" Apa kamu yakin dengan keputusan mu?" tanya Rania yang datang menemui Anindya sambil membawakan bubur ayam untuk sarapan bersama.
" Kayaknya. Makasih ya, sudah mengkhawatirkan mu. Semalam kamu gimana? Apa Rakha memarahi mu?" tanya Anindya juga mengkhawatirkan temannya.
" Tidak kok, dia itu hanya pura-pura galak. Aslinya dia tidak pernah memarahiku." jawab Rania.
" Lalu kenapa kamu begitu takut padanya?"
" Siapa yang tidak takut melihat tatapan tajamnya itu? Aku jadi merasa punya kewajiban untuk tidak membuatnya marah." ujar Rania.
" Mengerikan sekali."
" Begitulah.."
Semalam Rania pulang terlambat dari jam biasanya. Dia melihat Rakhatama sudah menunggunya dengan segelas wine di tangan. Rania begitu ketakutan, karena sudah pulang terlambat ke rumah. Namun sang kekasih bukannya marah, dia hanya menatap tajam Rania berjalan mendekat namun tatapan tajamnya tidak pernah lepas dari Rania.
" Dia hanya menatapku tajam setelah itu dia kembali ke apartemennya." ujar Rania mengingat kejadian semalam.
" Aneh, pantasan saja dia dan arka tidak jauh berbeda. Mereka berdua sangat misterius dan susah ditebak." ujar Anindya.
Layaknya sahabat pada umumnya, mereka berdua terus berbincang mengenai pasangan mereka masing-masing. Rania sempat bertanya apakah Anindya pernah berciuman atau melakukan sex dengan tunangannya. Ternyata Anindya dan tunangannya tidak pernah melakukan hal semacam itu. Bahkan untuk berpegangan saja tidak pernah.
Anindya hanya bisa halu, dengan mengedit fotonya dengan Arkatama. Saat dewasa mereka tidak pernah berfoto berdua. Yang mereka lakukan hanya makan atau sekedar Anindya menemani Arkatama bekerja.
Rania juga merasakan hal sama dengan kekasihnya, semenjak dia mendengar Anindya membatalkan pertunangannya. Membuat Rania terus berpikir apakah hubungan akan berakhir seperti itu. Dua laki-laki itu tidak pernah menunjukan rasa cinta mereka. Bahkan untuk sekedar ciuman saja tidak pernah Rania dan Anindya dapatkan.
" Terkadang aku berpikir, apakah mereka berdua mencintai kita atau tidak? Karena hubungan ini tidak seperti hubungan orang lain pada umumnya." ujar Rania.
" Jangan berpikir begitu. Aku tidak ingin berakhir seperti ini. Namun aku tidak ingin diremehkan, aku ingin dia menghargai ku. Apa yang terjadi dalam hubungan tidak akan mungkin terjadi padamu juga. Percaya padaku."
" Semoga saja, aku mencintai Rakha namun Rakha nampak terlihat biasa saja."
" Mungkin cara mencintai mereka berbeda." ucap Anindya.
Anindya mengajak Rania ke rumahnya. Rumah utama tempat dia tinggal bersama orang tuanya. Namun saat sampai disana, Anindya mendapatkan amarah dari pengasuhnya yang bernama Nuna. Semalam Anindya lupa mengabari Nuna jika dirinya menginap di rumah rahasianya itu. Alhasil menimbulkan kekhawatiran dari sang pengasuh.
Anindya terus meminta maaf, karena patah hati dia lupa mengabari keberadaannya kepada pengasuhnya itu. Nuna bahkan mengatakan dirinya hampir menangis karena takut lehernya digorok oleh majikannya. Anindya terus meminta maaf, Anindya lalu memuji pengasuhnya untuk buatkan rendang ayam kesukaannya.
Nuna masih marah kepada Anindya yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri. Karena sejak kecil Anindya sudah di asuh olehnya. Namun hatinya kembali luluh ketika Anindya terus memuji jika rendang buatan nuna adalah yang terbaik.
" Baiklah. Akan Nuna buatkan rendang untuk kalian. Tapi bukan untuk makan siang melainkan untuk makan malam. Karena nuna harus membeli bahannya terlebih dahulu." ujar nuna tersenyum setelah mendapatkan pujian dari Anindya.
" Makasih banyak bi. Aku sayang bibi." ucap Anindya mencium pipi pengasuhnya itu.
Di kamar Anindya mengeluarkan semua gaunnya. Semua gaunnya itu bermerek dan harganya sangat mahal. Anindya memutuskan untuk membuang semua gaun itu.
" Kamu yakin ingin membuangnya. Menurutku lebih baik kamu sumbangkan saja. Rasanya rugi, apalagi gaun-gaun ini sangat mahal." ujar Rania.
" Terserah, mau disumbangkan atau tidak. Yang jelas aku tidak ingin lagi menjadi perempuan yang arka sukai. Aku akan menjadi diriku sendiri. Aku akan menjadi Anindya yang suka otomotif, menyanyi dan seorang DJ." ujar Anindya.
Dia sudah membuat keputusan untuk tidak berpura-pura lagi menjadi perempuan yang dinginkan oleh tunangannya. Dia ingin menjadi dirinya sendiri yang penuh kebebasan. Dia tidak perduli dengan Arkatama lagi. Kata-kata Arkatama semalam sudah menyakiti hatinya. Keputusannya sudah bulat untuk membatalkan pertunangan mereka.
" Rasanya sayang, gaun-gaun ini terlihat sangat cantik." ucap Rania melihat gaun-gaun milik Anindya itu.
" Jika kamu mau, ambillah. Bukankah kamu sangat suka bergaya feminim semacam ini." ujar Anindya.
" Benarkah? Makasih."
Mereka berdua mulai mencoba pakaian masing-masing. Anindya mencoba pakaian ala perempuan tomboy, menggenakan celana jeans bagi kaos dengan jaket kulit lalu bergaya depan Rania ala rock n roll. Sedangkan Rania memakai gaun berukuran pendek berwarna pink, sangat manis ditubuhnya. Mereka lalu bergaya ala model yang tengah berjalan di catwalk.
Arkatama berada di kantornya, sedari tadi dia memandangi ponselnya yang terlihat diam tanpa ada notifikasi ataupun deringan telepon. Bagas masuk untuk memberikan dokumen laporan hasil masalah semalam. Namun Arkatama terus melamun tidak mendengarkan panggilan dari Bagas.
" Pak arka.."
" Pak arka!" Bagas membentak bosnya itu yang sedari tadi tidak menyahut ataupun melihat kearahnya.
" Ada apa?" tanya Arkatama.
" Ini hasil laporan masalah semalam." ujar Bagas menyerahkan dokumen yang dibawanya sejak tadi.
Arkatama memeriksa dokumen tersebut. " Bagas, apakah semalam saat kamu mengantarkan Anindya, apakah Anindya mengatakan sesuatu padamu?"
" Dasar bajingan!"
" Apa!"
" Bukan begitu, aku bisa jelaskan pak. Semalam tidak sengaja ada anjing yang lewat dijalan. Aku langsung membanting setir, saat aku menoleh kebelakang tuan putri langsung berkata dasar bajingan. Begitu pak." ujar Bagas menjelaskan kejadian malam itu.
" Oke.. hari ini hari Sabtu kamu bisa pulang dengan cepat dan juga masalah yang semalam jangan beritahu kepada orang lain. Karena itu bisa merusak citra tuan putri Anindya. Kamu paham, kan?"
" Siap pak, kalau begitu aku permisi dulu."
" Jadi kamu mengatai ku bajingan?" ucap Arkatama sambil tersenyum.
Kembali kepada Anindya dan Rania, mereka berdua tengah berbaring di kasur sambil melihat langit dinding kamar Anindya.
" Apa kamu yakin dengan keputusan mu itu? Menghilangkan tuan putri dari dirimu." tanya Rania masih memandangi langit kamar.
" Iya, aku tidak ingin menjadi seorang putri. Aku akan menjadi diriku sendiri. Aku tidak ingin menjadi perempuan yang terlihat baik di mata Arkatama."
" Jika begitu, terlepas dari arka. Kamu tetap seorang putri di mata keluargamu dan juga pengasuhmu."
" Iya sih, tapi setidaknya aku bisa melepaskan itu di mata arka."
" Anin, bagaimanapun kamu ini adalah seorang putri. mau kamu menghilangkannya, itu tidak akan lepas dari sisimu. Kamu tetaplah seorang putri meski sikap dan apa yang kamu suka bukan seperti seorang putri umumnya. Tapi jika kamu berniat menjadi dirimu sendiri, bagiku tidak masalah. Tapi melepaskan kata putri dari panggilan itu adalah hal yang salah." ujar Rania.
" Aku juga berpikir begitu."
" Lalu bagaimana dengan foto yang kamu pajang di samping kamarmu itu. apa kamu yakin untuk membatalkan pertunangan kalian?"
" Aku akan menyingkirkannya. Aku yakin akan hal ini."
" Lalu ini?" memperlihatkan ponsel Anindya yang berdering, terdapat nama kontak tunanganku disana.
" Kamu yakin? Nama kontaknya saja masih tunanganku." ucap Rania.
" Aku akan mengubah nanti menjadi mantan tunangan."
" Kamu tidak berniat mengangkatnya?"
" Untuk apa, toh kita sudah tidak punya hubungan apapun lagi. Seharusnya jika sudah membatalkan pertunangan, dia tidak perlu menghubungi ku."
" Kamu yakin tidak mau menjawab?"
Anindya menggeleng, " Palingan dia hanya memastikan aku baik-baik saja. Dia tidak perduli padaku."
Arkatama tersenyum melihat ponselnya, yang sedari tadi menghubungi Anindya. Namun tidak ada jawaban.
" Anindya, ternyata kamu juga nakal ya." ucapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments