"Kemana kau kabur?!" desis wanita tua dengan nada kesal, wajahnya dipenuhi kemarahan. "Gara-gara kau melarikan diri, pejabat itu mengharuskan saya mengembalikan bayarannya!!" Jelasnya dengan sorot mata yang tajam.
Sontak, pipi Lestari yang baru saja mendapat bekas pelukan hangat presdir Victor kini berganti merah akibat sentuhan kasar tersebut. Presdir Victor, yang masih berada di lokasi, turun dengan langkah tegap dari dalam mobil, memandang kejadian ini dengan campuran keheranan dan kekhawatiran.
"Jangan-jangan kau yang membawa pergi anak saya?!" seru wanita itu, memperlihatkan rasa curiga yang tajam. "Gara-gara kau, saya merugi 5 juta!" Tegasnya, membenamkan Lestari ke dalam kenyataan yang tak terduga.
Wanita tua itu dengan kasar menyeret tubuh anaknya, merinci kata-kata tajam yang merusak keheningan. "Sebaiknya kau siap-siap untuk malam nanti. Sudah ada yang booking kamu dengan bayaran yang lumayan tinggi lagi," ucapnya dengan nada mengancam, memunculkan bayangan kegelapan di benak Lestari.
Tidak sanggup menyaksikan gadis cantik itu diseret oleh ibunya, presdir Victor merasa hatinya tercabik-cabik. Dengan langkah cepat, ia berlari menuju mereka, niatnya untuk mencegah tragedi yang mungkin terjadi pada Lestari.
Namun, diluar dugaan, Lestari tiba-tiba berdirimenahan lajunya yang dipaksa oleh sang ibu. Tatapan matanya tajam, seolah-olah mengungkapkan kekesalan dan ketidaksetujuannya terhadap perlakuan yang tidak manusiawi.
Presdir Victor terdiam, tak mampu menyembunyikan kagumnya melihat keberanian gadis itu.
"Kau berani melawan ibu, huh?!" tanya sang ibu, melototi anaknya dengan tatapan tajam yang mencerminkan kekecewaan dan kemarahan. Atmosfer tegang pun melingkupi ruang antara mereka, menciptakan ketegangan yang tak terbendung.
Gadis itu dengan gesit membanting tangannya, berusaha melepaskan genggaman kasar ibunya. "Aku tidak akan pernah melayani orang-orang bejat itu!" ucapnya dengan suara tegas, menatap tajam sang ibu. "Sampai kapan pun, aku tidak akan memberikan keperawanan ini pada siapapun!" Tegasnya, menyuarakan keputusan yang bulat dan tekad yang tak tergoyahkan.
Tangan ibunya yang kasar kembali mendarat dengan pukulan tajam di pipi Lestari. Kejadian ini sekali lagi membuat presdir Victor terkejut, hatinya teriris melihat perlakuan kejam tersebut.
"Ternyata kau sudah berani melawan ibu, Lucy?!" Tatapan tajam sang ibu, seolah-olah memberikan isyarat keras kepada Lestari yang kini menggunakan nama Lucy, agar menuruti keinginan sang ibu. "Kau akan makan dengan apa nanti, jika tidak bekerja? Lagian, tinggal turuti saja perintah mereka, sangat mudah kau lakukan!"
"Kenapa tidak ibu saja yang melakukannya? Bukankah itu lebih mudah?" Lucy alias Lestari menyuarakan pertanyaannya dengan nada kesal, menunjukkan ketidaksetujuan dan kegeraman dalam dirinya.
"CUKUP!" Sekali lagi, tangan ibu yang mulus menampar dengan keras di pipi Lucy. Atmosfer ruangan penuh dengan ketegangan dan emosi yang memuncak, seolah-olah menjadi prahara dari kehidupan Lucy yang penuh kepahitan.
Dalam kesunyian yang menyentak, presdir Victor memutuskan untuk tidak lagi hanya berdiam diri. Dengan langkah mantap, ia mendekati panggung konflik antara ibu dan anak yang tengah berlangsung di hadapannya. Tanpa ragu, lelaki itu meraih tangan Lucy alias Lestari, menariknya dari pertengkaran yang semakin memanas.
"Apa lagi maumu hah?!" desis sang ibu, mata penuh kemarahan menatap presdir Victor. "Apa kau juga ingin menyewa anak saya?! Itu tidak murah untuk satu malam!" serunya dengan nada tegas.
Tersenyum tanpa belas kasihan, presdir Victor tidak hanya berencana untuk sekadar menyewa. "Bukan hanya menyewa. Bahkan aku akan membeli anakmu sekalian!" ungkapnya dengan tatapan tajam yang menusuk hati, membuat hawa konflik semakin terasa di udara.
"Oh boleh silahkan! Namun itu tidak murah!" balas sang ibu, mata melotot tajam.
"Aku tidak peduli," seru presdir Victor dengan nada dingin, melemparkan kartu nama miliknya. "Datang ke perusahaan itu lalu minta berapa bayaran yang harus saya keluarkan untuk membeli anak ini!" Drama keputusan berat pun menguar di setiap kata yang diucapkannya, menciptakan ketegangan yang terabaikan sebelumnya.
Pria yang memesona itu dengan penuh keberanian menggandeng erat tangan Lucy, memutuskan untuk membawa pergi gadis itu, meninggalkan wanita tua sendirian. Lucy Alias Lestari hanya bisa terdiam, tak berdaya mengikuti langkah-langkah presdir Victor yang tak diketahui tujuannya.
"Bawa saja anak tidak berguna itu! Aku tidak sudi mengurus beban yang hanya menyusahkan saja!" teriak ibu Lucy, sorakan keputusasaan terdengar di setiap kata yang dilontarkan.
Dalam ruang hampa di dalam mobil mewahnya, presdir Victor berusaha menjelaskan alasan di balik keputusannya membeli Lucy di depan ibunya, walaupun dirinya sendiri merasa terhimpit oleh rasa bersalah yang menghantuinya.
"Terima kasih," ucap Lucy dengan suara lembut, mata penuh penghargaan menatap presdir Victor. "Terima kasih telah menyelamatkanku dari sarang singa itu," lanjut Lucy, kata-kata penuh rasa terima kasih yang keluar dari bibirnya memberikan nuansa dramatis dalam keheningan mobil yang mewah namun sarat dengan beban emosi.
Dalam keheningan, presdir Victor membiarkan dirinya terdampar, mencerna kata-kata yang terlontar dari mulut Lucy. Meskipun sebelumnya dirinya merasa ragu dengan akibat mental yang mungkin dialami gadis itu, kini ia mendapati dirinya yakin bahwa tindakannya adalah suatu keputusan yang benar.
Lestari, dengan pikiran yang berputar cepat, mengira bahwa pulang ke rumah akan membawa jawaban bagi semua teka-teki yang mengusik pikirannya. Namun, kenyataannya, ia malah dihadapkan pada ibu Lucy, seperti salah satu adegan dramatis dalam novel karangan PEMUDA NGANGGUR yang pernah dibacanya.
Walau terguncang oleh syok, Lestari tak bisa berbuat banyak selain menerima kenyataan. Kini, ia sepenuhnya terjerat di dalam dunia novel yang seakan tercipta oleh takdir.
"Setiap malam, aku akan dipaksa melayani kemauan bejat orang yang menyewaku pada ibu," ucap Lucy dengan suara serak, menunduk dalam kesedihan yang dalam. "Dan pertama kalinya tubuhku disewa, saat tuan menolongku tenggelam di kolam renang. Syukurnya, malam itu aku masih bisa menjaga kewanitaanku," tambah Lucy dengan nada pilu, menggambarkan betapa kehidupannya telah menjadi labirin yang tak terduga dan penuh dengan penderitaan.
Lestari, yang kini dikenal sebagai Lucy, merasa perlu mengungkapkan kisahnya agar presdir Victor semakin tersentuh dan mengakui perlindungan yang dapat diberikannya pada gadis itu. Setiap kata yang diucapkannya dirancang untuk menarik simpati, menciptakan lapisan dramatis yang memperdalam hubungan antara mereka.
Dengan penuh perhitungan, Lestari memanfaatkan pengetahuannya tentang seluk beluk presdir Victor yang telah ia telusuri melalui setiap halaman novel karya PEMUDA NGANGGUR. Informasi itu menjadi senjata rahasia, menciptakan ketegangan yang semakin terasa di udara, seolah-olah skenario novel itu terwujud dalam kehidupan nyata.
Meski Lestari mengetahui bahwa akhir cerita mungkin membawanya pada jalan yang sulit, bahkan mungkin mengarah pada tindakan putus asa seperti bunuh diri, dia merasa mendapatkan simpatik sang presdir adalah satu-satunya cara untuk melarikan diri dari kegilaan orang-orang di sekitarnya yang merasuki hidupnya.
"Maaf, tiba-tiba aku banyak bicara," ucap Lucy dengan suara yang penuh dengan rasa sedih, tatapannya menunduk sebagai ekspresi kesedihannya yang mendalam.
"Tidak apa-apa. Aku senang kau menceritakan rasa sedihmu itu," pungkas presdir Victor dengan suara yang penuh dengan kehangatan, meskipun di baliknya terdapat lapisan ketidakpastian yang tak terucapkan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments