Misi yang menantang Lucy atau Lestari saat ini adalah mengubah takdir yang mengarah pada akhir yang tragis menjadi ending yang bahagia. Dengan tekad yang kuat, gadis itu harus memutarbalikkan plot-plot krusial dalam novel yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kenyataan hidupnya. Tantangannya tidak hanya sebatas menghindari interaksi dengan karakter-karakter yang terlibat dalam kisah, tetapi juga melibatkan usaha keras untuk menjauh dari kegilaan orang-orang yang dapat dengan seenaknya merusak tubuh indahnya.
Mengandalkan ingatannya tentang setiap halaman novel yang pernah dibaca, Lestari menyadari bahwa bukan hanya satu atau dua individu yang dapat merusak kesehatan mentalnya. Bahkan, puluhan orang bisa terlibat, terutama saat ibunya secara rutin menyerahkan dirinya pada pria-pria yang berbeda setiap malam. Setiap langkahnya menjadi langkah hati-hati, tiap keputusan diambil dengan berat hati untuk menjaga diri dari ancaman yang mengintai dan menjaga keselamatan mentalnya yang rapuh.
Perjalanan Lucy melalui konflik pertama telah menjadi medan perjuangan yang melelahkan, ketika walikota gembul dengan niat bejat mencoba memperko__sanya di hotel bintang lima. Dalam cerita ini, itulah momen awal di mana Lucy terpaksa kehilangan keperawanannya, suatu peristiwa yang telah menandai langkah-langkahnya dengan luka yang mendalam.
Pertemuan dengan sang presdir, dalam pandangan Lestari alias Lucy, terasa seperti langkah terlalu cepat, seolah-olah pria tampan itu muncul secara mendadak di tengah-tengah sebuah bab yang masih penuh misteri. Adegan tersebut terulang dalam kehidupan nyata ketika presdir Victor memutuskan untuk membeli Lucy, dengan dalih kasihan atas nasibnya sebagai wanita penghibur yang dipaksa oleh ibunya.
Pria yang tampak pengertian dan baik hati itu dianggap sebagai figur ayah angkat yang akan menuntun Lucy hingga akhir hayatnya. Dalam dinamika cerita, Lucy juga digambarkan sebagai anak yang patuh dan baik, menjalankan setiap permintaan sang presdir tanpa ragu atau penolakan.
Ketika sukma Lestari mengalir masuk ke dalam tubuh Lucy, janji pun terukir dalam keheningan, bahwa ia akan memelihara keperawanannya dengan penuh kesetiaan hingga menemukan pria yang layak menjaganya sehidup semati. Sebuah sumpah yang melekat dalam kisahnya, memunculkan ketegangan dan dramatisme yang semakin memperdalam kompleksitas hidupnya.
Saat itu, Lucy merenung dalam ketakutan yang memenuhi benaknya, terbayang predator-predator dalam novel yang pernah ia baca, siap untuk merusak tubuhnya, bahkan di antara mereka ada yang merupakan orang-orang terdekatnya sendiri. Kengerian melingkupi hidupnya, membentuk bayangan yang mengancam dan memilukan.
"Namamu Lucy, benar?" Tanya presdir Victor, suara lembutnya memecah keheningan yang terasa semakin berat.
"Bener," ucap Lucy dengan suara pelan, seperti bisikan yang keluar dari kedalaman kegelapan.
"Memang benar, di dunia ini aku adalah Lucu, bukan Lestari," gumamnya dengan nada serak. "Dan mulai detik ini, nama Lestari sudah tidak aku gunakan lagi."
Dengan tekad yang menggetarkan hati, Lucy menegaskan identitas barunya, menggenggam kekuatan yang terpendam di dalamnya. "Aku adalah Lucy Gabrielle, akan merubah cerita novel ciptaan PEMUDA NGANGGUR yang telah membuat sengsara hidupku," gumam Lucy dengan suara yang penuh keyakinan, seolah-olah mengukir janji pada langit-langit yang menyaksikan perubahan dramatis dalam hidupnya.
Di dalam peraduan mewah, presdir Victor dengan penuh keanggunan memandu Lucy melintasi lorong rumah yang begitu megah. Setiap langkah mereka seakan merayap dalam keheningan, menuju kamar yang akan menjadi saksi bisu perubahan besar dalam hidup Lucy. Sampai di depan pintu salah satu kamar, presdir Victor memberitahu dengan penuh ketenangan bahwa tempat itu akan menjadi ruang pribadi Lucy, bersebelahan dengan kamar Nathan.
Kamarnya terbuka lebar, memberikan Lucy keberuntungan yang cepat menghampirinya. Ruangan yang begitu luas, melukiskan potret keberuntungannya bertemu dengan presdir Victor dengan begitu cepat.
Dengan mata yang penuh kerinduan, Lucy menatap tajam sang presdir, lalu mengarahkan pandangannya secara seksama, menjelajahi lekuk tubuh sang tuan dari ujung kaki hingga ujung kepala. Keanggunan wajahnya yang tampan mempesona, meracuni Lucy dengan pesona yang melampaui batas-batas logika dan akal sehatnya. Saat itu, pesona itu menjadi senjata diam yang berhasil merayu hati Lucy, menambah nuansa dramatis dalam perjalanan yang baru saja dimulai.
Dalam alam bawah sadarnya, visual yang membayangi Lucy saat meresapi setiap halaman novel karya PEMUDA NGANGGUR, ternyata tidak jauh berbeda dengan pemandangan yang terpampang di hadapannya: presdir Victor D Lancaster. Namun, melihat kehadiran sang tuan secara langsung membuat Lucy tak dapat menyelubungi dirinya dalam keyakinan atas ketampanan dan daya tarik yang disiratkan dalam imajinasi, seakan-akan semua itu terasa begitu tidak nyata.
Meski tergoda oleh aura yang mempesona, Lucy mempertahankan teguh pendiriannya. Ketampanan presdir Victor, seolah menjadi godaan yang sulit untuk diabaikan.
"Untuk pakaian, mungkin kamu boleh memakai punya Shopia," ucap presdir Victor dengan penuh kebaikan. "Nanti saya akan suruh mbak Martini agar membawa semua baju-baju itu."
Meski tawaran itu terdengar menggoda, Lucy dengan hati tegar menolak. Ia menyadari bahwa menerima pakaian dari Shopia, istri presdir Victor, bisa menimbulkan ribut dengan anak sulungnya. Bahkan hanya kabar bahwa Lucy tinggal bersama saja sudah cukup untuk mengguncang kedamaian anak itu, walaupun sejatinya anak itu memiliki sifat yang baik.
"Tidak perlu sejauh itu, tuan. Saya akan pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang, termasuk pakaian," ucap Lucy dengan penuh keyakinan, berusaha meyakinkan presdir Victor.
"Jangan! Saya tidak akan mengizinkan kamu kembali pulang ke rumah. Apapun alasannya itu!" teguh presdir Victor, pandangannya menatap tajam Lucy, memotong segala pertimbangan yang ingin diutarakan oleh gadis itu.
"Tapi, bagaimana-" Lucy berusaha menyisipkan kata-katanya, namun perkataannya terhenti oleh interupsi tegas sang presdir.
"Masalah pakaian?" Presdir Victor menatap Lucy dengan tajam, membaca kegelisahan di wajah gadis itu. "Sebaiknya kita belanja ke mall siang nanti, jika kamu memang tidak ingin mengenakan pakaian bekas Shopia." Ucapannya membawa nuansa dramatis, menawarkan solusi yang tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan praktis, tetapi juga menciptakan momen baru dalam perjalanan Lucy yang penuh liku dan ketegangan.
Pria tampan itu bergerak menuju jendela dengan langkah yang penuh makna, menatap keluar dengan pandangan yang seolah meresapi setiap detail sekitar. Dengan gemulai, jari-jari tangannya menyelinap ke dalam kantung celana, menambah sentuhan misteri pada sosoknya yang begitu menawan.
"Bagaimana dengan sekolahmu?" Tanya presdir Victor, suaranya merayap di ruangan seakan menjadi panggilan yang menuntut jawaban.
Lucy terdiam, matanya mencoba mencari jawaban di ingatannya yang berdebu. Mengingat sekolahnya kini terasa seperti mencari sisa-sisa kenangan yang terkubur jauh. Ekonomi keluarganya yang runtuh membuat gadis itu terpaksa menghentikan pendidikannya. Keputusan itu, sebuah ketetapan yang dipaksakan oleh sang ibu, yang melihat pendidikan sebagai pemborosan uang yang sekarang semakin langka.
Beberapa bulan telah berlalu tanpa duduk di bangku sekolah, uang semakin menipis, dan barang-barang mewah yang dulu pernah dimiliki telah lenyap terjual. Lucy, dengan keadaannya yang terus menyusut, akhirnya menjadi korban dari sewa yang dipaksakan oleh ibunya.
"Ya sudah, mulai besok kau harus berangkat sekolah!" Ucap presdir Victor, memberikan suara putus asa yang mendobrak keheningan. Rencana mendadak itu menciptakan lapisan dramatis yang terasa menggulir dalam setiap kata yang diucapkan.
"Ta... Tapi saya tidak punya pakai sekolah, apalagi peralatan sekolah, seperti buku dan lainnya." Kata-kata Lucy terhenti, menggantung di udara, menciptakan ketidakpastian yang membeku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments