Bab 17 Ruangan rahasia

Anindya membukakan pintu kamarnya secara perlahan, namun dia kejutkan dengan Arkatama yang ternyata belum beranjak dari situ.

" Arka." ucapnya, membuat Anindya berjalan mundur ketika Arkatama masuk ke kamar Anindya.

" Bagaimana dengan kamarnya? Apa kamu suka? Atau kurang luas?" Arkatama langsung memberikan beberapa pertanyaan untuk Anindya.

" Kamarnya aku.." Anindya tidak menjawab dan terus berjalan mundur.

" Bagiamana? Kamu suka atau tidak? Jika tidak kamu bisa mencari kamar lain." Arkatama terus bertanya.

" Arka, tolong berhenti. Sedari tadi kamu terus berjalan, aku capek harus berjalan mundur terus." ujar Anindya dengan kesal.

Arkatama berhenti, berdiri tepat dihadapannya Anindya. " Jadi kamu suka atau tidak?" tanya Arkatama lagi.

" Suka.. Tapi apa semua barang ini milikmu?" tanya Anindya menunjukan barang-barang yang ada di kamarnya baik alat musik atau figuran motor dan mobi.

" Iya, ini semua punya ku. Jika kamu tidak suka aku bisa membuangnya." jawab Arkatama meski dia tahu jika tunangannya itu tentu menyukainya.

" Jangan.. Biar begini saja. Aku suka. Aku tidak menyangka kamu juga hal semacam ini." ujar Anindya masih belum jujur tentang hobinya.

" Baiklah. Jika kamu tidak suka kamu bisa pindah kamar, kalau perlu ke kamarku saja." goda Arkatama.

" Apaan sih!"

" Kamu tidak boleh sungkan jika berada di rumah. Meski ini rumah ku tetapi ini juga rumahmu. Kamu boleh masuk keruangan manapun kecuali ruangan kerjaku." ujar Arkatama.

" Oke, aku juga tidak mungkin menyentuh ruangan kerjamu kok."

" Kalau begitu aku pergi dulu." ucap Arkatama lalu mencium pipi Anindya.

Membuat Anindya terkejut dengan tindakan Arkatama tersebut. Dia menyentuh pipinya seolah tidak percaya dengan apa yang dia terima barusan. Arkatama sudah beranjak dari kamarnya, namun Anindya seolah melayang akan ciuman yang diberikan oleh Arkatama. Namun seketika dia sadar, jika dia tidak boleh terlarut dengan apa yang dilakukan Arkatama padanya.

Setelah memastikan Arkatama pergi, Anindya mulai menjelajahi seisi rumah tersebut. Mulai dari kolam renang, dapur dengan kulkas yang penuh dengan makanan serta ruangan lainnya. Hingga dia berhenti ke sebuah ruangan yang dimana Arkatama memintanya untuk tidak menyentuh ruangan tersebut.

Anindya tersenyum, dia merasa jika Arkatama belum sepenuhnya mengenalinya. Dia membuka pintu ruangan itu, berjalan membuka kembali satu pintu. Hingga dia menemukan beberapa alat musik semacam drum, piano dan gitar.

Anindya sangat senang melihatnya, dia mendekati drum, terdapat sepucuk surat di drum tersebut. Dia membaca surat itu yang bertulis, " Hadiah untukmu yang baru pindah ke rumah ini, tertulis Arkatama.

" Tidak mungkin ini untukku." Anindya masih tidak percaya dengan tulisan yang dibacanya.

Anindya memutuskan untuk memainkan drum untuk menghilangkan stresnya karena menghadapi Arkatama sedari tadi. Dia memainkan drum dengan penuh semangat, meluapkan emosinya. Anindya menyudahi setelah cukup menghasilkan keringat.

Namun tanpa Anindya sadari jika Arkatama memantaunya melalui cctv, dia tersenyum senang melihat Anindya berhasil terperangkap. Dia menyaksikan Anindya memainkan drum melalui ponselnya, hingga dirinya terkejut ketika melihat Anindya membukakan kemeja yang dikenakan Anindya.

" Pak, ada masalah di bar.."

" Bagas! Tolong cabut semua cctv di rumah kecuali di depan rumah." ujar Arkatama dengan membalikkan ponselnya.

" Tapi pak.."

" Kerjakan sekarang!"

Bagas hanya bisa pasrah ketika bosnya itu sudah memerintah, segera dia beranjak dari ruangan kerja Arkatama. Sedangkan Arkatama kembali mengintip melihat tunangannya hanya memakai singlet, membuatnya malu dan segera menutup layar ponselnya.

Disisi lain, Rania sedang minta para murid untuk istirahat sejenak telah melatih beberapa gerakan karate. Tiba-tiba datang seorang murid yang mengajak Rania mengobrol. Murid itu memberitahu Rania jika ada seorang murid baru. Saat Rania menoleh melihat siapa murid baru tersebut, justru membuatnya terkejut. Segera dia mengahlikan wajahnya untuk tidak terlihat oleh murid tersebut.

" Ibu Rania.. tolong bantu aku ya." ujar Rakhatama saat berjalan mendekati Rania.

Murid baru yang akan belajar karate hari ini adalah Rakhatama. Rania merasa malu, dia tersenyum manis kepada Rakhatama yang akan menjadi muridnya.

Rania duduk bersama dengan murid yang lain, sedangkan Rakhatama latihan bersama dengan salah satu guru. Kebetulan Rakhatama adalah murid baru, dia akan dilatih gerakan dasar oleh guru yang lain. Karena antusias dari Rakhatama yang sangat bersemangat, membuat dirinya banyak melakukan kesalahan dalam gerakan dasar. Hal itu membuat beberapa murid yang masih muda menertawakan Rakhatama. Bahkan Rania juga menahan dirinya untuk tidak tertawa dihadapan Rakhatama.

" Semuanya tolong jangan tertawa." ucap Rania kepada semua muridnya, namun bukannya diam mereka malah tertawa terbahak-bahak melihat Rakhatama. Rania bisa menunduk, menahan tawanya.

Anindya berjalan menuju dapur, perutnya sudah berbunyi meminta untuk diisi. Dia melihat isi kulkas, memang banyak bahan makanan namun kebanyakan berisi sayuran. Anindya memandangi semua sayuran itu, dia tidak mengerti kenapa tunangannya itu sangat suka mengkonsumsi makanan sehat.

Anindya melihat sebotol minuman teh kemasan. Dia lalu membuka dan meminumnya. Dia melihat kesekitar dapur, tidak ada bahan makanan yang menggugah seleranya bahkan cemilan juga tidak ada. Dia tidak mengerti dengan tunangannya yang begitu suka hidup sehat. Anindya berpikir entah bagaimana tunangannya itu hidup dengan kulkas berisikan sayuran dan makanan sehat semacam itu.

Karena pemikirannya membuat Anindya berpikir jika Arkatama mungkin saja adalah seorang vampir yang suka minum darah. Dia membayangkan jika dia hidup dengan Arkatama yang ternyata adalah seorang vampir. Namun Anindya segera sadar dari imajinasinya, dia merasa jika dirinya terlalu stres akhir-akhir ini membuatnya berhalusinasi yang tidak jelas.

Saat tengah memikirkan, bagaimana dia makan. Dia mendapat pesan SOS dari Rania. Sepertinya Rania membutuhkan bantuan Anindya segera. Anindya memakai kembali kemejanya dan berlari keluar.

Dan benar saja, Rania sedang berada bersama Rakhatama. Wajah Rakhatama begitu tegas membuat Rania tidak berani menatapnya, bahkan sesekali laki-laki itu memukul tembok dengan tangannya.

" Rakha.. Aku.. Tidak bermaksud untuk menertawakan mu." ucap Rania yang ketakutan.

" Aku kesini bukan untuk membicarakan hal itu."

" Kamu ingin tahu kenapa aku bisa mengajar disini. Aku hanya bekerja paruh waktu saja kok." ujar Rania kembali menyapa wajah Rakhatama dan kini mereka berhadapan.

" Lalu kenapa kamu tidak memberitahuku?"

" Aku ingin memberitahumu namun aku tidak sempat."

" Itu sama saja kamu berbohong. Kamu selalu berbohong, kamu bilang kamu di rumah bersama Anindya namun ternyata kamu ke klub bersama Anindya. Dan sekarang kamu juga berbohong akan hal ini." ujar Rakhatama.

" Aku tidak bermaksud untuk membohongimu. Maafkan aku." Rania menunduk meminta maaf kepada Rakhatama.

Rakhatama berjalan mendekat, Rania yang menyadari berjalan mundur. Seketika Rakhatama memegang kedua lengan Rania untuk tidak menghindar darinya.

" Aku tidak marah. Tapi aku tidak suka jika kamu harus berbohong padaku. Aku hanya ingin tahu apa yang kamu lakukan dan dengan siapa kamu pergi. Aku hanya ingin..." Rakhatama terkejut dengan gonggongan anjing dibelakangnya. Seketika itu pula dia berdiri merentangkan tangannya untuk melindungi Rania.

Rania justru berjalan mendekati anjing tersebut. Dia mengelus anjing itu dengan penuh kasih sayang. "Tidak usah takut. Ini anjing pemilik tempat ini kok." ujar Rania.

Rakhatama justru salah tingkah dengan tindakannya tadi. Dia seketika tersenyum melihat Rania yang mengelus anjing itu dengan penuh kasih sayang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!