Sementara itu, setelah mobil yang Amelia tumpangi berbalik arah dan kembali ke mansion, Maxim tersentak dalam cumbuannya. Seketika itu juga Maxim menarik diri dan melepaskan Marinda. Bayangan Amelia tiba-tiba muncul memenuhi pelupuk matanya.
"Max...
Maxim tidak mempedulikan rengekan Marinda. Dia meremas rambutnya melampiaskan penyesalannya. Berjalan mondar-mandir, kemudian memukul udara kosong meluapkan kekesalan pada dirinya sendiri. Maxim menyadari kebodohan yang baru saja dia lakukan adalah sebuah pengkhianatan bagi pernikahannya.
"Max, kamu marah? " Suara lembut Marinda terdengar sedih. Wanita itu ternyata belum selesai dengan usahanya. Kini Marinda mengusap bahu Maxim dari belakang dan menjalar ke pinggangnya.
Belum sempat Marinda mendekap, Maxim telah lebih dahulu berbalik badan melepaskan belitan yang nyaris terpatri. Maxim menatap Marinda datar. Berbeda dengan Marinda yang menatap Maxim penuh harap. Di saat Marinda ingin mendekat kembali Maxim mengacungkan telapak tangannya ke depan tanda menolak.
"Maaf, Rin. Lupakan yang terjadi tadi. Aku hanya terbawa suasana." Ucap Maxim tegas.
"Aku bisa merasakan ada cinta di antara kita, Max. Kamu masih memilikinya untukku. Aku tahu itu." Marinda mencoba untuk menyesatkan pikiran Maxim dalam memaknai kejadian yang baru saja terjadi.
"Tidak...! Kamu salah, aku tidak lagi mengharapkan dirimu sejak hampir enam tahun yang lalu. Sejak kamu menolak ku untuk ke sekian kalinya di Singapura kala itu. Di saat itu juga kamu malah bercumbu dengan rekan bisnisku. Kau ingat? Sejak itulah hatiku pelan- pelan dipenuhi oleh Amelia." Ucap Maxim dengan menggebu-gebu.
Sejenak Maxim mengingat kejadian naas yang menimpa Amelia karena ulahnya. Di saat pagi harinya Maxim terbangun dalam keadaan t******** dan menemukan Amelia dalam keadaan yang serupa. Tapi kondisi Amelia yang mengenaskan dengan banyak lebam dan berdarah membuat Maxim panik.
Untuk pertama kalinya Maxim bisa menatap Amelia dengan pandangan yang berbeda. Selama ini Maxim selalu menganggap Amelia hanyalah wanita murahan dan perusak rumah tangga orang lain. Tapi melihat mata Amelia bengkak karena menangis dan pipinya yang membiru bahkan ada darah yang mengering di sudut bibirnya, Maxim tahu seberapa kerasnya Amelia menolak dirinya malam itu.
"Tapi kamu tidak menolakku tadi, bahkan kamu membalasku dengan sangat bergairah." Ucap Marinda yang masih kekeh dengan pemikirannya.
"Itu hanya hasrat sesaat, bukan lagi cinta." Maxim mulai terlihat berang karena Marinda mengingatkan kesalahannya barusan.
"Baiklah, anggaplah begitu. Maka jadikanlah aku pemuas hasratmu malam ini. Come on Max, kita habiskan malam ini bersama. Bukankah dulu kamu menyukai tubuh ini."? Marinda mendekati Maxim yang berjalan mundur menjauhinya.
"Stop Rin, maaf jika aku mengecewakanmu. Tapi sekarang aku sudah tidak berhasrat lagi. Aku merindukan istriku, selamat tinggal...!" Maxim langsung berbalik dan bergegas meninggalkan Marinda sendirian.
Melayani Marinda berdebat hanya akan membuang waktu percuma. Maxim harus segera pulang. Dia tidak berbohong saat mengatakan merindukan Amelia. Perasaan bersalah menghantuinya sejak tadi. Maxim menyesal karena sempat terlena oleh keintiman yang Marinda berikan.
Berkali-kali Maxim memukul stir mobilnya untuk melampiaskan amarahnya. Bagaimana mungkin Maxim lupa jika Marinda adalah wanita haus belaian. Wanita yang cukup matang di usianya yang melewati empat puluhan. Tapi memilih hidup melajang dengan bergonta-ganti pasangan sesuka hatinya. Begitulah cara Marinda menikmati hidup. Sama halnya dengan kehidupan Maxim yang dulu.
Sesampainya di mansion Maxim langsung menuju kamar Amelia. Wanita itu telah tertidur sangat nyenyak seperti biasanya. Tentu saja dengan bantuan obat. Maxim tahu jika Amelia meminum obat itu lagi karena gelas kosong dan botol obat masih berada di nakas.
"Maafkan aku... tadi aku hanya terlena sesaat. Aku tidak bermaksud mengkhianatimu. Maaf...!" Ucap Maxim lirih.
Maxim duduk di pinggir ranjang dan membenarkan letak selimut istrinya. Tapi mata Maxim menangkap ada jejak air mata di sudut mata Amelia. Jejak basah di bantal menguatkan dugaan jika Amelia baru saja menangis. Maxim mengingat perlakuannya di pesta tadi. Amelia pasti kecewa karena tidak dianggap sama sekali.
Rasa bersalah semakin menguasai Maxim. Mulutnya mengumpat kasar mengingat semua itu. Rasa kesal, penyesalan, dan rasa bersalah bercampur aduk hingga membuatnya sesak.
"Brengsek kau Max, hanya demi menyenangkan wanita yang menghancurkan hatimu, kau melukai wanita yang membesarkan putri-putrimu. Selalu saja seperti itu, Marinda menjadi alasan penderitaan wanitamu ini." Max mengumpat dirinya sendiri.
Maxim mengusap lembut mata Amelia. Menghapus jejak air mata yang mengering di pipi cantiknya. Maxim tidak bisa menahan gemuruh yang bercampur resah yang menyesakkan dadanya dan akhirnya bangkit meninggalkan Amelia yang tidur dengan lelap.
Maxim berjalan ke teras samping mansion. Duduk sendiri sambil menghisap sebatang cerutu yang lama tidak pernah dia lakukan lagi. Tapi kali ini Maxim membutuhkan benda itu. Maxim juga butuh udara segar untuk mendinginkan kepalanya dan mengurangi sesak dadanya.
Berada di dekat Amelia semakin membuatnya menyesali apa yang dia lakukan dengan Marinda. Hasrat lekakinya terpancing saat benda kenyal itu dengan lembut menyapu dan mengisap bibirnya. Sesaat Maxim terbawa arus yang Marinda ciptakan.
Cukup lama Maxim tidak menyentuh wanita. Rekor terlama sepanjang sejarah hidupnya. Hingga bertemu dengan Amelia kembali membangkitkan rasa yang pernah mati. Tapi sayang istrinya belum bisa dia sentuh. Semua juga karena Maxim, Amelia terlihat takut saat bersamanya.
Maxim menghembuskan asap cerutu itu ke udara. Menatap nanar gulungan asap putih yang berlahan hilang di udara. Baru setengah cerutu itu dia isap tapi kepalanya malah semakin berat. Maxim membuang benda berwarna coklat itu. Maxim berniat untuk pergi istirahat tapi kedatangan Adri membuatnya mengurungkan niatnya.
"Selamat malam, Pak. Saya mau mengembalikan ponsel Ibu. Tadi tertinggal di mobil." Ucap Adri sambil menyerahkan sebuah ponsel pada Maxim.
"Kok bisa tertinggal, apa Ibu main ponsel di mobil." Tanya Max curiga karena tidak biasanya Amelia ceroboh dengan barang pribadinya.
"Iya, Pak. Setelah kedua Nona muda tidur Ibu main ponsel sebentar. Tapi... tapi...
"Tapi apa, Dri! " Maxim memicingkan matanya menatap Adri yang terlihat gugup. "Adri...!" Bentak Maxim tak sabar.
"Maafkan saya, Pak. Tadi Ibu menyuruh saya mengikuti Bapak. Saya sudah menolak, tapi Ibu memaksa, Pak." Jawab Adri gugup dan ketakutan.
" Apa Ibu melihat saya... akh...!!" Maxim tidak lagi melanjutkan ucapannya. Melihat anggukan kecil Adri, Maxim tahu apa jawabannya. Maxim membanting asbak yang tidak bersalah itu ke pilar mansion sebagai ungkapan kemarahannya. Marah pada dirinya sendiri.
"Maaf, Pak. Saya tidak tega menolak Ibu. Harusnya saya tidak mengikuti keinginan Ibu. Pak...Ibu sepertinya tidak sehat setelah melihat Bapak tadi, tubuh Ibu gemetaran hebat seperti ...!" Adri gemetar melihat kemarahan bosnya yang jarang sekali terlihat.
" Pergilah..." Maxim tidak bisa mengalahkan Adri, dia hanya seorang supir yang mengikuti perintah majikannya. Menyuruh Adri pergi agar dia tidak melampiaskan kemarahannya pada Adri.
Tanpa Maxim tahu Adri pergi dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Adri sengaja mengatakan semuanya agar Maxim tahu jika istri cantiknya melihat perselingkuhan kecilnya. Adri kasihan pada nyonya barunya. Dengan mengatakan apa yang Amelia lihat semoga bisa menyadarkan bosnya .
Sepeninggal Adri Maxim terduduk sambil meremas rambutnya kasar. Setelah menetralkan perasaannya Maxim berlari menyusuri tangga mansion. Maxim tidak sabar untuk menemui Amelia meski wanita itu tertidur pulas. Maxim hanya ingin memeluk tubuh istrinya saat ini.
Maxim membuka pintu kamar dengan pelan. Amelia masih di posisi semula membuktikan jika dia memang tertidur nyenyak. Maxim naik ke sisi ranjang yang kosong. Masuk ke selimut yang sama dengan Amelia dan memeluk posesif tubuh mungil itu.
"Apa kamu cemburu. Jika iya aku sedikit lega, setidaknya ada sedikit rasa cinta untukku. Amel... aku mencintaimu. Maaf jika aku selalu menoreh luka. Maafkan aku, Sayang." Maxim berbisik lembut di telinga Amelia.
Malam ini Maxim tidak melepaskan dekapannya sedikitpun di tubuh Amelia. Entah apa yang akan terjadi esok hari, Maxim tidak tahu. Tapi dia akan sabar menghadapi kemarahan istri cantiknya ini nantinya.
Maxim berharap besok Amelia akan mengamuk memarahinya. Semoga...
🍂🍂🍂🍂🍂
Happy Reading ♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Sabaku No Gaara
vangkeemang kmu max ...cb bikin keq fakhry ini si max ...gk bersatu ma cahaya tpi sama doni
2024-05-29
0
Zainab Ddi
lagian mau aja ikutin miranda
2024-03-02
1
N Wage
maxim bodoh...doni jg bodoh.padahal diumur mrk sekarang ini kalau utk sebahagian orang ada yg sdh punya cucu .lah ini otaknya di mana?
masih jg meladeni si wanita laknat marinda dg alasan seorang sahabat,padahal sdh jelas2 ada istrimu,kau malah lebih rela di gelayuti ulat bulu tanpa menimbang peraaan istrimu.
Gemes sendiri dg kalakuan pria2 tua tp bodoh ini.
2024-02-11
0