Katakan ...

Amelia ternyata harus dirawat, atas anjuran dokter. Mengingat jumlah HB nya rendah dan tekanan darahnya yang tinggi. Amelia butuh pengawasan medis agar bisa segera pulih. Dokter mengatakan Amelia kurang istirahat dan kurang tidur ditambah asupan yang tidak memadai membuat tubuhnya drop.

Ucapan dokter membuat Maxim kembali merasa bersalah. Tidak hanya penampilan Amelia yang berubah drastis tapi juga kesehatannya juga drop sedemikian rupa. Kata kurang asupan diasumsikan kurang makan oleh Maxim. Mendengar semua itu Maxim mengutuk dirinya yang pernah begitu kejam pada Amelia.

Setelah dua hari dirawat Amelia diperbolehkan pulang. Jumlah HB nya telah mencukupi dan tidak perlu dikhawatirkan lagi. Meski tubuhnya masih sedikit lemas tapi sudah jauh lebih segar dari pertama masuk rumah sakit.

Saat ini Amelia beristirahat di kamarnya. Kedua putri kembarnya pergi bersama Maxim yang katanya ingin membeli es krim. Amelia kembali mengingat tentang pilihan yang telah dia ambil. Entah bagaimana cara Amelia menjalaninya nanti.

Amelia memijit tengkuknya yang terasa berat sambil memejamkan matanya. Dokter mengatakan itu adalah gejala hipertensi meski tidak dialami oleh penderita hipertensi. Dokter juga mengingatkan agar tidak boleh banyak berpikir karena bisa memicu hipertensi.

"Kamu pusing?" Suara bariton memaksa Amelia kembali membuka matanya.

"Di mana Britney dan Sidney?" Amelia tidak menjawab malah mengkhawatirkan kedua putrinya.

"Mereka tertidur di ruang tengah setelah kekenyangan. Sekarang jawab aku, kamu pusing atau ada yang sakit?" Maxim mengulangi pertanyaannya.

"Sedikit ." Jawab Amelia singkat.

Maxim jalan mendekati ranjang lalu duduk di pinggir ranjang kemudian memijat kening Amelia tanpa permisi. Amelia tersentak kaget dan reflek menjauhkan kepalanya. Tapi Maxim menariknya mendekat dan memijatnya kembali.

"Tidak usah repot-repot, aku bisa sendiri." Protes Amelia.

"Tidak usah menolak, banyak wanita yang berharap aku pijat kan. Anggap saja kamu adalah salah satu yang beruntung." Jawab Maxim dengan tampang yang menyebalkan bagi Amelia.

"Aku selalu sial sejak bertemu denganmu. Bagaimana mungkin aku merasa beruntung." Jawab Amelia dengan suara dingin.

"Benarkah? Bagaimana dengan Britney dan Sidney, apa mereka juga wujud dari kesialan?" Tanya Maxim sambil tetap memijat kening Amelia.

"Tentu saja bukan, mereka adalah segalanya bagiku. Tanpa mereka mungkin sudah sejak lama aku mengakhiri hidupku." Ucap Amelia tidak terima dengan pertanyaan Maxim.

"Dan mereka adalah bagian dari diriku jika kamu lupa." Amelia terdiam. Ucapan Maxim adalah benar. Amelia hanya bisa menggigit bibir bagian dalamnya.

"Besok kita akan kembali ke Jakarta. Kita menikah di sana." Ucapan Maxim membuat Amelia menepis tangan yang sedang memijat kepalanya.

"Mana bisa seperti itu, ini terlalu mendadak. Aku juga punya tanggung jawab di sini." Bentak Amelia tidak terima keputusan Maxim yang sepihak.

"Tentu saja bisa, aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan. Bahkan semua yang tidak terpikirkan olehmu." Maxim menatap tajam Amelia kemudian mengulas senyuman yang tampak seperti seringai kepuasan.

"Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan ku begitu saja. Sementara pemilik Cafe tidak berada di sini. Tidak mungkin aku tinggal tanpa pertanggungjawaban." Amelia mulai melunak agar Maxim sedikit berbaik hati padanya.

"Jangan khawatir aku sudah menempatkan seseorang di Cafe itu. Bahkan sejak kamu di rumah sakit. Jadi tidak ada alasan lagi untuk menolak." Amelia terperangah mengetahui tindakan Maxim yang selangkah lebih dulu dari pemikiran nya.

Kini tidak ada alasan yang bisa Amelia kemukakan. Mungkin sudah nasibnya harus berakhir di tangan Maxim. Pria arogan dan kejam sejauh Amelia mengenalnya. Penggila s*x bebas dan brutal saat di ranjang. Amelia hafal semua kelakuan buruk pria ini. Tapi sayangnya sebentar lagi Amelia akan terkurung dalam penjara keganasan seorang Maximus Bryan.

" zinkan aku bertemu Nenek Ida bersama anak anak. Dia ibu angkat ku. Banyak jasanya yang tidak akan pernah bisa aku balas. Bahkan ibuku sendiri tidak pernah menyayangi ku seperti nya." Amelia tidak bisa menutupi wajah sendunya.

"Sore nanti dia akan sampai ke sini. Tunggu saja dan istirahatlah. Aku tidak ingin ada drama sakit lagi." Tidak keras tapi suara Maxim penuh penekanan. Amelia tidak lagi membantah karena semua sia-sia saja. Amelia pasrah.

🍂🍂🍂

Kini Amelia dan kedua putri kembarnya sudah berada di jet pribadi milik Maxim. Kemarin sore Amelia telah bertemu dengan Nenek Ida. Setelah menyerahkan rumahnya untuk dijaga keempat orang itu saling berpelukan dalam tangisan perpisahan. Perpisahan tetap harus terjadi. Nek Ida juga memberikan restunya untuk Amelia seiring pesan agar senantiasa menghargai seorang suami.

Amelia hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Biarlah Amelia menyimpannya sendiri, karena dia tidak ingin melihat Nek Ida bersedih. Sejauh ini Nek Ida hanya tahu Maxim adalah ayahnya si kembar. Itu saja tidak lebih.

Selama perjalanan Amelia hanya terdiam merenungi nasibnya. Tetapi saat melihat betapa antusiasnya kedua putrinya rasa gundah Amelia sedikit terobati. Amelia juga melihat Maxim begitu mencintai anak-anaknya. Tidak apa-apa dia diperlakukan buruk asalkan Maxim memperlakukan kedua putrinya dengan baik.

Sesampainya di Jakarta Maxim memboyong anak-anaknya dan calon istrinya ke sebuah mansion. Bangunan mewah itu baru saja Maxim beli setelah menemukan titik terang keberadaan Amelia dan anak-anaknya.

Butuh waktu satu minggu untuk Maxim menyiapkan semua itu untuk Amelia dan kedua putrinya. Bangunan mewah berlantai tiga dengan dua pilar besar menyambut mereka. Amelia sempat takjub dengan kemewahan itu, tapi sejenak kemudian dia tersenyum miris.

"Semewah apapun tetap saja tempat ini akan menjadi penjara untukku. Atau mungkin tempat eksekusi." Rintih Amelia dalam hatinya.

"Ayo aku antar ke kamar kalian?" Maxim menarik kedua putrinya di kedua tangannya dengan lembut.

"Waw... benarkah ini rumahmu, Paman. Cantik sekali! " Ucap Sidney yang tidak bisa menutupi rasa takjubnya.

"Apa kalian suka?"

"Tentu, bahkan aku pernah melihat rumah sebagus ini hanya di film animasi kesukaan kami. Seperti sebuah istana." Britney ikut menimpali.

"Syukurlah kalau begitu , jadi mulai sekarang ini juga rumah kalian." Ucap Maxim tersenyum bangga.

"Amelia ikutlah pelayan itu, mereka akan mengantar kamu ke kamarmu." Tunjuk Maxim pada seorang berpakaian pelayan.

"Mari Nyonya." Pelayan itu sedikit merunduk hormat memberi jalan pada Amelia. Amelia merasa risih diperlakukan seperti seorang nyonya besar, tapi dia tidak protes. Tubuhnya masih lemah dan sedikit pusing karena jetlag.

Setibanya di lantai dua sebuah pintu besar berwarna hitam dibuka oleh pelayan itu dan mempersilakan Amelia masuk. Kemudian membukakan gorden dan jendela membiarkan udara segar masuk. Amelia menatap sekeliling ruangan yang sangat besar menurutnya. Mungkin ada setengah dari rumahnya yang di Nusa Penida.

Kamar yang mewah lengkap dengan furniture yang berkelas. Tidak main-main harganya cukup fantastis. Amelia tentu saja mengetahuinya dengan jelas. Maxim memang memiliki selera yang bagus. Sejenak Amelia mengingat Apartemen yang mereka tempati di Singapura. Penataan kamar ini sedikit mirip mengingatkan Amelia pada saat pertama kali dia di paksa oleh Maxim. Dengan cepat Amelia membuang ingatan buruk itu.

"Silahkan istirahat Nyonya, nanti saya bangunkan jika waktunya makan malam." Amelia mengangguk dan pelayan itupun undur diri.

Sementara Amelia merebahkan tubuh lelahnya, kedua putrinya sedang bahagia mendapatkan kamar luas yang telah dekorasi sedemikian rupa. Kamar yang di desain layaknya kamar anak perempuan yang lengkap dengan berbagai atribut dan pernak-pernik nya.

"Paman, apakah Paman punya anak perempuan? Kenapa kamar ini seperti kamarnya anak perempuan?" Britney yang sensitif langsung merasa aneh melihat kamar itu yang seperti sengaja di desain khusus.

"Kamu pintar sekali, Cantik. Aku memang memiliki anak perempuan." Jawab Maxim jujur.

"Apakah dia tidak marah kami menggunakan kamarnya?"

"Tentu saja tidak, bahkan dia pasti bahagia. Ya, sudah sekarang kalian istirahat dulu. Nanti aku akan mengajak kalian keliling rumah ini. Ok...!?" Maxim harus segera pergi ada yang harus dia urus. Hatinya kini sedikit lega orang -orang terkasihnya sudah berada di tempat aman.

🍂🍂🍂

"Randi, aku serahkan semua padamu. Aku tidak mau ada kekurangan. Berapapun biayanya, aku mau semua selesai tepat waktu. Only one week, ingat itu!"

Baru saja Maxim menelpon Randi temannya untuk mengurus acara untuk pernikahannya di Ballroom hotel milik Randi. Di tempat yang sama dulu Cahaya dan Doni menikah. Maxim telah mengirimkan beberapa permintaan khusus pada Randi agar bisa disesuaikan dengan tempatnya.

Semua Maxim yang mengatur tidak ada campur tangan atau masukan dari Amelia. Pernikahan ini hanya keterpaksaan baginya. Mana mungkin Amelia mau bersusah payah turut andil. Tapi tidak bagi Maxim. Pernikahan ini adalah caranya untuk memperbaiki kesalahan. Maxim serius dengan niatnya . Tidak peduli bagaimana caranya Maxim mewujudkannya yang pasti dia sungguh-sungguh dengan pernikahannya.

Acara makan malam diwarnai oleh kehebohan kedua gadis kecil itu. Ada saja yang mereka perdebatkan. Kadang-kadang Amelia tersenyum kecil menanggapi mereka. Seperti biasa Sidney yang cerewet akan selalu miliki bahan perbincangan antara mereka dan Maxim.

"Ok, Twinnie waktunya tidur. Kalian ikut dengan pelayan dulu. Bersih bersih dan gosok gigi lalu tidur." Perintah Maxim pada kedua putrinya.

"Kami bisa sendiri, Paman." Tolak Britney yang tidak mau di bantu pelayan.

"Ok, mereka cuma mengawasi kalian. Memastikan kalian melakukannya dengan benar dan mematikan lampu." Maxim tidak menyerah. Bukan tidak percaya pada keduanya, hanya saja mereka masih kecil dan butuh pengawasan.

Keduanya tidak lagi membantah. Mereka berpamitan pada Mommy mereka dan Maxim kemudian berjalan meninggalkan meja makan menuju kamar baru mereka.

"Aku mau bicara denganmu." Tahan Maxim saat Amelia hendak meninggalkan meja makan.

"Bicaralah." Ucap Amelia singkat.

"Minggu depan kita menikah."

"Terus...

"'Aku ingin kamu mengatakan pada mereka kalau aku Daddy mereka." Maxim menatap Amelia yang terlihat menegang.

"Aku belum siap. Aku takut mereka bertanya bagaimana mereka terlahir ke dunia. Aku tidak sanggup melihat kekecewaan dimata mereka jika mereka tahu mereka lahir dari keterpaksaan." Terlihat genangan di mata Amelia. Tidak bisa dipungkiri kehadiran kedua putri kembarnya hanyalah sebuah pemaksaan. Bagaimana menjelaskan nya.

"Salahkan saja aku, katakan saja kita dulu dekat dan aku menolakmu atau meninggalkan mu. Aku minta cobalah untuk bersikap seolah-olah kita saling mencintai di depan mereka. Putri kita sangat pintar mereka bisa membaca tatapan kebencianmu padaku." Pinta Maxim dengan nada rendah.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Terus dukung Author guys ♥

Karya kami tidak bernilai tanpa Readers sekalian , Like, vote dan comment ♥

Love you all♥

Terpopuler

Comments

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

Amelia putri² mu cerdas seperti dirimu.

2024-03-06

2

Zainab Ddi

Zainab Ddi

iyalah dirimu jahat Maxi

2024-03-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!