapkan jawaban atas pertanyaan kedua putri pintarnya itu. Tidak akan mudah untuk membuat keduanya puas dengan jawabannya nanti.
"Sayang Mommy, bisakah kalian diam sebentar, Mommy pusing dan mau tidur sejenak." Amelia mengalihkan pembicaraan kedua putrinya dengan ayah kandung mereka.
Hanya cara itu yang Amelia punya untuk mengulur waktu. Dia berharap Maxim bisa mengerti keadaannya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk itu. Amelia belum siap.
Sesampainya di rumah sakit Amelia hanya duduk di bangku sementara semua urusan administrasi Maxim yang handel. Kedua putrinya malah asyik melihat aquarium besar yang ada di sudut ruangan tunggu pendaftaran pasien.
"Bri, menurutmu apakah Paman itu Daddy kita. Lihatlah ... Wajahnya mirip kita." Tidak ada yang tahu jika keduanya sengaja menjauh karena ada yang ingin mereka bicarakan.
"Aku juga berpikir begitu. Tapi sepertinya Mommy tidak menyukai Paman itu." Seperti biasa Britney yang sensitif bisa merasakan tatapan tidak suka Mommy nya.
"Bagaimana jika Paman itu Daddy, apakah kamu akan senang? " Sidney mulai menanyai isi hati saudarinya.
"Entahlah, bagiku asalkan Mommy bahagia aku ikut bahagia. Tapi jika Mommy tidak menginginkan Daddy aku ikut Mommy." Jawab Britney .
"Aku juga berpikir demikian, tapi aku juga rindu Daddy. Pasti menyenangkan punya Daddy." Sidney terlihat sedih.
"Aku juga merasakan yang sama denganmu, Shi.Tapi bagiku Mommy yang terpenting." Britney ikut merasa sedih tapi dia tidak ingin membuat Mommy lebih sedih lagi.
Amelia akhirnya masuk ke ruang dokter setelah namanya di panggil. Hanya Amelia sendiri. Dia menolak ditemani meskipun oleh kedua putrinya. Kesempatan itu digunakan oleh kedua gadis itu untuk mengintrogasi Maxim.
"Paman, apakah kau pernah menyakiti Mommy kami?" Tanya Britney tiba-tiba.
"Hah... itu, eh ...aku...
"Jadi benar, Paman pernah menyakiti Mommy kami." Sidney menatap Maxim yang terlihat kehilangan kata-kata di depan kedua bocah itu.
"Ke... kenapa kalian berpikir begitu?" Tanya Maxim heran melihat kedua putrinya yang menatapnya curiga.
"Mommy kami orang baik, dia sangat penyayang pada siapapun. Tapi kami melihat Mommy untuk pertama kali menatap seseorang dengan tatapan berbeda. Sepertinya Mommy tidak menyukai Paman. Bahkan Mommy tidak pernah bersikap seperti itu pada Uncle Dewa." Terang Sidney yang menyebut nama seorang pria dengan akrab.
Hati Maxim berdenyut mengingat apa yang Sidney katakan adalah benar. Amelia menatap Maxim dengan penuh kebencian. Apalagi mendengar sebuah nama yang terlihat begitu akrab dengan kedua putrinya itu. Jelas Maxim tahu itu nama seorang pria dewasa, Uncle Dewa. Siapa dia?
"Mungkin saat ini Mommy kalian masih membenciku, tapi aku berjanji akan membuatnya menyukaiku nantinya. Asalkan kalian mau membantuku." Ucap Maxim.
"Kenapa kami harus membantu Paman? " Ucap Britney dengan nada protes.
"Oh Amelia, apa yang kamu lakukan pada mereka sehingga mereka sangat cerdas seperti orang dewasa begini." Keluh Maxim dalam hati.
"Karena aku menyayangi kalian. Seperti seorang... Daddy mungkin!" Maxim berkata dengan hati-hati sambil melihat reaksi keduanya.
"Apa Paman ingin menjadi Daddy kami?" Sidney bertanya dengan antusias." Tapi kami ingin Daddy kami yang sebenarnya. Apa Paman mengenalnya?" Lanjut Sidney dengan wajah sedih.
"Hmm , ya... begitulah." Jawab Maxim seadanya.
"Di mana dia sekarang, kenapa dia meninggalkan kami? Apakah dia pria jahat yang tega membuang kami dan membiarkan Mommy kesusahan?" Maxim melihat kemarahan pada mata Britney. Dengan lembut Maxim menarik tubuh mungil itu yang mulai berkaca-kaca.
"Sorry...
Entah apa makna dari kata maaf yang Maxim ucapkan. Tapi sungguh dia merasa bersalah pada kedua putrinya ini. Apalagi saat Britney mengatakan Mommy mereka yang kesusahan membesarkan keduanya. Maxim belum tahu penderitaan apa saja yang Amelia lalui untuk mempertahankan kedua putrinya. Tapi hatinya ikut terluka saat kilatan bening di mata keduanya.
Tidak ada pertanyaan lagi yang keluar dari kedua bibir putrinya. Keduanya kini malah terisak dalam dekapan Maxim. Maxim sendiri bingung harus menghibur mereka dengan cara apa. Dia tidak pernah dekat dengan anak anak seusia putri kembarnya ini. Ini pertama kali baginya mendekap anak kecil dan beruntungnya ini adalah putri putrinya.
Maxim juga tidak mengerti apa yang membuat mereka begitu sedih. Entah karena memikirkan Mommy mereka atau terbawa emosi karena mengingat teganya Daddy mereka menelantarkan mereka.
Tanpa Maxim tahu keduanya begitu merindukan dekapan hangat Daddy yang mereka rindukan. Hanya saja keduanya tidak berani mengatakan nya karena tidak ingin membuat Amelia sedih karenanya.
"Berhenti menangis, nanti Mommy melihat kalian. Kasihan Mommy sedang sakit, nanti dia bertambah sakit jika melihat kalian sedih." Ucapan Maxim berhasil membuat keduanya berhenti menangis. Ajaib sekali, hubungan ibu dan anak ini benar-benar membuat Maxim takjub. Bagaimana mungkin Maxim tega memisahkan mereka.
"Paman tunggu Mommy di sini, kami ke toilet sebentar." Sidney menarik Britney menjauh dari Maxim.
"Kalian bisa, sendiri?" Tanya Maxim tidak yakin.
"Kami sudah biasa, Paman. Jangan khawatir." Keduanya pergi saling bergandengan tanpa peduli tatapan cemas Maxim.
"Kamu ibu yang luar biasa, bahkan mereka tidak membutuhkan aku untuk ke kamar mandi. Aku semakin yakin ingin memiliki kalian secepatnya. Oh Amel... bagaimana nanti jika mereka tahu kalau aku Daddy mereka. Apakah mereka akan membenciku seperti dirimu?" Maxim bergumam sambil menatap panggung-punggung kecil itu menghilang ditelan lorong rumah sakit itu.
"Ya, ampun mengapa ini sangat menakutkan...
🍂🍂🍂🍂🍂
Happy Reading ♥
Jangan lupa like and komen ♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Zainab Ddi
anak2 yg pinter
2024-03-01
1