Hari yang ditunggu Arkatama telah tiba, hari dimana Anindya akan tinggal bersamanya. Sesuai dengan perjanjian Anindya sudah menghabiskan waktu sendirinya selama tiga hari sebelum tinggal bersama dengan Arkatama.
Arkatama keluar dari rumah Anindya sambil tersenyum senang, karena dia akan hidup bersama dengan kekasihnya itu. Namun berbeda dengan Anindya, gadis itu justru merasa sedih karena waktu kebebasannya sudah berakhir.
Anindya menarik kopernya, tak lupa dia juga membawa dua boneka pemberian Arkatama di hari ulang tahunnya dulu. Nuna merasa sedih harus berpisah dengan majikannya yang sudah dia anggap sebagai anak sendiri. Bagaimanapun itu sudah menjadi keputusan dari majikannya.
" Bagas, tolong masukkan kopernya dalam mobil." perintah Arkatama kepada Bagas.
Bagas mengambil koper Anindya, sedangkan Anindya memeluk erat Nuna pengasuhnya itu. Akan sangat rindu momen ketika dia bermanja dan menjahili pengasuhnya. Berbeda dengan Anindya, Arkatama justru tidak bisa mengontrol wajahnya, dia terus tersenyum tipis saking bahagianya.
Jarak antara dari rumah Anindya ke rumah Arkatama cukup jauh. Sepanjang perjalanan Anindya yang duduk disamping Arkatama, tak sekalipun menoleh bahkan melihat tunangannya itu. Dia masih tidak terima akan keputusan ini, namun dia juga curiga kenapa kekasihnya tiba-tiba membuat keputusan ini. Mau tidak mau Anindya tidak bisa menolak, meski begitu dia juga harus mencari alasan dibalik ini semua.
Sesampai dia rumah Arkatama, Anindya justru terperangah akan rumah Arkatama yang sebenarnya. Selama ini Anindya hanya tahu apartemen Arkatama sebagai tempat dia bekerja. Namun dia belum sekalipun menyentuh rumah tunangannya itu.
Arkatama langsung mengajak tunangannya itu untuk berkeliling rumahnya. Anindya begitu terpesona dengan rumah tersebut, terlihat klasik namun bisa membuatnya nyaman bagi pemiliknya.
" Bagaimana? Kamu suka rumahnya?" tanya Arkatama.
" Suka." namun seketika Anindya terdiam, seharusnya dia masih marah dengan Arkatama, "rumahnya biasa saja."
Arkatama hanya bisa tersenyum melihat tingkah Anindya, sudah jelas dia melihat Anindya tersenyum melihat isi rumahnya.
" Sebelum aku antar kamu ke kamar, aku hanya ingin bilang. Untuk jangan masuk ke ruangan itu." ujar Arkatama menunjuk ruangan dengan pintu yang masih tertutup.
Anindya terus memandangi ruangan tersebut, dan benar dibenak Anindya jika tunangannya itu menyembunyikan sesuatu darinya. Namun tanpa Anindya sadari Arkatama tersenyum, saat mengatakan itu. Entah apa yang direncanakan Arkatama untuk Anindya.
Arkatama mengajak Anindya ke kamar. Anindya tersenyum senang melihat kamar yang begitu luas dan terlihat sangat rapi. Arkatama juga tersenyum karena dirinya berhasil membuat Anindya terkesan dengan rumahnya. Anindya melihat isi kamar, dia membuka lemari, terkejut jika ada pakaian disana.
" Ini pakaianmu?" tanya Anindya.
Arkatama mengangguk.
" Kenapa masih ada disini?"
" Ini kamarku." jawab Arkatama.
" Maksudmu? Bukankah ini kamarku?" Anindya tidak paham dengan jawaban Arkatama.
" Kamar mu juga kamarku. Aku mengajak mu tinggal bukan hanya tinggal satu rumah tapi juga satu kamar denganku." ujar Arkatama tersenyum.
" Apa! Bukankah kamu hanya bilang kita tinggal bersama?" protes Anindya.
" Emangnya ada yang salah? Kita akan tinggal bersama dan tidur bersama, sekaligus lebih dekat layaknya suami dan istri." ujar Arkatama.
" Tapi, kita... Aku akan membatalkan pertunangan kita!" protes Anindya lagi.
" Ayolah Anin. Apa kamu tidak mendengar apa yang dikatakan orang, jika sudah dijodohkan mereka akan tetap hidup bersama dan saling jatuh cinta." ujar Arkatama berjalan mendekati Anindya lalu menyentuh pipi Anindya dengan menggoda tunangannya itu.
" Tidak bisa! Dan siapa yang bilang jika ini adalah perjodohan? Kita ini.. Eum.. didekatkan karena kita saling dekat saat kecil." Anindya berjalan mundur dari Arkatama.
" Oh, gitu?" ucap Arkatama tersenyum.
Anindya merasa gugup melihat Arkatama yang mulai begitu dengannya. Dia merasa jika Arkatama hanya mempermainkannya sekarang. Anindya berjalan menghindar dengan duduk diatas kasur.
" Kamu ingin kita tidur berdua? Kamu tahu jika aku ini kalau tidur suka mendengkur sangat keras." ujar Anindya berbaring pura-pura tertidur lalu mendengkur sangat keras.
" Aku punya penyumbat telinga." ucap Arkatama mengambil alat penyumbat telinga didalam laci, lalu menunjukkan itu kepada Anindya.
Anindya segera terbangun, tidak lagi melakukan aksinya untuk membuat Arkatama berpikir dua kali jika meminta Anindya untuk tidur dengannya. Namun Anindya tidak mau menyerah, bagaimanapun dia tidak ingin tidur berdua dengan Arkatama.
" Aku jika tidur suka bergerak dan bahkan berguling. seperti ini.." Anindya mencontohkannya didepan Arkatama, dan sengaja menendang Arkatama yang tengah duduk dipinggir kasur.
Arkatama langsung membuka jasnya, membuat Anindya khawatir dengan apa yang akan dilakukan Arkatama selanjutnya. Segera Arkatama menindih Anindya, menahan kedua tangan Anindya keatas.
" Oh, jadi kamu suka bergerak? aku bisa memborgol tanganmu, apa kamu ingin mencobanya?" ucap Arkatama.
" Arka... apa yang kamu lakukan?" ucap Anindya yang ketakutan.
" Alasan apa lagi yang ingin kamu katakan, dasar gadis pembuat onar!"
Anindya memandang wajah Arkatama yang semakin turun dan mendekat ke wajahnya. Membuat Anindya menutup matanya erat.
" Aku tidak akan bertindak jahat kepadamu. Kamarmu ada disebelah kamar ini, terserah kamu mau memilih kamar mana yang kamu mau." ujar Arkatama pelan namun dekat ditelinga anindya.
Arkatama lalu bangun, namun Anindya kembali menarik dasi yang dipakai Arkatama membuat laki-laki itu hampir menindihnya, beruntung tangan Arkatama menahan tubuhnya.
" Kamu terus mendekati wajahmu ke wajahku. Tapi kamu tidak berani melakukannya, kan?" ujar Anindya merasa kesal dengan Arkatama yang selalu mempermainkannya.
" Bagaimana jika aku melakukannya?" tanya Arkatama perlahan wajah Arkatama turun dan mulai mendekati wajah Anindya.
Namun segera Anindya mendorong tubuh Arkatama. Dia segera bangun lalu berdiri mengambil tasnya. "Arka, kamu terus saja bermain-main denganku. Lebih baik aku keluar!" ucapnya.
Segera dia keluar lalu masuk ke kamar yang berada disebelah kamar Arkatama. Dia mengunci pintu, dan kembali bertanya-tanya apakah ini benar kamarnya. Anindya sangat takut jika Arkatama melakukan hal semacam tadi padanya lagi. Anindya berpikir jika dirinya hampir saja kehilangan keperawanannya. Dia menasihati dirinya untuk berhati-hati terhadap Arkatama.
Anindya memandangi kamarnya alangkah terkejutnya melihat kamarnya dihiasi dengan banyak figuran moto dan mobil serta ada beberapa alat musik. Anindya tidak percaya dengan isi kamarnya. Semua idi barang disana sesuai dengan yang dia gemari. Anindya mulai berpikir apakah Arkatama sudah mengetahuinya, namun segera dia menepis hal itu. Namun rasanya tidak mungkin jika seorang Arkatama memiliki hobi yang sama dengan Anindya.
Tetapi Anindya tidak boleh termakan akan hal ini, tujuannya untuk mau tinggal dengan Arkatama hanya untuk tahu apa yang telah Arkatama rencanakan. Dia menyakini dirinya untuk hal itu.
Namun saat dirinya tengah memandangi isi kamarnya, terdengar suara ketukan dari luar. Anindya mengira jika itu adalah Arkatama.
" Anin.. Aku akan ke kantor sekarang. Nanti pintu akan diperbaiki dengan kunci sidik jari. Kalau kamu mau keluar jangan lupa kunci pintunya ya." ujar Arkatama dari luar kamar Anindya.
" Apa-apaan sih! Kalau mau pergi ya pergi saja!" cetus Anindya.
" Aku belum kemana-mana. Apa kamu mendengar apa yang aku katakan? Itu sangat penting." ujar Arkatama dari luar.
" Aku mendengarnya."
" Jangan lupa mengirimkan aku pesan jika kamu ingin makan sesuatu." ujar Arkatama lagi.
" Aku mendengarnya." jawab Anindya.
Merasa jika tidak suara, dan Anindya mencoba untuk memanggil Arkatama namun tak ada sahutan. Anindya perlahan mendekati pintunya, dia menguping keluar, namun tidak ada suara. Dengan pelan dia membuka kunci pintu kamarnya, namun nyatanya anindya terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments