Perhatian Max

"Kamu dengan Doni sama saja. Pas malam pertama bisa-bisanya bikin istri kalian pingsan. Itu pun menyusahkan aku dan Rose." Gerutu Aryo yang tengah menahan kantuknya.

Tadi Aryo dan Rose baru saja hendak tidur setelah seharian mengikuti acara pernikahan hingga resepsi Maxim. Seperti biasanya semua sahabat mendapatkan kamar gratis setiap ada acara mereka. Tapi harapannya pupus saat Maxim meminta Rose untuk memeriksa Amelia. Hal yang sama pada pernikahan Cahaya dan Doni.

"Maaf mengganggu kalian, aku juga kaget tiba-tiba dia pingsan saat aku memasuki kamar." Wajah Maxim kelihatan cemas mengkhawatirkan Amelia yang sedang diperiksa oleh Rose.

"Ada apa dengan Amelia!" Tanya Doni yang tiba-tiba datang bersama Cahaya.

"Amelia pingsan seperti Cahaya dulu. Malam pengantin kok pingsan, aneh kalian ini." Ujar Aryo terkekeh lucu. Sementara Cahaya mendekati ranjang tempat Rose sedang memeriksa Amelia.

"Rose... bagaimana keadaan Amelia?" Tanya Cahaya yang berada di sisi berseberangan dengan Rose.

"Dia kelelahan dan kurang tidur. Tapi...dari detak jantung dan nadinya seperti orang yang ketakutan. Apalagi Amelia berkeringat yang cukup banyak, seperti seseorang yang mengalami trauma. Dia juga pucat pasi begini." Tutur Rose sambil memeriksa dada Amelia menggunakan Stetoskop.

"Mungkin saja dia trauma, dia pernah mengalami kekerasan seksual dan Max pelakunya. Tentu saja dia ketakutan saat berdua di kamar. Aku juga mengalami hal yang sama saat Abang bau alkohol." Jelas Cahaya yang membuat Rose terperangah.

"Padahal aku benci padanya karena dia pernah menjadi perusak, tapi sekarang aku kasihan karena dia telah menerima hukumannya sendiri. Tapi aku tidak menyukai kekerasan dalam bentuk apapun." Rose mengakhiri aktifitasnya dan menyelimuti Amelia dengan benar.

"Bagaimana keadaannya!" Maxim, Aryo dan Doni mendekati kedua wanita itu.

"Dia tertekan, kelelahan dan seperti trauma. Kamu pernah menyakiti nya, Max? Sekarang kamulah yang harus menjadi obatnya. Di samping kamu suaminya, kamu juga sumber rasa sakitnya." Ucap Rose sambil mengemas peralatannya dan bangkit.

"Maaf Max kalau aku ikut campur. Trauma itu menyakitkan dan sulit untuk disembuhkan. Aku mohon jangan sakiti dia lagi." Cahaya ikut bangkit dan kedua wanita itu keluar dari kamar Maxim dan Amelia.

Aryo dan Doni mengikuti langkah istri-istri mereka setelah mengusap pundak Maxim menyemangatinya. Kini tinggal Maxim yang menatap wajah pucat Amelia yang terbaring lemah tidak sadarkan diri. Maxim duduk di pinggir ranjang sembari mengusap jemari lentik yang kini tersemat cincin kawin pemberiannya.

Entah pernikahan ini berhasil atau tidak tapi Maxim akan berusaha untuk memperbaiki kesalahannya mulai sekarang. Maxim tahu Amelia tidak menginginkan pernikahan ini itulah sebabnya Maxim harus memaksa dengan menggunakan kedua putri mereka. Maxim hanya ingin membahagiakan wanita yang telah memenuhi hati dan pikirannya sejak lima tahun belakangan ini.

Lama termenung akhirnya Maxim tersadar jika Amelia masih mengenakan gaun pengantinnya. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Maxim memutuskan untuk mengganti pakaian Amelia sendirian. Amelia adalah istrinya sekarang, tidak ada salahnya jika Maxim melakukannya.

Meski dengan berkali-kali menelan saliva nya, Maxim terus membuka seluruh kain yang menempel di tubuh Amelia. Maxim juga menyeka tubuh lemah itu dengan handuk kecil dan air hangat.

"Tubuh ini masih terlihat sama seperti dulu, yang membuatku candu dan menginginkannya terus menerus. Harusnya aku menikmatinya saat ini, tapi kamu malah tidur sangat nyenyak." Gumam Maxim sendirian.

"Besok saat kamu bangun jangan marah karena aku kembali membuka pakaian mu tanpa izin. Akh... ini sangat menyiksa, Amelia. Andai saja kamu tahu betapa sulitnya untuk tidak menyentuhmu saat ini." Maxim memerah, pemandangannya di depannya membuat dadanya menggelegak.

Dengan cepat Maxim menyelesaikan membasuh tubuh Amelia dan memakaikan piyama tidur yang nyaman. Setelah itu Maxim segera beranjak ke kamar mandi. Ada sesuatu yang harus dia tuntaskan. Ujian terberat baginya untuk tidak menyentuh kelembutan yang Amelia miliki. Akhirnya kamar mandi adalah alternatifnya saat ini.

🍂🍂🍂

Keesokan harinya Amelia terbangun sendirian di kamar pengantin itu. Matanya mengedar mencari sosok yang membuatnya ketakutan tadi malam. Tapi dia tidak menemukan siapapun. Amelia sedikit lega, setidaknya dia tidak perlu berinteraksi dengan pria menyebalkan itu saat ini.

Tapi kelegaan Amelia hanya beberapa menit saja. Maxim muncul dari balik pintu dengan sebuah troli yang di atasnya dipenuhi oleh makanan. Jangan lupakan senyuman Maxim yang merekah seperti tidak terjadi apa apa di antara mereka.

"Kamu sudah bangun? Mandilah setelah itu kita sarapan." Ucap Maxim menaruh troli itu mendekati sofa.

"Bri dan Shi di mana? Apa mereka sudah sarapan?"Hal yang pertama yang ingin Amelia ketahui keadaannya adalah si kembar.

"Sudah, mereka sekarang berenang di temani beberapa pelayan. Tidak usah khawatirkan mereka. Kamu harus sehat agar bisa bertemu mereka secepatnya." Maxim duduk di pinggir ranjang sambil menatap Amelia dengan teduh.

"Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu. Kamu tidak cocok dan jangan sok perhatian padaku karena aku akan tidak tersentuh." Amelia tidak terbiasa diperlakukan istimewa membuatnya sedikit merasa risih.

"Aku hanya melakukan kewajibanku sebagai suami. Merawat istriku yang sedang sakit." Maxim sedikit merubah cara pandangnya. Dia tahu Amelia memang keras kepala. Cara lembut tidak akan bekerja padanya.

"Aku baik-baik saja." Sanggah Amelia.

"Iya kamu baik- baik saja hingga aku harus membopongmu ke ranjang dan menggantikan pakaian mu tadi malam." Sindir Maxim.

Amelia baru menyadari pakaiannya telah berganti. Bahkan sekarang Amelia bisa merasakan kalau dia tidak mengenakan dalaman. Tangan Amelia sontak menutupi tubuhnya entah untuk apa.

"Kau ...

"Iya... aku. Akulah yang menganti bajumu yang hanya terdiam polos seperti bayi. Beruntung aku bisa menahan diri, jika tidak aku sudah memakan mu semalaman hingga aku kenyang." Ucap Maxim dengan seringai mesumnya.

"Berani sekali kamu...

"Aku suamimu, aku berhak atas seluruh tubuh dan hidupmu, jangan pura-pura lupa!" Maxim langsung memotong perkataan Amelia karena dia sudah tahu apa yang akan wanita ini sembur kan padanya.

"Sekarang mandilah, perutmu pasti lapar kecuali kamu ingin aku gendong, hmm...!!" Amelia langsung turun dari ranjang sebelum Maxim merealisasikan ucapannya. Maxim hanya tersenyum lucu melihat wanita yang sudah menjadi istrinya itu ketakutan padanya.

Beberapa saat kemudian Amelia keluar hanya menggunakan kimono mandi. Tanpa peduli tatapan lapar Maxim, Amelia membuka kopernya dan mengambil pakaiannya lengkap dengan dalamannya. Setelah itu Amelia melangkah kembali ke kamar mandi. Maxim hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Amelia.

🍂🍂🍂

Beberapa hari telah berlalu. Mereka telah kembali ke mansion sejak dua hari lalu. Hubungan Amelia dan Maxim masih belum ada perkembangan. Amelia selalu bersikap dingin dan datar pada Maxim. Sementara Maxim berubah lebih perhatian pada Amelia.

Maxim memilih untuk tidur di kamarnya sendiri karena selalu melihat gelagat tak biasa dari Amelia saat malam tiba. Tapi Maxim selalu memastikan Amelia meminum obatnya terlebih dahulu. Malam ini pun sama. Maxim memasuki kamar Amelia tanpa mengetuk.

"Obatnya sudah diminum?" Tanya Maxim yang tiba-tiba muncul membuat Amelia kaget.

"Tidak bisakah kamu mengetuk pintu terlebih dahulu? Lama-lama aku bisa jantungan karena mu." Sembur Amelia sewot.

"Ini kamarku juga, untuk apa aku mengetuk. Bahkan aku boleh tidur di sini kapanpun aku mau." Maxim masuk dan memeriksa obat-obatan yang Rose resep kan untuk Amelia.

"Tidak usah memperhatikan aku seperti ini, aku bisa sendiri." Amelia merampas bungkusan obatnya dan mengambil sendiri obatnya.

"Aku hanya ingin kamu cepat sembuh, aku ingin segera melakukan ritual penting pengantin baru. Jadi tidak usah terlalu ambil pusing mencari arti perlakuanku padamu." Sarkas Maxim yang mulai kesal dengan Amelia.

"kamu harus sehat dan segera melakukan kewajibanmu pada suamimu ini. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama." Lanjut Maxim. Meski ucapannya terdengar sarkas tapi Maxim masih mengambilkan air putih untuk Amelia agar segera menelan obatnya.

Amelia menerima gelas yang Maxim ulurkan dan meminum obatnya segera. Berharap Maxim segera pergi dari kamarnya, sungguh Amelia tidak merasa nyaman. Meski Maxim terlihat berbeda belakangan ini, tapi Amelia masih belum bisa membuka hatinya.

"Kita akan ke Psikiater besok pagi. " Ucap Maxim memberitahu.

"Untuk apa?" Tanya Amelia gelagapan.

"Untukmu, lakukan terapi, konseling atau apapun agar kamu tidak lagi takut berhadapan denganku. Aku menjadikan mu istri bukan buat pajangan saja. Aku pria dewasa yang memiliki libido berlebih dan aku tidak ingin memakai wanita bayaran sementara aku punya sendiri di rumah."

Amelia tidak lagi membantah. Dia tahu kalau mentalnya perlu diobati sejak lama. Tapi keterbatasan ekonomi menghalangi langkahnya. Tapi saat Maxim mengatakan jika dia hanyalah wanita budak s*x bagi Maxim, hatinya mendadak merasa sakit. Tanpa Amelia tahu itulah cara Maxim memaksanya untuk menuruti pria itu.

🍂🍂🍂🍂🍂

Happy Reading ♥

Terima kasih masih setia mengikuti kisah Amelia ya.

Lanjooot... ♥

Terpopuler

Comments

Sabaku No Gaara

Sabaku No Gaara

sebenarx gedek ma mqx ... perlindungan dirix bgtu

2024-05-28

0

Wiwik

Wiwik

dasar amelia, ktnya trauma d kasarin max,tp pas d lembutin ngoceh2. skli d skak mat skt hati. cewek gaje

2024-04-25

0

Zainab Ddi

Zainab Ddi

sabar amelia

2024-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!