"Saya terima nikah dan kawinnya Amelia Putri..." Amelia sesaat blank dan kehilangan konsentrasi nya. Semua terdengar seperti dengungan di telinganya. Hingga satu kata yang menggema terdengar jelas menghantam kesadarannya.
"SAH"
Kini Amelia telah resmi menjadi istri Maximus Bryan. Tepuk tangan dan suara bergemuruh terdengar memenuhi ruangan. Acara pun telah diambil alih oleh seorang MC. Tiba-tiba Amelia merasakan remasan di tangannya. Ternyata Maxim memberi kode agar Amelia mendengarkan MC yang mengarahkan kedua mempelai untuk saling menukar cincin.
Pada saat giliran Amelia yang memasangkan cincin di jari Maxim, tangannya tremor hebat hingga cincin itu nyaris terjatuh. Beruntung Maxim menyadarinya dengan cepat dan segera membantu Amelia.
"Wow... ternyata pengantin wanitanya masih gugup, Para hadirin. Tapi kita harus memaklumi nya karena ini yang pertama mereka bersentuhan setelah menikah." Suara MC mencairkan suasana yang nyaris riuh.
"Selesai... silahkan cium tangan suaminya, Mbak. Sebagai bakti pertama sebagai seorang istri dan Mas nya silahkan membalas dengan kecupan di kening sebagai tanda sayang pertama setelah pernikahan." Sambung sang MC tersebut.
Amelia meraih tangan Maxim ragu-ragu dan mengecupnya sambil menutup matanya. Darahnya berdesir saat bibirnya menyentuh kulit Maxim. Kemudian Maxim melakukan hal yang sama di kening Amelia juga sambil berdoa dalam hati, semoga Amelia bisa segera menerimanya .
"Tersenyumlah, meski kini kamu begitu tersiksa." Ucap Maxim lirih di telinga Amelia. Suara dingin penuh intimidasi seperti biasanya.
Acara Pun berlanjut, di kembar berlari berhamburan memeluk kedua orang tuanya. Terlihat jelas kebahagiaan di wajah mereka. Amelia tersenyum kecut saat merasa dirinya saja yang merasa tersiksa. Bahkan Maxim terlihat menikmati hari bahagia ini.
Beberapa tamu memberi selamat kepada kedua pengantin itu. Termasuk Cahaya dan Doni. Ada juga Aryo dan Rose , Randi dan Dina. Ketiga sahabat Maxim tidak membuang kesempatan untuk meledek lajang tua yang baru saja melepaskan masa lajangnya.
"Pengantin tua ini terlihat tampan juga, ya?" Ejek Aryo.
"Tua-tua gini baru dia yang berhasil mencetak bayi kembar di antara kita, Bro." Timpal Randi.
"Kamu benar, bahkan dia bisa punya istri jauh lebih muda dari umurnya. Beruntung sekali kan dia? Beli satu dapat tiga lagi." Doni pun tidak mau kalah.Ketiganya tertawa menyaksikan wajah Maxim yang memerah.
Sementara para pria ngobrol yang wanita juga nggak ketinggalan. Amelia hanya diam, hanya senyum saja sekali-sekali menanggapi. Dia lebih tertarik menatap kedua putrinya yang bermain dengan anak-anak para sahabat Maxim. Amelia merasa canggung di tengah-tengah mereka. Hanya Cahaya yang dia kenal dan seperti istri Randi dan istri Aryo tidak menyukainya.
Amelia tidak begitu peduli, baginya semua tidak penting. Dia lebih baik sendiri memikirkan hidupnya yang miris. Entah penderitaan apalagi yang akan dia hadapi setelah ini.
Maxim menyadari ketidaknyamanannya Amelia. Berkali-kali Maxim melihat tatapan kosong wanita yang telah menjadi istrinya itu. Tanpa sepengetahuan teman-temannya Maxim menghubungi seseorang lewat pesan. Tidak lama kemudian salah seorang pelayan rumah Maxim datang menghampiri Amelia.
"Nyonya, mari kita istirahat dulu. Acaranya telah selesai, Nyonya harus mempersiapkan diri untuk acara resepsi nanti malam." Ujar sang pelayan.
"Baiklah! Maaf semua, aku pamit dulu." Ucap Amelia ramah. Hatinya bersorak-sorai bisa menjauh dari orang-orang itu.
"Iya, Amelia silahkan. Kamu memang harus istirahat. Masih ada acara setelah ini." Balas Cahaya.
Amelia mulai beranjak meninggalkan meja tempat mereka berkumpul. Tapi baru beberapa langkah terdengar celutukan seseorang di antara para wanita itu.
"Kenapa kamu baik sekali padanya? Bukankah dia adalah orang yang pernah membuatmu di titik terendah hidupmu, Ya." Terdengar suara Rose yang bicara pelan tapi masih bisa Amelia dengar.
"Semua orang pasti pernah bersalah. Tidak ada salahnya memberi seseorang kesempatan untuk berubah. Aku percaya Amelia bukanlah Amelia yang dulu." Ucap Cahaya bijak.
"Kalau aku tidak bisa begitu baik seperti dirimu. Aku benci pelakor, karena aku juga pernah hancur karena pelakor dan aku mengutuk mereka!" Rose bicara dengan amarah yang begitu tampak di wajahnya.
Amelia kembali menarik langkahnya menuju kamar hotel tempatnya menginap semalam. Hatinya teriris mendengar tudingan Rose meski semua itu adalah benar. Tapi tidak bisakah mereka melihat penderitanya saat ini. Apakah mereka tidak bisa melihat wajah tertekannya menghadapi pernikahannya. Begitu susah untuk merubah persepsi orang terhadap cap buruk yang telah lekat.
Amelia hanya bisa, menarik napas dalam. Setelah melepaskan mahkota kecil di kepalanya dan melepaskan gulungan rambutnya Amelia duduk di balkon kamar itu. Balkon yang cukup luas dan bisa melepaskan Amelia dari rasa sesak. Amelia memejamkan mata menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya.
Hingga beberapa saat kemudian Amelia merasakan elusan lembut di wajahnya yang telah basah oleh air mata. Amelia menangis dan kini seseorang telah mengusap air matanya. Sontak Amelia membuka mata dan bangkit seketika.
"Maaf membuatmu terkejut, aku hanya tidak suka ada air mata di pipimu." Ucap Maxim yang ternyata sudah berada di depan Amelia.
"Kenapa? Bukankah itu hobimu dan kamu sangat menikmati setiap tetes air mata ini?" Amelia kembali teringat saat-saat Maxim dulu memaksanya melayani nya di ranjang. Maxim bahkan tersenyum puas melihat Amelia merintih dalam tangisan.
"Sekarang kamu sudah menjadi istriku. Aku tidak mau orang melihat istriku tersiksa. Tentu saja itu akan membuat reputasi ku jatuh di hadapan mereka." Jawab Maxim dingin menutupi rasa gugupnya saat berhadapan dengan Amelia yang sekarang adalah istrinya.
Amelia tersenyum miring mendengar alasan Maxim. Hanya untuk sebuah reputasi, sungguh mirisnya hidup Amelia yang kini harus bisa bermuka dua, tersenyum pada semua orang meski hatinya menangis. Demi reputasi yang Maxim agungkan itu.
"Aku menyuruh pelayan membawamu agar kamu istirahat. Nanti malam ada resepsi yang lebih besar dari acara akad nikah tadi. Aku ingin kamu tampil maksimal tanpa mata yang bengkak. Setelah resepsi adalah malam pengantin kita, aku mau kamu memiliki tenaga yang cukup. Jadi sekarang berhenti menangis dan makanlah, aku sudah membawakan makanan untukmu." Ucap Maxim panjang lebar. Amelia hanya bisa menelan saliva nya yang terasa kelat mendengar malam pengantin yang Maxim utarakan.
"Nan... nanti aku makan." Jawab Amelia yang merasakan aura gelap dari mata Maxim.
"Sekarang...! Aku akan mengawasi mu, jika kamu tidak menghabiskan makanannya maka aku akan memakan mu sekarang." Ucap Maxim penuh penekanan.
Tanpa bicara lagi Amelia langsung masuk ke kamar melewati Maxim untuk makan. Amelia tidak mau Maxim merealisasikan ucapan nya. Amelia duduk di sofa yang telah tersedia makanan mewah kelas hotel berbintang lima. Tanpa berpikir lagi Amelia mulai mengambil makanannya dan menyuapnya. Tanpa Amelia sadari Maxim tersenyum kecil melihat Amelia memakan hidangan itu dengan lahap.
🍂🍂🍂
Sesuai ucapan Maxim setelah tadi Amelia makan dan dipaksa Maxim untuk tidur siang, sore harinya kamarnya dipenuhi oleh para petugas make up dan butik. Mereka bekerja sama menjadikan Amelia ratu malam ini. Sebuah gaun mewah yang Amelia pilih waktu itu kini berubah dengan penambahan beberapa batu berkilau sekitar dada dan pinggang.
Gaun itu semakin terlihat mewah dan elegan. Amelia terlihat sempurna dengan make up yang sedikit bold dan rambut yang sanggul apik. Tidak lupa sebuah tiara mungil di atas gulungan rambutnya. Sempurna! Begitulah penampilan Amelia malam ini.
Tidak lama kemudian Maxim datang dengan kedua putrinya. Maxim dengan Tuxedo hitam dan putri kembar itu dengan gaun putih senada dengan Amelia yang mekar di bagian bawahnya.
"Mom cantik seperti ratu." Ucap Sidney yang mendekati Mommy nya.
"Tentu sayang dan kalian adalah princesses nya." Sambung Maxim yang memangku Britney lalu duduk di pinggir ranjang dengan mata yang tidak teralihkan dari Amelia.
"Cantik sempurna." Ucap Maxim dalam hati. Amelia hanya bisa menunduk dan membuang pandangannya saat menangkap mata Maxim mengarah padanya.
"Ayo waktunya telah tiba!" Doni datang dengan menggandeng Cahaya dengan penampilan berbeda dari siang tadi.
Maxim berjalan dengan Amelia melingkarkan tangannya di lengan Maxim. Kedua putri mereka berjalan di depan dengan membawa bunga di sebuah keranjang. Mereka terlihat sempurna seperti keluarga kerajaan yang terlihat harmonis. Semua mata memandang kagum menatap pasangan pengantin itu dengan kedua putri mereka.
Maxim mengarahkan keluarga kecilnya ke sebuah pelaminan besar dan megah. Tapi ada yang mengusik mata Amelia saat menatap pelaminan itu. Terdapat dua pasang pria dan wanita setengah baya. Sepasang dari mereka sangat Amelia kenali, tapi sepasang lagi Amelia bisa menebak mereka adalah orang tua Maxim.
Amelia tanpa sadar meremas lengan Maxim saat melihat Mamanya dan pria penghancur keluarganya ada di sana. Pria yang merebut Mamanya dan perusahaan dari Papanya dengan licik. Hingga membuat Papanya shock dan kena serangan jantung tiba-tiba dan meninggal. Kisah yang tidak akan pernah Amelia lupakan seumur hidupnya. Bahkan dengan kemarahan Amelia meninggalkan rumahnya karena sang Mama memilih pria itu dari pada dirinya.
"Aku tahu kamu pasti marah karena ini, tapi aku mohon malam ini saja. Setelah itu aku akan menuruti keinginan kamu menyangkut mereka." Bisik Maxim di telinga Amelia.
Amelia tidak bisa berbuat apa apa yang akan mempermalukan dirinya sendiri dan juga Maxim. Bisa dipastikan jika seluruh pengusaha dalam dan luar negeri berada di sini saat ini. Terpaksa Amelia menerima dan pura-pura tidak melihat kedua orang yang merusak hidupnya itu.
"Amelia, kenalkan mereka Ayah Moreno Bryan dan Ibuku Anna Bryan." Ucap Maxim memperkenalkan kedua orang tuanya.
"Oh, menantuku cantik sekali. Terima kasih Amelia telah bersedia menikah dengan pria tua ini. Aku bisa tenang sekarang. Dan terima kasih telah memberikan kami cucu yang luar biasa ini." Sambut ibu mertuanya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Senang bertemu denganmu, Nyonya." Balas Amelia sopan.
"Wait... Mom, bukan Nyonya." Bantah ibu Maxim segera.
"Iya... Mom." Ucap Amelia kaku. Sementara Maxim dan ayahnya hanya tersenyum melihat interaksi kedua wanita itu.
Kedua pengantin itu beranjak ke arah Mama Amelia dan suaminya. Meski dengan langkah yang terpaksa Maxim menarik pelan tangan Amelia. Amelia menurut saja.
"Anak Mama...Mama merindukan mu, Nak." Mama Amelia langsung mendekap putrinya dengan air mata haru. Berbeda dengan Amelia yang bersikap datar.
"Halo adikku, aku tidak menyangka ternyata kamu menikahi pria yang tergila-gila padaku." Celoteh seseorang memaksa pelukan itu terlepas.
"Marinda, jaga sikapmu. Ini pernikahan Amelia jangan membuat kekacauan." Suara bariton tegas itu membuat Marinda mendelik tidak suka. Papanya benar-benar penjilat, itulah yang Marinda pikirkan. Bisa-bisanya Papanya memarahinya di depan Maxim dan Amelia.
"Aku tidak mengacau Papa, aku hanya sangat bahagia akhirnya Amelia tidak menjadi pelakor lagi seperti dulu mengikuti jejak seseorang." Sindir Marinda menatap tajam pada wanita yang berada di sebelah Papanya.
"Cukup! Lanjutkan drama keluarga kalian di tempat lain. Aku tidak ingin pernikahan ku rusak karena kalian. Ayo, Sayang. Kita duduk di singgasana kita. " Maxim menggenggam jemari Amelia dan menuntunnya dengan lembut.
"Jangan pura-pura bahagia, Max . Aku tahu kamu masih mencintaiku, dan wanita itu hanya pelampiasan mu saja." Suara Marinda sedikit keras membuat Maxim menggeram.
"Tutup mulut mu atau aku suruh penjaga menyeret mu dari sini....
...----------------...
Happy Reading ♥
Jangan lupa tinggal kan jejak Readers ♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Zainab Ddi
Marunda ngak betubah
2024-03-02
1
N Wage
mirinda sangat membenci ibu sambungny yg dicapny pelakor,tapi dirinya sendiri bangga dg label itu.
Lah!pelakor teriak pelakor.
kapan insyafnya kamu mirinda,amelia sdh jauh berubah lebih baik.lah kamunya? Sudah tidak muda lagi loh.
2024-02-11
0