“Hei…hei…akhirnya datang juga! Panjang umur lu!” Kristian, teman sekelas Bara itu merangkul pundaknya sambil menepuk-nepuk dada Bara dengan akrab. Sudah lama ia menunggu kedatangan teman mainnya itu.
“Gue nggak bisa lama-lama…”
“Kak Bara nggak asik nih!” Vai yang juga teman satu sekolah dengan Bara memotong ucapan Bara. Gadis itu langsung mengaitkan tangannya di lengan Bara dan bergelayut manja.
“Ih apaan sih bocil! Lu kan masih di bawah umur ngapain lu di sini?” Bara mencoba melepaskan tangan Vai dari lengannya. Ia tidak suka cara Vei menempelkan bagian tubuhnya pada Bara.
“Kak Bara sih kemarin absen! kan Vai udah 17 tahun. Kemarin resmi dirayain di sini!” Vai mengabaikan tatapan risih Bara dan kembali mengamit lengan Bara . Ia seolah tidak ingin melepaskan Bara begitu saja.
“Lo jangan galak-galak dong sama anggota baru kita, iya kan Vai?” Kristian mengusap kepala Vai dengan penuh kasih. Vai menikmati perlakuan itu hingga ia tidak memperhatikan ekspresi wajah Kristian yang memberikan kode pada Bara dengan matanya.
“Dasar brengsek!” desis Bara yang hanya dibalas oleh tawa renyah dari Kristian. Sudah rahasia umum bahwa Kristian adalah seorang pecinta wanita. Ia tidak akan melepaskan kesempatan itu begitu saja. Ia benar-benar memanfaatkan wajah dan kekayaannya untuk menggoda wanita.
“Kalian berdua ngomongin apa hayooo…” Vai memindahkan tangannya dari Bara ke arah Kristian yang terlihat lebih mempedulikannya. Toh antara Kristian dan Bara semuanya sama-sama tampan, sama-sama kaya. Menjadi bagian dari siklus persahabatan antara keduanya saja sudah sangat membantu meningkatkan image dan gengsi Vai.
“Membicarakanmu, Sayang…” Kristian sudah memulai aksinya. Tangannya yang semula dipegang oleh Vai kini bebas dan berpindah ke pinggul ramping gadis itu.
“Kak Tian, jangan gitu. Nanti aku salah paham loh!” dan dengan polosnya Vai masuk ke dalam perangkap Kristian.
“Salah paham gimana?” sambil bertanya, Kristian menenggak satu sloki wiski. Ia sengaja menyesap bibirnya sendiri sambil menatap Vai dengan sengaja.
“Itu…” pandangan Vai tidak bisa lepas dari kedua bibir Kristian yang kini memerah dan terlihat seksi, “ah…”
“Sial!” Bara beranjak dari duduknya begitu sepasang indera pengecap itu menyatu tepat di hadapannya. Biasanya Bara tidak memperdulikannya, tapi ingatannya langsung tertuju pada sepasang bibir mungil milik Kamala. Walau sudah berlalu, sentuhan itu masih teringat jelas rasanya di benak Bara. Ia ikut menenggak satu gelas minuman keras di ujung bar untuk mengusir pikirannya itu.
“Kristian mulai lagi tuh! Dasar penjahat kelamin!” Haga bergabung dengan Bara yang terlihat duduk sendirian. Berbeda dengan Kristian dan Bara, Haga adalah pemilik Burn The Floor Club.
“Tumben lo di sini?” Bara terkejut dengan kehadiran Haga. Walau ia adalah pemilik club, ia biasanya ia jarang sekali muncul jika tidak ada hal-hal yang penting.
“Gue memastikan beberapa anggota baru,” Haga ikut memesan minuman. Matanya tidak henti memperhatikan sekitar. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Walau benar ini hanya usaha sampingannya, Haga adalah orang yang sangat teliti dan hati-hati. Ia memang menyediakan tempat hiburan malam, tapi ia tidak akan membiarkan perbuatan ilegal yang melanggar hukum terjadi di club miliknya.
“Jangan-jangan lo apal ya siapa aja anggota VIP di sini?” canda Bara untuk menanggapi Haga yang sangat serius dengan pekerjaannya.
“Ya, termasuk lo yang baru aja nikah…”
“Uhuk-uhuk!” alkohol langsung membakar tenggorokan Bara. Ia sangat-sangat terkejut hingga membuat minuman keras itu salah jalur. Rasa panas langsung terasa mencekik tenggorokan dan dadanya. Bahkan setelah Haga meminta air putih pun tidak bisa mengusir rasa itu dari dadanya.
“Lo kenapa?” Kristian dan Vai serta beberapa anggota club mendatangi Bara. Suara batuk yang tidak kunjung reda membuat semua perhatian tertuju padanya.
“Dia baru belajar minum dari hidungnya,” Haga tersenyum sinis pada Bara. Ia seperti menikmati keterkejutan yang sedang dialami Bara.
“Jangan bercanda!” Kristian menepuk-nepuk punggung Bara.
“Kak Bara nggak papa?” Bara langsung menepis tangan Vai yang hampir menyentuhnya.
“Lo mending pulang daripada mati di sini,” Haga mengatakannya dengan dingin. Hal yang sangat aneh untuk ukuran seorang Haga. Biasanya ia sangat hangat dan memperlakukan Bara seperti adiknya sendiri.
“Lo kenapa sih, Ga? Ada masalah?” tanya Kristian yang melihat sikap Haga. Ia juga sangat peka pada hal-hal seperti ini.
“Iya, gue baru aja patah hati. Jadi jangan ganggu gue!” Haga menatap Kristian dengan tajam. Memberinya kode untuk tidak ikut campur dengan urusannya. Bahkan Vai merasakan hawa dingin yang ditunjukan oleh Haga. Diam-diam ia menarik lengan Krtistian untuk menjauh dari Haga yang kini terlihat seperti hewan buas.
“Bar…” Kristian meraih bahu Bara dan mengajaknya pergi dari sana. Ia tidak ingin berurusan dengan Haga. Bukannya dia takut, namun ia hanya ingin menjaga hubungan saja dengan orang itu.
“Gue pulang deh…” Bara mengelus-elus dadanya yang masih terasa panas.
“Ih apaan sih lo nggak asik!” Kristian mendengus kesal. Pasalnya ia sudah mengajak serta beberapa wanita lain untuk bergabung dengannya pergi ke karaoke.
“Dada gue sakit nih…” sesekali Bara masih terbatuk. Ia baru kali ini merasakan tersedak alkohol 40% itu semenyiksa itu.
“Lo mau ke rumah sakit?”
“Nggak lah! Lo gila? Dah ya gue duluan!” tanpa menghiraukan tatapan kecewa dari orang-orang yang ada bersamanya, ia pergi begitu saja. Bara ingin mencari udara yang lebih segar dan menenangkan diri.
Sambil mengemudikan motornya, Bara menikmati angin malam dengan berkeliling kota. Udara malam dan suasana hening yang diperolehnya dari berkendara membuat hati dan pikirannya jauh lebih tenang. Jika ada yang bertanya hal apa yang ia sukai, mungkin hanya itulah hal yang membuatnya bahagia selama ini.
Bara memarkirkan motornya di minimarket yang ada di Jl Pahlawan. Setelah memesan kopi hitam ia duduk di bangku taman yang ada di depannya sambil menghisap nikotin dari gulungan putih yang terselip di antara jemarinya. Ia menghembuskan asap putih ke arah udara sambil menikmatinya hingga menghilang. Ia menikmati rutinitas ini walau berteman sepi.
“Kak, boleh minta foto?” beberapa gadis yang sepertinya turis mendekati Bara dengan sikap malu-malu.
“Gue bukan artis!” jawaban dingin Bara membuat gadis-gadis itu kecewa. Mereka pergi dengan sebal walau sesekali masih berusaha mencoba mencuri pandang ke arah Bara. Tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan Bara memang istimewa. Tingginya 186 cm, badanya tegap dan dengan proporsi seperti model. Belum lagi dengan parasnya yang rupawan. Bahkan hanya dengan menggunakan kaos dan celana hitam polos saja sudah membuat orang-orang memperhatikannya.
Merasa tidak nyaman, Bara menyambar jaket jeans dan mengenakannya. Ia lalu menggeber motornya dan pergi dari sana. Bahkan setiap gerakan Bara ini pun membuat banyak orang terpesona dan memperhatikannya sampai tuntas.
Seperti namanya, Bara tumbuh menjadi laki-laki yang menggenggam hawa panas di sekitarnya. Tidak hanya kesempurnaan fisik yang membuat siapa saja menoleh mengidamkannya, harta yang berlimpah membuat orang iri juga mengelilinginya. Akan tetapi sepertinya Tuhan memang adil dalam membagi porsi umatnya. Di atas semua itu, Bara adalah orang yang sangat dingin, seorang anak yang kesepian, dan sosok yang membutuhkan kehangatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments